(POV RAIHAN)Perbaiki diri, memulai lagi dari awal karena hidup akan terus berjalan. Tiada guna terpuruk dalam sesal yang mendalam, jika tidak dibarengi dengan kesungguh-sungguhan untuk memperbaiki diri dan memohon ampun kepada Tuhan.Rasa sesal yang tiba-tiba datang memang menyiksa dan ada kalanya rasa penyesalan itu begitu dalam sehingga aku tak mampu untuk tidak terus memikirkannya.Padahal tak pantas juga berlama-lama berkubang dalam jurang penyesalan, apalagi terus-terusan menyiksa diri, berharap semua yang telah terjadi bisa diperbaiki. Namun, apakah itu mungkin? Jelas tidak! Dengan bercerita pada ibu, aku berharap beban di dadaku bisa sedikit terkuras."Maafkan aku, Bu. Aku salah. Aku jahat.""Meminta maaf memang mudah, Raihan.""Aku sungguh-sungguh, Bu," ucapku meyakinkan ibu."Jangan berjanji pada ibu. Tapi berjanjilah pada dirimu sendiri."Ibu menyapu sudut matanya. Aku bisa melihat rasa kekecewaan yang begitu kentara dari pancaran matanya. Wajah itu tak lagi bernyawa sepert
(POV RAIHAN)Tak perlu mencari pasangan yang sempurna, akan tetapi mencintai pasangan dengan segenap kesempurnaan lebih mulia di mata Tuhan.Aku telah meminta para perawat untuk memindahkan Aira ke ruangan lain. Ruangan yang lebih besar dan nyaman. Aku hanya menginginkan masa recovery-nya menjadi lebih cepat. "Kenapa harus pindah, Mas. Kamar yang tadi kan juga bagus.""Biar kamu lebih nyaman. Cepat sembuh. Cepat pulang. Cepat temeni aku makan lagi."Aira mengangguk. Menurut dokter yang menangani istriku, perkembangan kesembuhan Aira begitu pesat. Kemungkinan sebelum lebaran tiba, Aira sudah bisa dibawa pulang.Sekarang aku sedang menungguinya. Ibu serta kedua mertuaku belum tiba. Aku sejak tadi malam menjaga Aira di sini. Awalnya dia melarang, tapi aku bersikeras dan meminta Mak serta Abah untuk pulang bersama Ibu."Mas, haus.""Iya ... iya. Sebentar."Aku bergegas bangkit dan meletakkan ponsel. Ada pesan dari Omar yang harus segera dibalas. Ia melaporkan kejadian di showroom. Seoran
Jangan menikah hanya karena jatuh cinta. Menikahlah karena kamu yakin surga Allah lebih dekat jika bersamanya."Aira, bangun, Sayang. Kamu kedinginan? Mas peluk, ya. Buka matamu. Jangan bikin Mas panik."Raihan sesenggukan di samping Aira."Mas, kenapa? Mas ... bangun. Aduh! Mas Raihan. Ya Allah. Istighfar, Mas!"Aira menggoyakan tubuh suaminya yang bermandikan peluh."Ini juga AC siapa yang matiin? Kasihan Mas Raihan sampai keringatan begini." Aira bangkit dan kembali menghidupkan pendingin ruangan. Mendengar Raihan kembali menggigau, Aira mendekat dan menyapu wajah suaminya. Raihan tersedu dalam tidurnya."Mas, ini aku. Mas bangun, dong."Aira menggoyang tubuh Raihan dengan kuat. Lelaki itu akhirnya membuka mata. Matanya merah dan sembab."Astaghfirullah," Raihan beristighfar sembari memeluk Aira. Wanita itu sampai kesulitan bernapas."Mas Raihan kenapa?""Mimpi buruk, Sayang. Ya Allah. Aira, Mas takut sekali.""Ya ampun, Mas. Mimpi buruk? Pasti Mas Raihan tadi tidur ngga baca doa,
Jangan menikah hanya karena jatuh cinta. Menikahlah karena kamu yakin surga Allah lebih dekat jika bersamanya."Aira, bangun, Sayang. Kamu kedinginan? Mas peluk, ya. Buka matamu. Jangan bikin Mas panik."Raihan sesenggukan di samping Aira."Mas, kenapa? Mas ... bangun. Aduh! Mas Raihan. Ya Allah. Istighfar, Mas!"Aira menggoyakan tubuh suaminya yang bermandikan peluh."Ini juga AC siapa yang matiin? Kasihan Mas Raihan sampai keringatan begini." Aira bangkit dan kembali menghidupkan pendingin ruangan. Mendengar Raihan kembali menggigau, Aira mendekat dan menyapu wajah suaminya. Raihan tersedu dalam tidurnya."Mas, ini aku. Mas bangun, dong."Aira menggoyang tubuh Raihan dengan kuat. Lelaki itu akhirnya membuka mata. Matanya merah dan sembab."Astaghfirullah," Raihan beristighfar sembari memeluk Aira. Wanita itu sampai kesulitan bernapas."Mas Raihan kenapa?""Mimpi buruk, Sayang. Ya Allah. Aira, Mas takut sekali.""Ya ampun, Mas. Mimpi buruk? Pasti Mas Raihan tadi tidur ngga baca doa,
Setelah hampir satu bulan menjalani masa pemulihan, akhirnya Aira telah benar-benar pulih. Kabar menggembirakan pun datang dari pasangan suami istri tersebut, Aira hamil. Perhatian dari Raihan semakin bertubi-tubi untuk sang istri. Berbagai macam bentuk aturan muncul setiap hari dari sang suami. "Makan ngga boleh telat, Sayang.""Iya, Mas. Aku juga baru siap makan, lho.""Itu kan cuma makan roti sama buah-buahan. Masih banyak yang harus dikonsumsi, Sayang. Ada sayuran, susu, dan lain-lain. Minta saja sama Mbak Ayu. Awas, ya, kalau ngga mau! ? Mas sudah pasang CCTV di seluruh sudut ruangan.""Iya iya. Kalau aku gendut jangan lari, ya.""Wah! Asik tuh gendut. Empuk buat dipeluk," ujar Raihan terbahak. "Guling kali, Mas!" Aira mendelikkan matanya. Berbagai keperluan sang istri dipenuhi oleh Raihan. Beruntungnya Aira tidak mengalami mual dan muntah. Dia sehat dan nafsu makannya pun meningkat.Bukan hanya Raihan dan Aira yang sedang menikmati kebahagiaannya. Begitu juga dengan para oran
Mas Raihan akhir-akhir ini sangat cerewet. Biasanya aku yang selalu cerewet, akan tetapi setelah aku masuk rumah sakit karena kecelakaan kereta api, aku merasa jika Mas Raihan berubah. Ditambah sekarang aku sedang hamil, perhatian dari lelaki itu bertubi-tubi kudapatkan. Kaget? Tentu saja! Biasanya dia hanya bersikap dingin seperti beruang kutub. Jika. Diajak bicara baru bicara, itu pun sekadarnya saja. Seakan-akan jika dia mengeluarkan banyak kata-kata maka akan jatuhlah harga dirinya. Namun, sekarang semuanya berbalik 180 derajat. "Aira, sudah makan belum? Ayo, buruan, sini Mas suapin!""Iya, bentar lagi, Mas. Aku masih kenyang." Dua jam lalu aku baru selesai makan siang. Ditambah roti juga buah yang tak henti masuk mulut."Ngga bisa, Sayang. Nanti kamu sama calon bayi kita lapar.""Ngga gitu juga kali, Mas. Aku sudah kenyang, beneran."Aku menolak ajakan lelaki tersebut secara halus. Bukannya mendengarkanku, Mas Raihan justru menggendongku dan mendudukkan pelan di atas sofa. "
Mbak Ayu datang mengantarkan potongan buah di dalam sebuah wadah berwarna putih. Sudah ditambah dengan parutan keju juga. Selama hamil, aku suka sekali memakan buah-buahan yang ditaburi keju parut di atasnya, tapi tidak dengan susu, aku bisa mual dibuatnya. Setelah meletakkan wadah berisi buah di depanku, Mbak Ayu pun keluar dari kamar. Aku sama sekali tidak tergiur melihat potongan buah bertabur keju tersebut. Pikiranku masih tak tenang. Perihal pesan yang masuk di akun instagram milikku. Aku membaca ulang pesan-pesan tersebut. Masih belum terlintas siapa kira-kira si pengirim pesan misterius itu. Aku memang terbilang bebas di masa lalu, tapi tidak pernah benar-benar dekat dengan lawan jenis atau bahkan sampai menjalin sebuah hubungan yang serius. Lalu, siapakah orang di balik akun tersebut?Kulihat akun sinarsenja sedang online. Dengan tangan gemetar, buru-buru kuketik pesan untuknya.Maaf, ini dengan siapa? Tulisku dan segera kukirim. Ada perasaan was-was berkecamuk. Aku merasa
"Aku capek, Ra. Mau mandi!"Jawaban ketus yang Mas Raihan lontarkan membuat langkahku terhenti. Aku mematung di tempat tidak mengerti dengan sikap Mas Raihan. Sesuatu pasti sedang terjadi. Ada yang salah dengannya.Kubiarkan saja suamiku itu membersihkan diri terlebih dahulu. Nanti setelah ia lebih tenang, aku akan mendekatinya kembali. Atau barangkali dia sedang mengajakku bercanda? Tidak lucu rasanya kalau bercanda seperti ini. Kutunggu Mas Raihan sambil bermain ponsel. Berselancar di dunia maya, melihat postingan yang ramai memenuhi beranda. Lalu, melihat foto-fotoku bersama Mas Raihan. Senyuman kebahagiaan terpahat jelas di bibir kami berdua. Pintu kamar terbuka. Aku meletakkan ponsel di sampingku. Mas Raihan sedang mengeringkan rambutnya menggunakan handuk putih kecil. Ia sama sekali tidak menggubrisku. Aku juga belum ingin menegurnya meskipun hati ini rasa tak tahan. Biasanya Mas Raihan suka cerewet, sekarang dia menghadapiku dengan diam. Aku melangkah ke kamar mandi, adzan m