Share

Bab 7

Penulis: El Baarish
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-09 22:11:25

Namira 7

.

"Halo Hanna, Sayang. Kangen sama papa ya?" 

Rangga yang baru pulang kerja, datang menghampiri Hanna yang sedang main bersama Namira di ruang khusus main. Ada banyak boneka, mobil-mobilan, dan mainan lain di sana.

Namira duduk di atas karpet berbulu yang terhampar, sengaja didesain khusus untuk Hanna yang masih merangkak agar lututnya tidak lecet.

Di kamar Hanna juga banyak sekali boneka, mainan-mainan yang digantung di dinding, juga buku-buku dongeng tertata rapi di rak buku.

Namira masih ingat, saat dulu ia diajak ke pasar oleh ibunya. Saat tiba di toko mainan, kakinya terhenti dan matanya sontak menatap boneka beruang berwarna pink yang memeluk bantal love. Namira benar-benar tak bisa memindahkan pandangannya dari sana.

Namun, akhirnya ia kembali berjalan saat menyadari ibu menatapnya sendu.

Ibunya hanya diam. Bahkan tidak berani untuk bertanya dia suka atau enggak boneka itu, dia mau atau enggak, karena tahu akan lebih menyakitkan kalau sudah ditanya tapi tak mampu dipenuhi, seperti memberi harapan palsu.

"Gak kok, Bu. Namira cuma lihat aja, gak terlalu suka pun boneka seperti itu," kata Namira agar ibunya tak sedih.

Justru dengan kalimat seperti itu semakin membuat hati ibunya gerimis. Namira sengaja mengelak untuk suka karena tahu kemampuan ibunya.

Usianya masih sepuluh tahun waktu itu, dan ia sudah yatim. Pekerjaan serabutan bahkan hampir tak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sejak ayahnya meninggal, ibu Namira tidak menikah lagi, padahal waktu itu masih muda.

Katanya mau fokus menghidupi anak-anaknya saja, karena tak semua lelaki bisa menerimanya dengan keadaan seperti itu.

"Pa … paa," ucap Hanna masih dengan aksen yang masih tidak jelas. Usianya belum genap satu tahun.

"Iya, Sayang. Udah mandi belum?" tanya Rangga pada putri kecilnya.

Hanna hanya menanggapi layaknya bayi seperti biasanya. Tangannya mengerawang-ngerawang wajah papanya.

"Pasti udah ya, wangi banget anak papa," kata Rangga sambil menggigit pelan pipi chubynya. 

Namira yang melihat kedekatan mereka hanya tersenyum, tapi masih diam. Namun, kini ia merasa tak nyaman berada di sana, karena Rangga hanya berbicara pada Hanna, tidak padanya meskipun ia ada di hadapannya.

Segan sekali Namira dengan lelaki itu, entahlah … udahlah tidak banyak bicara, tidak banyak senyum, intinya dia tak seramah itu dengannya.

Mungkin karena masih baru. Namira pun merasa geli dekat-dekat dengan lelaki orang.

"Saya ke dapur dulu, Tuan. Kalau sudah, nanti tolong panggilan saya." Akhirnya Namira inisiatif untuk pergi dari hadapan Rangga.

Namira beranjak ke dapur, biarlah Hanna menghabiskan waktu dengan papanya.

Di dapur, terlihat Mbok Dasmi sedang menyiapkan sesuatu untuk dimasak. Daripada nganggur, mending Namira bantu dia. Toh, Hanna sudah bersih wangi, dan sudah minum susu.

"Eh eh, mau ngapain, Namira?" tanya Simbok.

"Mau bantu-bantu, Mbok. Hanna lagi sama papanya,"

Tangan Namira bergerak ke baskom yang dipenuhi cabe. Ia mau petik cabe-cabe itu agar Simbok bisa mengambil sesuai yang diperlukan nanti. Namun, tangan Simbok lebih dulu menghentikan tangan gadis itu, hal itu membuat Namira mengerutkan kening.

Ia tak tak mengerti maksud Simbok menghentikan tangannya. Apa memang ia tidak suka pekerjaannya dicampur oleh tangan orang lain? Atau ia merasa berkuasa atas status seniornya dan bisa memperlakukan bawahan sesukanya?

Namira masih menatap, tapi kini Simbok memberikan jawaban dengan gelengan kepala. Perlahan tangan Namira berpindah dari baskom itu.

"Jangan, Nami!" tegas Simbok.

"Jangan pegang cabe, kunyit atau hal semacamnya."

"Tapi kenapa, Mbok?" tanya Namira bingung.

Sejenak Simbok melihat ke pintu dapur, memastikan bahwa tak ada ada yang mendengar obrolan mereka.

"Tuan pernah pecat orang jaga Hanna karena Nemu semut di susunya. Dipecat juga karena nemu sedikit rambut dalam botol susu. Terus pernah juga juga dipecat karena Hanna nangis, pas dicek ternyata badan Hanna merah-merah, karena yang jagain habis pegang cabe. Mungkin Hanna merasa perih, tapi sebagai bayi ia tak bisa mengatakan selain nangis. Pernah juga bagian badan Hanna kuning gitu, habis pegang kunyit dia pegang Hanna." Panjang lebar Simbok menjelaskan.

"Tuan terlalu over dalam menjaga Hanna, gak boleh ini gak boleh itu. Hal yang bagi kita sepele, dia bisa besar-besarkan. Gak ada sesuatu yang boleh menyentuh Hanna. Tuan sesayang itu sama anaknya," jelasnya lagi.

"Owh," Namira manggut-manggut. Baru paham apa maksud Simbok.

"Maaf ya, Mbok. Udah buruk sangka tadi," kata Namira menyesal.

"Gapapa, Nak. Semoga kamu betah di sini, dan tolong ingat yang saya katakan tadi. Harus hati-hati banget sama Tuan," pesan Simbok.

"Iya, Mbok. Namira pengen bertahan di sini, biar gak pusing nyari kerjaan."

Syukurlah Simbok memperingatkannya, setidaknya Namira bisa lebih berhati-hati.

"Potong sayur aja kalau mau bantu, jangan bumbu-bumbu, biar Simbok aja." 

Namira mengangguk, dan langsung memotong buncis yang ada di dalam keranjang.

"Oiya, Mbok. Apa Tuan memang sedingin itu? Aku main sama Hanna, terus dia minta gendong, tapi gak bilang apa-apa, cuma merentangkan tangan aja," kata Namira.

"Sebenarnya enggak, Nami. Sekarang aja dia begitu, dulu enggak!"

Namira manggut-manggut lagi. Mungkin ada hal yang menyebabkannya berubah, atau makin ke sini mungkin kerjaannya makin banyak.

"Mamanya Hanna kerja di luar negeri apa gimana, Mbok? Kok aku gak pernah liat selama beberapa hari di sini?" tanya Namira penasaran. Soalnya dari kapan waktu ia tak pernah melihat istri dari tuannya.

Simbok menatap Namira sebelum menjawabnya. Namun, tiba-tiba saja Inem datang dan membawa sesuatu.

"Mau bikin minum," kata Inem.

"Buat siapa?" tanya Simbok.

"Biasa," jawab Inem. Sementara Simbok hanya mengangguk.

Lalu terdengarlah suara yang begitu akrab mengobrol dnegan Rangga dan Hanna. Karena penasaran, Namira keluar dari dapur, pura-pura mau lihat Hanna,

Di sana telrihat seorang perempuan cantik, rambut ikal panjang, bertubuh tinggi dengan dress sebatas betis menutup tubuh indahnya.

Penampilannya bak model ternama. Ah, pasti keturunan orang kaya, sangat terlihat dari penampilannya.

"Kangen banget sama kamu, Sayang," katanya sambil merentangkan tangan ingin menggendong Hanna. Tak lama kemudian, hujanan ciuman mendarat di pipi chubby milik Hanna.

"Hanna apa kabar, Sayang? Ummmm makin gemessss," kata perempuan itu lagi.

"Kita jalan-jalan bentar ya," kata perempuan itu sambil membawa Hanna ke luar entah ke mana. Namira melihat Rangga mengikuti keduanya.

Setelah mengintip, Namira balik lagi ke dapur sama Simbok, lanjut lagi bantu-bantu.

"Cantik banget ya, Mbok. Kulitnya putih bersih MaasyaaAllah, hidunganya, matanya, beeeuh serasi banget emang sama Tuan." Namira memuji perempuan itu. Tak hanya cantik, tapi kelihatannya juga lembut.

"Namanya siapa, Mbok?" tanya Namira.

"Siapa?" Simbok balik bertanya.

"Itu, istrinya Tuan Rangga," kata Namira.

Simbok malah tersenyum pada Namira.

"Tuan Rangga itu duda, Nami. Itu temannya, namanya Raline."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 36

    Namira 36.Seminggu sudah Rangga terbaring di ranjang. Lelaki itu jatuh sakit setelah kejadian yang menimpanya dengan Namira.Hanna dirawat oleh asisten rumah tangga, tidurnya sama Keira karena tak tega dibiarkan Hanna tidur sendiri. Kegiatan Keira dan mama pun jadi lebih padat dan sibuk di kantor karena tak ada Rangga.Rangga sedang sakit.Bu Kinanti tetap memberitahu pada Namira bahwa suaminya sedang sakit.Semoga Mas Rangga lekas sembuh, Hanya itu balasan dari Namira, yang tentu membuat mertuanya semakin risau akan keadaan rumah tangga mereka. Namira bahkan tak mengeluh dia menginginkan apa, ia tak lagi banyak bercerita tentang apa yang dia rasakan dan inginkan.Baginya, semua yang terjadi cukup menjelaskan terkoyaknya hati sebagai seorang perempuan.Bukan hal mudah melalui rumah tangga yang dipimpin oleh lelaki yang belum selesai dengan masa lalunya. Belum lagi rasa tak berharga dirinya saat Rangga menyentuhnya, tapi menyebut nama perempuan lain.Namira bahkan tak menjenguk suam

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 35

    Namira 35.“Kamu apain Namira?” tanya Bu Kinanti pada putranya yang baru pulang dengan keadaan basah kuyup. Tatapan sang mama seolah siap menerkam. Namun, suaranya tetap ditahan.Langkah Rangga begitu gontai dan lesu. Begitu ia masuk, ia disambut oleh pertanyaan mamanya.Beberapa waktu lalu, Bu Kinanti terjaga karena mendengar tangis Hanna yang cukup keras. Bayi itu seolah paham apa yang sedang terjadi antara mama dan papanya.Wanita paruh baya itu bangun, dan merasa aneh, karena tak biasanya Hanna menangis seperti itu. Apalagi kalau ada Namira di dalam kamar, pasti sudah diam sejak tadi.Tak enak hati, wanita itu keluar dari kamarnya dna mengecek ke kamar Rangga di tempat sekarang bayi itu tidur. Pintu kamar terbuka setengah, seperti tak ada penghuni. Tak biasanya pintu kamar mereka dibuka seperti itu. Lalu, Bu Kinanti masuk setelah beberapa kali mengetuk dan memanggil tapi tak ada sahutan.Betapa terkejutnya wanita itu saat melihat kamar yang kosong, hanya ada Hanna di ranjang keci

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 34

    Namira 34.Namira mengikuti Rangga setelah ia minta tolong pada sopir yang sudah terjaga, karena memang waktunya sudah hampir subuh.“Ikutin, Tuan Rangga ya, Pak!” kata Namira saat ia naik mobil.Sopir keluarga itu hanya diam dan sejenak menatap Namira bingung. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada majikannya, tapi tetap merasa ada hal yang tidak beres. Namun, sebagai pekerja, ia tetap harus menuruti permintaan majikannya.Mobil melaju membelah jalanan yang nyatanya tak sesepi itu juga, meskipun tak padat seperti siang hari.Namira mulai menangis dan memalingkan wajahnya ke jendela. Hatinya sakit melihat Rangga yang terbangun langsung pergi setelah apa yang terjadi semalam. Seolah memang tak ada kesenangan sama sekali. Seolah memang ia tak ada harganya sama sekali.Pak sopir masih fokus mengendarai. Ia juga tak bertanya atau berbicara, karena keadaan yang terbaca sungguh tak memungkinkan.Sempat terlintas di benaknya ingin menghubungi Bu Kinanti untuk memberitahu bahwa Namira dan Rangg

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 33

    Namira 33.Tujuh bulan sudah usia pernikahan Rangga dan Namira, tapi lelaki itu masih belum menunjukkan sikap yang seharusnya pada sang istri.Rangga masih abai dan kerap tak acuh pada Namira, bahkan saat Hanna sedang bersama Namira, yang diajak bicara hanya Hanna. Namira seolah dianggap tak ada di dekatnya.Lain lagi saat mereka bersama sang mama, Rangga bersikap layak pada Namira.Pun Namira sangat sering ditanyai Bu Kinanti tentang hubungan mereka, tapi gadis itu kerap kali berbohong dan mengatakan mereka baik-baik saja. Namira hanya ingin ia sendiri yang nantinya bisa mengetuk pintu hati Rangga untuk dibuka untuknya.Namira hanya terhibur dengan Hanna, atau saat ia bertanya pada adiknya.“Kuliahnya gimana?” tanya Namira.“Lancar, Kak. Bu Kinanti baru aja ngirim uang saku. Uang semester juga udah dilunasin,” kata Ziyad.Lega sudah pikiran Namira.Ia sendiri belum bisa bilang cinta, meski jujur setiap kali melihat Rangga ada debar yang berbeda dalam hatinya. Setiap kali Rangga meng

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 32

    Namira 32.“Dan … pada akhirnya Cinderella pun hidup bahagia bersama sang pangeran.”Namira mengakhiri cerita dongeng legendaris itu pada Hanna. Bayi itu pun mulai tertidur setelah Namira manjakan sambil puk puk dan cerita.Sejak Namira menjadi ibu sambungnya, Hanna diminta untuk tidur bersamanya, tak lagi tidur sendirian di kamar bawah. Hal itu diminta Namira agar ia lebih mudah mengurusi anak itu.Ia juga takut karena Hanna sudah lancar berjalan dan mulai memanjat apa yang ada. Namira takut jika Hanna memanjat tempat tidur dan malah jatuh kalau dibiarkan dia tidur sendirian.Pun, di ranjang yang luas itu, Namira hanya tidur sendirian. Tanpa pelukan hangat dari Rangga, tanpa perlakuan manja sebagai suami istri semestinya.Rangga masuk ke kamar, sekilas ia melirik Hanna yang sudah tertidur. Ia mendekat padanya perlahan, dan mencium pipinya yang menggemaskan itu. Sempat tatapan Rangga dan Namira bertabrakan karena jarak mereka yang dekat. Namun, Rangga segera mengalihkan pandangan ta

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 31

    Namira 31.Keesokan harinya, usai makan siang di hotel, Rangga mengantar keluarga Namira untuk kembali ke rumahnya.Rangga masih ingat jalannya yang sempit dan masuk gang. Ia juga masih ingat bau sampah yang sedikit mengganggu indera penciumannya. Namira memang tinggal di daerah yang bukan tempat tumpukan sampah sebenarnya, tapi tempat di mana orang-orang di sekitar mengumpulkan barang rongsokan untuk dijual kembali.Mereka tiba di rumah Namira. Anak-anak yang sedang mengumpulkan botol minuman bekas sejenak menghentikan aktivitasnya saat melihat mobil Rangga berhenti di depan gang.Terlihat jelas raut wajah mereka yang senang melihat kedatangan orang kaya di perkampungan mereka.Wajah dekil bercampur keringat yang membuat Rangga iba. Ia juga melihat sebagian dari mereka masih mengenakan pakaian sekolah yang sudah kusam dan mungkin bau.Rangga mengeluarkan dompetnya, lalu ia ambil beberapa lembar uang untuk diberikan pada mereka. Sebelumnya, Rangga menatap Namira untuk meminta pendapa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status