Share

Bab 6

Penulis: El Baarish
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-08 23:23:15

Namira 6

.

Sepuluh hari kemudian.

Namira menyandarkan wajahnya di kaca mobil seraya menikmati pemandangan jalan di seberang sana. Setelah kesepakatan beberapa hari yang lalu, ia memutuskan untuk menghubungi Bu Kinanti agar dijemput untuk memulai kerja.

Ia berangkat dengan sopir majikannya itu pagi-pagi sekali, karena memang Namira akan mulai bekerja hari itu juga.

Luka di wajahnya sudah berangsur pulih, hanya tersisa sebagian bekas yang belum mengelupas. Ia rutin mengoleskan salep dan minum obat. Untuk saat ini bekas putih lukanya sedikit berbeda dengan wajah putih aslinya, tapi tak mengapa nanti perlahan akan sama rata.

"Hati-hati di rumah orang ya, Nak. Jangan lupa telepon ibu," pesan sang ibu saat Namira akan pergi.

Pasti berat untuk Bu Farida, ibu Namira, untuk melepaskan anak gadisnya. Pasalnya Namira kerja menjadi baby sitter yang tentunya harus tinggal di rumah itu. Namun, tak ada pilihan lain untuk orang-orang seperti mereka.

"InsyaAllah, Bu. Doakan Namira selalu," katanya sambil memeluk ibu.

"Ziyad juga, tetap rajin belajar ya. Kakak usahakan pulang sebulan sekali."

Ziyad hanya mengangguk. Salah satu semangatnya untuk terus belajar adalah Namira. Api semangat yang dikobarkannya sangat berpengaruh untuk Ziyad. Remaja itu tak tega melihat kakaknya yang masih muda, terus bekerja keras untuk hidup mereka.

Ziyad ingin cepat dewasa, ingin segera bisa meringankan beban Namira entah dengan cara apa.

Rencana awal, Namira akan menunggu sampai dua Minggu, sampai lukanya benar-benar sembuh. Namun, ia juga tak bisa melihat ibunya susah. Susah memikirkan hari ini makan apa, besok makan apa. Sisa uang Namira sudah dibelikan beras beberapa kilo, dan waktu itu Bu Kinanti juga menyerahkan uang sebanyak lima ratus ribu, katanya buat beli obat Namira. Padahal obatnya sudah siap sedia dengan kualitas yang bagus.

Hanya itu uang yang mereka punya, Nami perkirakan harus cukup untuk bulan depan ia gajian.

Namun, nyatanya kebutuhan tak seperti yang diperkirakan. Namira harus menggunakan uang itu untuk membayar beberapa keperluan Ziyad di sekolah, termasuk beli kuota internet.

Pagi itu, Namira terbangun dengan sedikit rasa pusing. Ia melangkah ke dapur, mencari ibunya karena tak terdengar suaranya di rumah.

Tak ada siapa-siapa di rumah, yang membuat hatinya seketika bersedih saat menduga ibunya pergi ke mana.

Siangnya, sang ibu pulang dan Namira langsung bertanya.

"Ibu cuci baju orang lagi ya?" tanyanya.

Bu Farida hanya diam. Tak dijawab pun Namira sudah bisa menebak. Di seberang jalan sana, ada kompleks orang kaya, yang rata-rata ibu-ibu PNS atau istri dari tentara polisi. Bagi Bu Farida, mereka orang kaya, yang terlalu sibuk dan terkadang tak sempat mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Jadi, saat merasa sehat atau bohong lagi sehat, Bu Farida meminta kerja pada mereka.

"Ibu cuci kalau lagi sanggup aja, Nami. Hari ini ibu merasa sehat," katanya.

"Nanti uangnya bisa untuk beli beras lagi, udah mau habis berasnya," tambah sang ibu.

Kini Namira yang terdiam. Tanpa kata, ia membalikkan badan dan masuk ke kamar. Setetes air mata meluncur di pipinya, gadis itu merasa terlalu lama beristirahat, ia merasa tak berguna di saat ia sudah berjanji pada diri sendiri bahwa ibunya tak boleh kerja berat lagi.

Bu Farida mengalami penyakit gastritis akut, yang kalau kelelahan bisa membuatnya kambuh. Ia bisa pusing, muntah atau bahkan pingsan.

Namira masuk ke kamar, sementara ibunya hanya menatap punggung gadis itu yang mulai terguncang.

Ia tahu, banyak kesedihan dan kekalahan yang dirasakan anak gadisnya sejak kecil, dan Bu Farida tak mampu menghapusnya. 

Mereka hanya bisa saling sayang dengan cara yang seperti itu. Cara yang tak akan membiarkan satu sama lain bersedih. Tapi … ada keadaan yang terkadang tak bisa dikendalikan.

.

Mobil memasuki pekarangan rumah elit, lalu benar-benar masuk ke halaman rumah mewah berlantai dua dengan tanaman bonsai berjejer di sisi paving. 

Namira menarik napas dalam-dalam, menghirup udara yang ia dapatkan dari sekitarnya. Mulai hari ini ia masuk dalam dunia yang baru dari sebelumnya.

Ini memang pertama kali ia menjadi seorang baby sitter, biasanya kalau bukan di cafe ya jadi karyawan minimarket. Atau kerja di tempat loundry. 

Ia menyukai anak-anak, dan berharap nantinya Hanna anteng sama dia.

Namira turun dari mobil dan disambut oleh Bu Kinanti. Gadis itu mencium tangan perempuan paruh baya itu, salam penyambutan.

"Bagaimana, Namira? Sudah sehat?" tanya Bu Kinanti.

Namira hanya mengangguk sambil tersenyum. Lalu, Bu Kinanti sedikit menyingkap bagian atas jilbab Namira untuk melihat bekas lukanya.

"Nanti saya akan suruh Rangga belikan salep yang lebih bagus lagi, biar gak belang wajah kamu." 

"Salep yang itu belum habis, Bu," kata Namira.

"Gak apa-apa, biar cepat kembali warna kulitmu."

Namira menurut saja, toh dia tidak minta, hanya ditawarkan.

Sementara Bu Kinanti benar-benar merasa bersalah, ia mau ciptaan Tuhan yang secantik Namira harus kembali seperti sediakala.

Namira diajak Bu Kinanti untuk jalan-jalan keliling rumah itu sambil mengarahkan apa saja kerjanya di sini, jam berapa Hanna biasanya bangun dan makan, lalu tidur lagi. Ia menjelaskan banyak hal, bahkan terkadang mengenalkan pekerja lain yang berpapasan saat mereka jalan.

"Itu Mang Saleh, tukang kebun di rumah ini," ucap Bu Kinanti.

Namira hanya tersenyum pada lelaki paruh baya yang sedang membersihkan tanaman di halaman.

"Yang tadi buang sampah tuh namanya Inem, dia tugasnya bersih-bersih. Nah, yang waktu manggil kamu buat makan, itu namanya Mbok Dasmi, dia yang paling lama kerja di sini. Tugasnya cuma urusan masak," kata Bu Kinanti lagi.

Namira sedikit tertawa miris dalam hatinya. Beruntung sekali ya ditakdirkan hidup menjadi orang kaya. Segala pekerjaan udah ada yang ngurusin. Berbeda dengannya, yang apa-apa harus sendiri.

"Semua pekerja di sini aman dan rukun, saya harap kamu juga bisa seperti mereka ya." 

Ya, dari yang terlihat, Namira bisa menyimpulkan bahwa Bu Kinanti ini cinta damai.

Setelah itu, barulah Namira diajak ke kamar Hanna.

"Assalamualaikum, Hanna," ucap Namira dengan semringah.

Hanna yang merasa ada yang memanggilnya pun menoleh. Ia baru bangun di tempat tidur kecilnya. Tempat tidur persegi yang seluruh bagian atasnya ada pembatas agar bayi itu tidak jatuh ke bawah.

Hanna terbiasa tidur sendiri, kamarnya dekat dengan kamar ART dan kamar Bu Kinanti, jadi kalau bangun tengah malam dan nangis, mereka bisa dengar.

Sementara kamar Rangga berada di atas.

Namira mendekat, dan menatap wajah mungil itu. Pipinya tembem, kulitnya putih, hidungnya mancung, rambutnya kriwil. Pemandangan itu membuat Namira tersenyum gemas.

"Hai, Hanna sayang. Kenalin ini Kak Namira, teman baru kamu. Semoga senang ya," kata Bu Kinanti seraya mengecup pipinya.

"Oke, Namira.

Kamu bisa memulai tugasmu," katanya lagi, lalu keluar dari kamar.

Namira mengangguk mengerti maksudnya. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 36

    Namira 36.Seminggu sudah Rangga terbaring di ranjang. Lelaki itu jatuh sakit setelah kejadian yang menimpanya dengan Namira.Hanna dirawat oleh asisten rumah tangga, tidurnya sama Keira karena tak tega dibiarkan Hanna tidur sendiri. Kegiatan Keira dan mama pun jadi lebih padat dan sibuk di kantor karena tak ada Rangga.Rangga sedang sakit.Bu Kinanti tetap memberitahu pada Namira bahwa suaminya sedang sakit.Semoga Mas Rangga lekas sembuh, Hanya itu balasan dari Namira, yang tentu membuat mertuanya semakin risau akan keadaan rumah tangga mereka. Namira bahkan tak mengeluh dia menginginkan apa, ia tak lagi banyak bercerita tentang apa yang dia rasakan dan inginkan.Baginya, semua yang terjadi cukup menjelaskan terkoyaknya hati sebagai seorang perempuan.Bukan hal mudah melalui rumah tangga yang dipimpin oleh lelaki yang belum selesai dengan masa lalunya. Belum lagi rasa tak berharga dirinya saat Rangga menyentuhnya, tapi menyebut nama perempuan lain.Namira bahkan tak menjenguk suam

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 35

    Namira 35.“Kamu apain Namira?” tanya Bu Kinanti pada putranya yang baru pulang dengan keadaan basah kuyup. Tatapan sang mama seolah siap menerkam. Namun, suaranya tetap ditahan.Langkah Rangga begitu gontai dan lesu. Begitu ia masuk, ia disambut oleh pertanyaan mamanya.Beberapa waktu lalu, Bu Kinanti terjaga karena mendengar tangis Hanna yang cukup keras. Bayi itu seolah paham apa yang sedang terjadi antara mama dan papanya.Wanita paruh baya itu bangun, dan merasa aneh, karena tak biasanya Hanna menangis seperti itu. Apalagi kalau ada Namira di dalam kamar, pasti sudah diam sejak tadi.Tak enak hati, wanita itu keluar dari kamarnya dna mengecek ke kamar Rangga di tempat sekarang bayi itu tidur. Pintu kamar terbuka setengah, seperti tak ada penghuni. Tak biasanya pintu kamar mereka dibuka seperti itu. Lalu, Bu Kinanti masuk setelah beberapa kali mengetuk dan memanggil tapi tak ada sahutan.Betapa terkejutnya wanita itu saat melihat kamar yang kosong, hanya ada Hanna di ranjang keci

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 34

    Namira 34.Namira mengikuti Rangga setelah ia minta tolong pada sopir yang sudah terjaga, karena memang waktunya sudah hampir subuh.“Ikutin, Tuan Rangga ya, Pak!” kata Namira saat ia naik mobil.Sopir keluarga itu hanya diam dan sejenak menatap Namira bingung. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada majikannya, tapi tetap merasa ada hal yang tidak beres. Namun, sebagai pekerja, ia tetap harus menuruti permintaan majikannya.Mobil melaju membelah jalanan yang nyatanya tak sesepi itu juga, meskipun tak padat seperti siang hari.Namira mulai menangis dan memalingkan wajahnya ke jendela. Hatinya sakit melihat Rangga yang terbangun langsung pergi setelah apa yang terjadi semalam. Seolah memang tak ada kesenangan sama sekali. Seolah memang ia tak ada harganya sama sekali.Pak sopir masih fokus mengendarai. Ia juga tak bertanya atau berbicara, karena keadaan yang terbaca sungguh tak memungkinkan.Sempat terlintas di benaknya ingin menghubungi Bu Kinanti untuk memberitahu bahwa Namira dan Rangg

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 33

    Namira 33.Tujuh bulan sudah usia pernikahan Rangga dan Namira, tapi lelaki itu masih belum menunjukkan sikap yang seharusnya pada sang istri.Rangga masih abai dan kerap tak acuh pada Namira, bahkan saat Hanna sedang bersama Namira, yang diajak bicara hanya Hanna. Namira seolah dianggap tak ada di dekatnya.Lain lagi saat mereka bersama sang mama, Rangga bersikap layak pada Namira.Pun Namira sangat sering ditanyai Bu Kinanti tentang hubungan mereka, tapi gadis itu kerap kali berbohong dan mengatakan mereka baik-baik saja. Namira hanya ingin ia sendiri yang nantinya bisa mengetuk pintu hati Rangga untuk dibuka untuknya.Namira hanya terhibur dengan Hanna, atau saat ia bertanya pada adiknya.“Kuliahnya gimana?” tanya Namira.“Lancar, Kak. Bu Kinanti baru aja ngirim uang saku. Uang semester juga udah dilunasin,” kata Ziyad.Lega sudah pikiran Namira.Ia sendiri belum bisa bilang cinta, meski jujur setiap kali melihat Rangga ada debar yang berbeda dalam hatinya. Setiap kali Rangga meng

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 32

    Namira 32.“Dan … pada akhirnya Cinderella pun hidup bahagia bersama sang pangeran.”Namira mengakhiri cerita dongeng legendaris itu pada Hanna. Bayi itu pun mulai tertidur setelah Namira manjakan sambil puk puk dan cerita.Sejak Namira menjadi ibu sambungnya, Hanna diminta untuk tidur bersamanya, tak lagi tidur sendirian di kamar bawah. Hal itu diminta Namira agar ia lebih mudah mengurusi anak itu.Ia juga takut karena Hanna sudah lancar berjalan dan mulai memanjat apa yang ada. Namira takut jika Hanna memanjat tempat tidur dan malah jatuh kalau dibiarkan dia tidur sendirian.Pun, di ranjang yang luas itu, Namira hanya tidur sendirian. Tanpa pelukan hangat dari Rangga, tanpa perlakuan manja sebagai suami istri semestinya.Rangga masuk ke kamar, sekilas ia melirik Hanna yang sudah tertidur. Ia mendekat padanya perlahan, dan mencium pipinya yang menggemaskan itu. Sempat tatapan Rangga dan Namira bertabrakan karena jarak mereka yang dekat. Namun, Rangga segera mengalihkan pandangan ta

  • MENANTI HATI MAJIKAN YANG TERPAKSA KUNIKAHI   Bab 31

    Namira 31.Keesokan harinya, usai makan siang di hotel, Rangga mengantar keluarga Namira untuk kembali ke rumahnya.Rangga masih ingat jalannya yang sempit dan masuk gang. Ia juga masih ingat bau sampah yang sedikit mengganggu indera penciumannya. Namira memang tinggal di daerah yang bukan tempat tumpukan sampah sebenarnya, tapi tempat di mana orang-orang di sekitar mengumpulkan barang rongsokan untuk dijual kembali.Mereka tiba di rumah Namira. Anak-anak yang sedang mengumpulkan botol minuman bekas sejenak menghentikan aktivitasnya saat melihat mobil Rangga berhenti di depan gang.Terlihat jelas raut wajah mereka yang senang melihat kedatangan orang kaya di perkampungan mereka.Wajah dekil bercampur keringat yang membuat Rangga iba. Ia juga melihat sebagian dari mereka masih mengenakan pakaian sekolah yang sudah kusam dan mungkin bau.Rangga mengeluarkan dompetnya, lalu ia ambil beberapa lembar uang untuk diberikan pada mereka. Sebelumnya, Rangga menatap Namira untuk meminta pendapa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status