Home / Rumah Tangga / MENANTU AMBURADUL / BERTEMU MANTAN KEKASIH

Share

BERTEMU MANTAN KEKASIH

Author: Vina Achfas
last update Last Updated: 2023-07-04 16:03:46

Bab 7

(Mas tolong antarkan kami kontrol besok ya)

Ada pesan masuk di handphone milik Mas Yusuf. Kulihat nama pengirimnya adalah Raihan. 

(Jam berapa?) balasku. 

(Pukul 18.00 Wib Mas. Bisa nggak?) Raihan kembali mengirimkan balasan. 

Pukul 20.00 Wib tadi Mas Yusuf sudah terlelap dalam tidurnya, mungkin karena dia sangat kelelahan. Biasanya dia tidur setelah mataku terpejam. Tepatnya diriku sering tidur lebih awal darinya. Karena bimbang, ku biarkan pesan ini tanpa balasan, takut nanti salah jawab. Siapa tahu Mas Yusuf belum mau ke rumah Ibu. Atau ada jam masuk kerja awal mungkin? Entahlah, biarkan saja, nanti malah Aku yang salah. 

Ku tatap wajah lelah Mas Yusuf . Aku belai rambut hitamnya dengan lembut, bersyukur rasanya memiliki seseorang sepertinya.

“Terimakasih Mas, sudah melindungiku dari keluargamu.” ucapku sembari mengusap air mata yang tiba-tiba saja mengalir di pipi.

“Aku kira, Tuhan salah kasih jodoh. Karena kamu dulu tidak pernah ingin belajar memahami keadaan. Tapi sekarang aku mengerti, kenapa Tuhan kirimkan kamu dalam hidupku. Kamu adalah orang yang berarti.” tuturku dengan derai air mata. Entah kenapa jika membahas tentang perlindungan seorang istri di hadapan keluarga suami, adalah hal sensitif yang pasti membuat perasaanku luluh lantak. Sejahat ini kah dunia pernikahan? 

Betapa terkejutnya Aku melihat kedua pasang mata Mas Yusuf tiba-tiba saja terbuka. Dia terbangun lalu mengecup keningku, menghapus air mataku, dan menyelimuti tubuhku karena dingin. “Maaf ya, De’... Mas terlambat melindungimu. Mungkin sudah banyak hal yang melukai hatimu. Mas sudah banyak dengar tentang perlakuan keluargaku ke kamu. Masalah Mandul dan lain sebagainya yang menyakitkan untuk di dengar.” ia menguraikan kalimat yang menambah deras laju air mata ini. Tembok pertahananku runtuh seketika, mendengar apa yang baru saja terucap dari mulut pasanganku. 

Pelukan Mas Yusuf semakin membuatku terharu dan terasa hangat. Ini sebenarnya yang ku harapkan. Memiliki pasangan yang bisa memahami pasangannya. Setidaknya ada satu bahu tempatku bersandar dan berlindung dari mereka yang bersikap tidak baik kepadaku.

Kami berbincang cukup lama, membahas sesuatu yang memang menyesakkan dada. Mas Yusuf sudah banyak tahu, itu artinya rasa kepeduliannya terhadapku kini semakin tinggi. Dibandingkan sikapnya dulu di awal-awal yang seolah berat sebelah. Karena banyaknya bujuk rayu dari keluarganya, terutama ibu kandungnya yang terus memberikan racun kepadanya. 

“Terimakasih, ya, Mas,” ucapku tulus.

“Iya sama-sama Sayang. Ayo tidur... sudah larut malam.” 

“Iya, Mas.”

🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿

Setelah sarapan pagi, Aku ikut Mas Yusuf pergi ke tempat ibunya untuk mengantarkan mobil. Mas Yusuf takut jikalau nantinya pulang kerja harus lembur dan tidak bisa mengantar adiknya periksa. 

Sampailah kami di teras depan halaman rumah Ibu. Betapa terkejutnya kami melihat pemandangan yang kurang pantas rasanya. Raihan tampak sedang menyapu dan mengepel lantai. Meskipun anak perempuannya sedang sakit, setidaknya Ibu tidak membiarkan anak lelakinya melakukan itu semua. Bagaimana nanti jika orang tua Raihan melihat? Apakah tidak terfikir di benak Ibu? Atau memang hal semacam ini sudah biasa dia lakukan di rumah mertuanya? Entahlah. 

“Ini kuncinya, Han. Aku tinggal dulu ya, mau antar istriku ke tempat saudaranya. Sekalian jalan ke kantor.” Mas Yusuf tampak tergesa-gesa  berpamitan dan segera memberikan kunci mobilnya kepada adik ipar. 

“Ibu dimana, Han?” tanyaku berbisik.

“Masih tidur mbak, Mia juga.” jawabnya.

“Hah? Serius? Jadi jam segini kamu mau berangkat kerja belum sarapan?” tanyaku makin penasaran. 

“Hehehe paling nanti aku sarapan di kantor Mbak.” serunya mengejutkan.  

“Sebentar ya,” pintaku, lalu kucari kotak bekal di tas warna biru yang tadinya mau dibawa oleh mas Yusuf. 

“Ini, kamu makan. Ada nasi, lauk dan buah. Bawa saja ke kantor buat sarapan. Dari pada beli.” Kusodorkan bekal itu untuk Raihan. Meski dia awalnya menolak, tapi kami paham dia pasti kelelahan dan perutnya sudah  lapar mengerjakan semua pekerjaan rumah ini. 

"Ayo keburu siang." ajak Mas Yusuf. 

“Ya sudah, kami jalan dulu, ya. Salam buat Mia dan Ibu. Kalau mereka tanya bilang saja tadi kami kesini pas mereka masih tidur. Oke, Han? Hati-hati nanti, jangan ngebut.” cerocosku panjang lebar. 

“Makasih ya, Mas, Mbak.” balas Raihan. 

Sepanjang jalan aku hanya diam seribu bahasa, tanpa berselera bicara dengan Mas Yusuf. Aku masih syock dengan perbedaan kelakuan Ibu mertuaku ketika ada menantu perempuan dan laki-laki. Kenapa serba terbalik. Kenapa menantu lelaki malah ditekan untuk melakukan banyak pekerjaan rumah yang biasanya beliau pikir seharusnya dilakukan oleh seorang anak perempuan? Lalu bagaimana dengan Mia yang merupakan anak perempuan? Kenapa dia dibiarkan menjadi ratu di rumah tersebut? Sementara diriku? Mbak Rini? Hanya dijadikan babu oleh ibu mertua. Seistimewa itu kah anak kandung beliau di mata Bu Ilma? Jahat! Umpatku. 

Ya, memang kondisinya anak perempuannya sekarang sedang berada ditahap pemulihan, tapi apakah benar jika semua tugasnya digantikan oleh suaminya? Mana masih pada molor juga yang lain, sementara dia sudah bersih-bersih rumah. Benar-benar enggak habis pikir. Jika Raihan adik kandungku, aku pasti sudah bawa dia pulang beserta istrinya ke rumah. Rasanya tak tega. Batinku protes. 

“Kasian Raihan, ya, De’.” Mas Yusuf memulai obrolan. 

“Hmmm...” balasku masih bad mood. 

“Aku tahu, kamu pasti sedang memikirkan dia. Sorry ya, atas kelakuan Ibu dan Adikku.”

“Harusnya tadi kamu ngomong sama Raihan sendiri. Kenapa jadi ke Nisa, Mas?” sungutku. 

“Mas enggak bisa berkata-kata tadi di depan dia. Mas pikir Mia harusnya bisa bangun sebentar untuk meladeni suaminya. Setidaknya membuat sarapan, kan bukan pekerjaan yang berat. Ada roti dan makanan lain yang gampang untuk dibikin. Bisa juga beli. Ini Raihan udah kerjain pekerjaan rumah, nyapu, ngepel, nyuci, njemur, malah ditinggal tidur.” keluh Mas Yusuf. 

“Entahlah, Mas. Kemana perginya perasaan Ibu dan Adikmu?" celotehku. 

“Entahlah De’.”

Perasaan mereka perginya ke selokan kali ya, jadi ngikut sama air kencing buangan manusia, lalu lenyap di telan bumi. Makanya enggak pada punya perasaan. Gerutuku sepanjang jalan. Semoga saja Mas Yusuf tidak punya indera ke enam. Jadi enggak bisa baca batin istrinya yang sedang mengutuk. Hahahaha.

___________

“Hallo Mas Rama, Mbak Rini. ini ada bingkisan dari Mama buat khaity.” sapaku kepada kedua Ipar. 

“Oh, terimakasih De’. Silakan masuk Ma, Pa, Yusuf. Nisa..”

"Makasih, Mas." sahutku. 

Kami berempat dipersilahkan masuk ke rumah oleh Mas Rama. Sepulang kerja mas Yusuf dan orang tuaku kuajak untuk menjenguk baby Khaitylin. Maklum, dari kemarin kami belum sempat membelikan sesuatu. Jadi sekalian saja ku ajak orang tuaku untuk menemani kami berdua. Lagian Mama dan Papa juga senang kalau diajak jenguk bayi. Itung-itung bisa latihan gendong cucu. Hehehehe. 

“Mama sama Papa, sehat?” tanya mbak Rini saat kami semua sudah duduk di sofa ruang tamu. 

“Alkhamdulillah sehat. Rini gimana? Udah sembuh lukanya?” Mama balik bertanya. 

“Tadi siang sudah kontrol ke Dokter, Ma, alkhamdulillah lukanya sudah kering. Bagus katanya.” 

“Syukurlah, itu artinya kamu makan makanan yang bergizi. Biasanya kan banyak tuh yang selepas lahiran disuruh makan nasi putih saja. Lauknya sayur bening saja. Ikan, ayam dan segala macem lauk yang amis-amis enggak boleh, katanya bikin Asi dan bau Bayinya Amis. Terus enggak boleh minum air putih banyak-banyak. Pas malem si emak udah enggak boleh minum air. Ya, kan, Rin? Mama bener nggak? Hehehhee.” ucap Mama bawel. 

“Waduuuhh, Mama emang mengerti banget masalah itu. Hehehehhe.” Mbak Rini menimpali. 

“Ngerti dong. Kan Mama juga pengalaman digituin sama orang tua Mama. Tapi Mama sama Papa kerjasama, supaya gimana caranya kebutuhan nutrisi tetap terpenuhi, demi Annisa dulu waktu bayi. Minum juga enggak bisa dibatasi karena takutnya Mama dehidrasi kan, soalnya bayi Mama kenceng bener minumnya. jadi kan takutnya Asinya nggak ada isi.” 

“Waahhh bener juga, harus kompak ya, Ma.” 

“Iya Dong. Pertama kali setelah bayi Mama lahir, yang Mama tanyakan ke Dokter cuma gini. Dok, makanan apa yang saya tidak boleh makan selama menyusui? Terus Dokter jawab, selama saya yang jadi Dokter Ibu, saya tidak pernah melarang makanan apapun untuk ibu makan, selagi porsinya jangan berlebihan. Sesuatu yang berlebihan, kan, tidak baik.” 

“Hehehehee Iya, Ma. Dokter Rini juga bilangnya begitu. Selain yang saya alergi, makanan apapun boleh saya konsumsi. Asal jangan hasil maling katanya. Hahahahaha,” 

“Hahahahaha, kocak ya Dokter kamu.” 

Kami semua ikut tertawa dengan candaan mereka berdua. 

Setelah obrolan serius tapi kocak itu, kami bergantian menggendong khaity. Khaitylin Mukanya cantik mirip mamanya. Hidungnya mancung mirip Mas Rama. 

“Oh iya, tadi Mas Rama lihat Raihan  pakai mobil Yusuf, loh. Ya, kan, Mas?” tanya mbak Rini pada Mas Rama memastikan. 

“Mungkin mau berangkat kerja, Mbak.” Jawab Yusuf. 

“Enggak ah, kayaknya sih ada orang di sebelah dia. Mungkin si Mia kali. Mau kontrol jangan-jangan.” Mbak Rini mulai menebak. 

“Masa’ sih, tadi pagi katanya mau berangkat kerja kok, Mbak. Waktu saya sama Mas Yusuf anterin mobil. Jadwal kontrolnya si Mia kan malem.” jelasku. 

“Oohhh, mungkin Mas Rama salah lihat kali.” 

“Iya mungkin. Soalnya kan rame juga di jalan.” sahut Mas Rama. 

Kami mengobrol dengan tema berbeda, makan cemilan bersama dan bercanda gurau. Heboh memang kalau keluargaku bertemu dengan istri dari kakak iparku ini. Mbak Rini memang lumayan bawel, jadi bisa mencairkan suasana dengan siapapun dia berhadapan. Asyik begitu orangnya, lebih ekstrovert lebih tepatnya. 

Setelah hampir dua jam di rumah Mas Rama dan Mbak Rini. Kami berempat akhirnya berpamitan pulang. 

“Jangan lupa doakan Nisa ya, Rin. Supaya Mama Papa cepet gendong cucu.” seru Mama. Lagi-lagi hatiku patah mendengar ucapan semacam ini. Karena hal seperti ini benar-benar menggambarkan bahwa begitu inginnya Mama memiliki seorang cucu. 

“Hehehehe iya, Ma. InsyaAllah secepatnya bakalan dikasih. Aamiin” 

“Aamiiin....” Semua orang turut mengaminkan.

🌿🌿🌿🌿🌿

Sepulang dari rumah Mbak Rini dan Mas Rama, kami berempat makan malam di salah satu kafe yang biasa kami singgahi waktu sebelum nikah dulu. Suasananya alami banget. Tempatnya luas. Bisa duduk di kursi atau duduk lesehan. Ada penyanyi dan band pengiring juga, lengkap. Cocok untuk makan-makan sekeluarga. 

Setelah memesan beberapa menu makanan, kami menunggu makanan datang sambil menikmati setiap lagu yang disuguhkan para artis lokal yang sedang bertugas. 

Lagu berjudul “Asal Kau Bahagia” milik band Armada yang saat ini sedang kami dengarkan. Seorang wanita berparas cantik, dengan rambut terurai sebahu yang kini sedang serius menyanyikan lagu tersebut. Kami para pengunjung juga boleh menyumbang lagu, jika berkenan. Sepertinya wanita itu juga pengunjung di sini. Kok wajahnya enggak asing ya, batinku. Tapi kuacuhkan. 

“Makanannya sudah datang, Nis, jangan bengong melulu. Ayo makan.” suara Mama mengacaukan lamunan. 

“Asik lagunya, Ma.” bisikku. 

Baru menyantap satu suap nasi dan lauk, tiba-tiba terdengar kalimat persembahan dari penyanyi wanita tadi untuk nama yang sangat ku kenal. 

“Lagu ini saya persembahkan untuk Mas Yusuf Ardiansyah sebagai mantan terindah saya. Semoga dia sekarang sudah jauh lebih bahagia bersama pasangannya.” 

Gemuruh tepuk tangan dari para pengunjung menyadarkanku bahwa wanita itu ternyata mantan dari Mas Yusuf. Pantas saja dari tadi dia tampak menikmati lagunya dan sama sekali tidak mengajakku ngobrol, ternyata yang sedang menyanyi adalah mantan kekasihnya yang tak sengaja bertemu di tempat ini. Sungguh penyesalanku menggebu-nggebu makan di sini. Dan kini, Nafsu makanku hilang diterpa angin. Lenyap begitu saja. 

“Kok enggak di makan, Nis?” tanya Papa. 

“Nisa lagi mual, Pa.”

“Kenapa? Telat makan?”

Aku mengangguk. 

IYA, TELAT MAKAN ORANG, PA! Jawabku dalam hati karena geram. 

Ku pelototi mata Mas Yusuf tapi entah kenapa dia pura-pura tak menyadarinya malah sok asyik ngobrol dengan Mama. Awas saja kamu mas, ku pantatin nanti pas tidur!! Ancamku.

________________

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MENANTU AMBURADUL   SELAMAT JALAN IBU (ENDING)

    MENANTU AMBURADUL 161 (ENDING)Setiap manusia selalu punya pilihan untuk selalu bersikap baik kepada sesama atau justru sebaliknya.___________Takdir hidup terkadang memang mengejutkan. Apalagi dengan terjadinya pendekatan dan rencana pernikahan antara Mimi dan Raihan. Semua orang bahkan diriku sendiri juga kaget. Apalagi mereka yang baru saja tinggal satu rumah dalam hitungan hari. Mimi dulu sempat ingin diadopsi sebagai anak oleh Ibu setelah kematian Mia, tapi rencana Ibu gagal karena tidak mendapatkan persetujuan dari anak-anak lelaki Ibu, kini Ia malah akan dijadikan istri oleh Raihan. Seseorang yang pernah menjadi menantu Ibu.Herannya si Mimi juga bersedia dengan permintaan Raihan yang ingin mempersuntingnya. Entah apapun itu motifnya yang jelas doa terbaik selalu untuk mereka berdua.Jika dengan menikah dengan Raihan membuat Mimi akan bersikap lebih penyayang kepada Fajarina dan Ibu, sungguh itu ide yang bagus. Karena selama ini Ibu sudah di rawat dengan Mimi dengan sepenuh ha

  • MENANTU AMBURADUL   KEJUTAN DI RUMAH RAIHAN

    MENANTU AMBURADUL 160Kulihat betapa senangnya Daffa diperhatikan oleh Mama dan Papa. Daffa juga sangat bahagia karena Mama dan Papa beberapa hari ini tinggal di rumah kami. Dua orang yang memang sejak Daffa kecil sangat dekat dengan Daffa.Dulu, si Sulungku justru malah sering kutinggalkan bersama kedua orang tuaku karena banyak hal. Itu sebabnya suatu waktu Mama pernah memarahiku karena hal tersebut. Karena kesibukanku di duniaku sendiri sehingga sering meninggalkan anakku di tempat Mama.Sering juga kutinggalkan Daffa karena ulah Ibu mertua. Atau masalah keluarga Mas Yusuf yang tak jarang menyita waktuku. Tentang almarhumah Mia, tentang Ibu, atau masalah lainnya.Dari sebab inilah Daffa menjadi lebih dekat dan intensitas kebersamaannya dengan Grandma dan Grandpanya sangat sering."Lagi pada asyik ngapain?" tanyaku pada Papa dan Daffa yang sedang bercengkerama di ruang Tv."Lagi jawab teka-teki silang nih Mom." jawab Daffa."Siapa yang menang?""Nggak ada yang menang, kami jawab b

  • MENANTU AMBURADUL   TAKJIL DARI MERTUA

    MENANTU AMBURADUL 159Mas Rama, Mbak Rini, Khaity dan Mama Papa berpamitan untuk pulang. Berhubung acara buka bersama telah usai. Sebenarnya ingin tarawih berjamaah juga, tapi takutnya kemalaman.Ibu mengamankan diri di kamar, mungkin sedang menyelesaikan beberes barang-barang. Begitu juga Mimi, dia digaji untuk mengikuti kemanapun Ibu akan tinggal.Mungkin tidak lama lagi Mimi bisa bekerja dengan Ibu, karena umur dia sekarang sudah menunjukkan umur seorang wanita yang pantas untuk menikah. Kedua orang tuanya sudah sering mendesak Mimi untuk segera menikah. Tidak peduli bagaimana senangnya Mimi mencari uang.Mungkin kedua orang tua Mimi takut jika nanti Mimi menikah terlalu tua. Apalagi di kampung pasti banyak yang akan ikut berkomentar jika ada anak gadis salah satu warga yang menikah terlalu tua.Aku berpesan kepada Mimi untuk jangan lebih dulu bilang sama Ibu jika memang sudah mau resign dari pekerjaan ini. Karena tahu sendiri pasti Ibu akan merasa gelisah jika diberi tahu di awal.

  • MENANTU AMBURADUL   PERPISAHAN

    MENANTU AMBURADUL 158Tidak ada yang bisa merubah watak seseorang, kecuali dirinya sendiri yang ingin merubahnya.Betapa sulitnya menuruti semua kemauan Ibu. Dari hal sepele, sampai hal yang paling berat sekalipun. Dari waktu yang bersahabat atau waktu yang sedang tidak bersahabat. Jika si Ibu sudah berkehendak, maka keinginan itu harus terwujud."Ibu jadinya puasa atau enggak, Bu?""Mana kuat Ibu puasa, Ibu kan enggak sahur Nis. Ada-ada aja kamu.""Oooh, gegara menu sahur enggak sesuai keinginan Ibu, Ibu jadi mutusin buat nggak puasa ya.""Ngomong apa sih kamu ini." Elak Ibu. Mungkin si kanjeng ratu malu mau jujur."Ibu minta menu apa buat nanti sahur. Biar bisa puasa bareng kita.""Apa ya, nanti Ibu kasih tahu deh kalau sudah dapat menu yang Ibu pingin.""Sekarang saja Bu. Nggak usah nanti-nanti. Yang mau belanja dan yang masih jualan lauk mentah siapa kalau sudah sore. Ini bentar lagi juga orang sibuk nyari takjil. Bukan sayur mayur atau lauk mentah." cerocosku mendesak Ibu agar me

  • MENANTU AMBURADUL   PERMINTAAN IBU SAAT SAHUR PERTAMA

    MENANTU AMBURADUL 157"Marhaban ya Romadhon. Marhaban Syahrossiyam."Selamat menunaikan Ibadah puasa bagi yang menjalankan. Semoga kita semua diberikan kesehatan sehingga bisa beribadah dengan maksimal di bulan suci ini. Aamiin.____________"Nek, maafkan Rina. Nenek jangan marah." kata Rina di balik pintu kamar neneknya sambil ketok-ketok.Ibu mengunci pintu kamar beliau dari dalam, sehingga tidak ada seorangpun yang bisa masuk, termasuk Mimi."Pergi saja semua. Jangan perdulikan Nenek lagi.""Kami semua masih peduli kok sama Nenek.""Bohong. Buktinya kamu tidak mau tinggal sama Nenek. Kamu malah memilih tinggal bersama Ayahmu.""Nenek boleh ikut sama kami. Kata Ayah, kita akan tinggal bersama."Hening... tidak ada balasan dari dalam ruangan yang pastinya berantakan itu akibat ulah dari Ibu. Segala barang yang ada di dalam selalu dirusak saat Ibu marah. Itu sebabnya kami tidak banyak meletakkan barang-barang berbahan kaca yang mudah pecah. Salah satu alasannya ya karena itu. Tidak i

  • MENANTU AMBURADUL   IBU MENGAMUK MENDENGAR KEPUTUSAN DARI CUCUNYA

    MENANTU AMBURADUL 156Kami masih di Supermarket langganan. Cuman beda posisi saja. Aku, Fateh, Rina, Daffa dan Mbak Karti sedang menunggu Ibu dan Mimi yang masih ada di dalam. Mas Yusuf entah menghilang kemana?Daffa awalnya membantu Neneknya mendorong troli belanjaan, tapi dia antarkan troli tersebut sampai kasir lalu pamit mencari Daddynya agar bisa membantunya membawakan belanjaan si nenek. Sudah Daffa cari kemana-mana, batang hidung Daddynya belum juga nongol, akhirnya Daffa menemukan keberadaan kami dan menunggu Mas Yusuf bersama kami di sini."Loh, kok kalian pada di sini? Ibu dimana?" tanya Mas Yusuf yang mendadak care dengan keberadaan ibunya."Helloooo kemana aja dari tadi Mas?" batinku mengomel.Entah dari mana asalnya Mas Yusuf tiba-tiba muncul begitu saja. Bilangnya sih dari toilet. Entah ngumpet atau ngapain dia sejak tadi di sana? Kami saja sudah duduk di sini sekitar 15 menit. Berarti Mas Yusuf berada di toilet hampir 45 menitan. Hahahaha mustahil sekali Mas. Alasan k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status