Akhirnya, delapan bulan pun tiba. Waktu yang dinanti-nanti karena sebentar lagi anak Ayu akan segera lahir. Usia kehamilan Ayu saat ini sudah sembilan bulan.
Saat aku dan Mas Ilham berkunjung ke rumahnya, Ayu mengatakan jika dari hasil laboratorium, hitungan kelahirannya tinggal dua minggu lagi.Dan untuk saat ini, aku dan Mas Ilham berencana untuk bepergian dengan alasan Mas Ilham ada kerjaan di luar kota. Ibunya Mas Ilham yang memang menjadi sering ke rumah bahkan sampai menginap, begitu menyayangkan rencana kepergian kami.Di depan pintu rumah, Mas Ilham sudah membawa koper karena kami memang berniat lama tinggal di luar kota sambil menunggu kelahiran Ayu. Saat ini aku dan Mas Ilham hendak pergi, namun ibu masih berusaha menahan."Sela.. kamu yakin mau ikut Ilham ke luar kota, Nak ? Usia kehamilan kamu 'kan sudah delapan bulan. Perut kamu sudah semakin besar dan semakin harus penuh penjagaan. Kamu disini aja ya, sama ibu ?""Maaf ya, Bu. Sela gak bisa jauh dari Mas Ilham. Untuk saat ini, Sela malahan ingin terus Mas Ilham ada didekat Sela. Mungkin, ini bawaan dari bayi, Bu.""Ibu tenang aja, Bu. Ilham akan minta teman Ilham untuk nemenin Sela di sana Agar Sela ada yang menjaga disaat aku pergi kerja," ucap Mas Ilham.Ibu terlihat menghela nafas."Ya sudahlah jika memang itu keputusan kamu. Tapi beneran ya, kamu harus hati-hati ?" pinta Ibu.Aku mengangguk sambil tersenyum."Yaudah, Bu. Kalo gitu aku dan Sela mau berangkat sekarang ya ?" ucap Mas Ilham."Iya, kalian hati-hati ya."Aku dan Mas Ilham pun menyalami tangan ibu untuk segera pergi. Kami berencana akan pergi ke sebuah villa milik Mas Ilham. Sebelum ke Villa, kami pergi dulu ke rumah Ayu untuk menjemput Ayu dan ibunya.Jauh-jauh hari, kami sudah menyiapkan perlengkapan untuk lahiran Ayu. Kami sudah merencanakan, Ayu mesti lahiran di rumah sakit mana.Kami juga sudah menyiapkan perlengkapan untuk bayinya nanti. Aku dan Mas Ilham sudah membeli pakaian dan segala keperluan untuk Ayu dan bayinya nanti.Untuk sementara, Ayu dan ibunya akan tinggal bersama aku di Villa. Mereka juga sudah tahu rahasia kami. Untungnya, Ayu dan ibunya mau membantu aku dan Mas Ilham dalam mempertahankan rumah tangga ku dengan ikut menutupi rahasia ini.*****Sesampainya di rumah Ayu, sebelum turun dari mobil, aku melepaskan bantal yang terpasang di depan perutku."Mana sini aku bantu lepasin." Ucap Mas Ilham dalam mobil.Akupun membiarkan Mas Ilham melepaskan tali bantal yang mengikat di belakang punggungku."Risih banget aku pake bantal ini terus, Mas.""Sebentar lagi kamu gak akan kayak gini terus, Sayang. Sebentar lagi. Tinggal menunggu beberapa minggu lagi."Setelah itu, Aku dan Mas Ilham turun dari mobil. Aku melihat Ayu dan ibunya sudah ada di depan pintu rumahnya dengan membawa tas besar. Ayu dan ibunya sudah kami hubungi sejak awal agar mereka ikut kami ke Villa. Mereka juga sudah tahu semua rencana kami.*****Mas Ilham membawakan tas besar milik Ayu yang mungkin berisi pakaian Ayu dan pakaian ibunya.Sedangkan, aku menuntun Ayu menuju mobil, di usia kehamilannya yang sudah besar, aku takut dia terpeleset atau jatuh.Sesekali aku melihat pada perutnya yang semakin membesar, membayangkan seandainya aku bisa juga hamil sepertinya.Ibunya Ayu sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil. Sedangkan, Mas Ilham masih ada dibelakang kami sambil membawakan tas milik Ayu."Apa selama ini kamu banyak keluhan, Yu ?" tanyaku sambil menuntunnya menuju mobil."Cuman kadang keram aja, Bu.""Yaudah, pokoknya, kalo ada apa-apa kamu hubungi aku aja, ya ?""Iya, Bu.""Aku pengen banget deh, Yu. Bisa ngerasain mengandung kayak kamu. Aku ingin tahu bagaimana rasanya menjadi seorang ibu." Lirihku.Aku lihat Ayu hanya tersenyum kecil."Kita berbeda, Ya, Bu. Seandainya saya menikah, saya pasti juga senang dengan kehamilan ini, Bu. Ibu beruntung sekali memiliki suami seperti Pak Ilham, ia selalu menemani ibu dalam keadaan apapun."Aku tersenyum menanggapinya."Iya, Yu. Alhamdulillah.. aku berdoa, semoga kamu juga mendapatkan laki-laki yang baik, ya.""Aamiin, Bu."*****Sudah satu minggu, Ayu dan ibunya tinggal bersama kami di Villa. Namun, tak pernah aku sangka jika kali ini Ayu sudah waktunya melahirkan. Padahal, harusnya dia melahirkan dalam waktu satu minggu lagi.Kami begitu panik. Mas Ilham yang tengah kerja di kantor, terpaksa meminta ijin untuk segera pulang.Di rumah sakit, Aku merangkul bahu ibunya Ayu yang menangis dan begitu panik. Namanya juga seorang ibu, beliau pasti takut terjadi sesuatu hal pada putri satu-satunya itu. Apalagi, ibunya Ayu pernah mengatakan jika mereka hanya tinggal berdua. Ayahnya Ayu sudah meninggal dua tahun yang lalu.Mas Ilham duduk disampingku. Kami sudah menunggu sekitar lima jam, namun Ayu masih belum juga melahirkan. Bagaimanapun, aku juga ikut panik. Aku takut Ayu dan anaknya kenapa-kenapa."Kita berdoa saja semoga Ayu bisa lancar melahirkannya ya, Bu," ucapku masih sambil merangkul bahu ibunya Ayu.Sudah tujuh jam kami menunggu, Ayu masih tak kunjung melahirkan. Aku dan Mas Ilham juga ibunya Ayu pun memilih untuk pergi dulu ke mushola untuk shalat isya dan untuk berdoa agar persalinan Ayu lancar.Setelah selesai, kami kembali ke rumah sakit. Setelah sekitar satu jam menunggu lagi, tak lama terdengar suara tangisan bayi dari ruangan Ayu melahirkan. Dokter yang membantu persalinannya pun keluar dan mengabarkan jika bayi Ayu sudah lahir."Alhamdulillah... " ucap kami bersamaan. Kami bertiga pun diperbolehkan masuk untuk melihat Ayu dan bayinya.*****"Yu, bayi kamu cantik sekali," ucapku sambil mengelus-elus pipi bayinya Ayu."Apa benar ibu Sela dan Pak Ilham mau merawat bayi saya ?" tanya Ayu.Aku melihat pada Mas Ilham, ia memberikan sebuah senyuman kecil."Iya, Yu. Aku dan Mas Ilham benar-benar akan merawat bayi kamu.""Terimakasih ya, Pak, Bu. Saya titip anak saya pada bapak dan ibu. Saya percaya, anak saya akan baik-baik saja jika bersama bapak dan ibu.""Iya, Yu. Saya akan berusaha menyayangi anak kamu.""Ibu juga terimakasih sama Nak Sela dan Nak Ilham." Ucap ibunya Ayu yang ada di sebelahku. Aku dan Mas Ilham tersenyum."Iya, Bu. Sama-sama. Saya dan Mas Ilham juga berterimakasih pada ibu dan Ayu, karena Ayu dan ibu sudah mau membantu kami dalam rencana kami ini. ya 'kan Mas ?"Mas Ilham mengangguk sambil tersenyum."Iya, Sayang. Iya, Bu, Ayu, kami bener-bener berterimakasih. Saya tidak mau menikah lagi dengan perempuan lain, apalagi mesti harus berpisah dengan istri saya. Berkat ibu dan Ayu, pernikahan kami masih baik-baik saja hingga saat ini," ucap Mas Ilham.Setelah itu, Mas Ilham mengadzani bayinya Ayu. Tak pernah menyangka, jika Ayu dan ibunya juga menyerahkan pada kami dalam memberikan nama untuk anaknya Ayu. Aku dan Mas Ilham pun sepakat untuk memberi nama pada anak Ayu dengan nama ZAHRA.Satu bulan kemudian...Di depan halaman rumahnya. lham tengah memangku Zahra dan Sela tengah menyuapi Zahra. Mereka berdua merasa senang sekali akan kehadiran Zahra, karena mereka merasa seperti menjadi seorang ayah dan seorang ibu.Saat Sela dan Ilham tengah mengasuh Zahra, Tiba-tiba ada Ayu dan Rio yang bertamu ke rumah mereka. Ada yang ingin dibicarakan oleh Ayu dan Rio.Ayu dan Rio pun dipersilahkan masuk, hingga mereka berbicara di ruang tamu. Bu Tari yang tengah ada di rumah Ilham, juga ikut duduk di ruang tamu.Sambil duduk, Ilham tetap memangku Zahra yang sudah semakin tak bisa diam.Ayu dan Rio hanya terdiam. Mereka tengah berusaha memberanikan diri untuk mengatakan apa tujuan mereka."Jadi, apa yang mau dibicarakan ? 'kok kayaknya serius banget?" tanya Ilham dengan tawa kecil untuk membuat suasana tidak terlalu tegang."Iya, Yu, Rio, ada apa ? Bilang aja, jangan sungkan," tambah Sela."Iya, Nak. Memangnya ada apa ? 'kok kayaknya kalian lagi ada yang dipikirkan ?" tanya Bu Ta
Ilham datang ke kantor polisi untuk mencabut laporan atas Rio yang telah memerasnya dan atas kasus menculik anaknya sendiri untuk dijual.Rio begitu berterimakasih pada Ilham. Selama di dalam penjara, ia banyak sekali mendapatkan pelajaran. Sekarang, ia sudah mengakui kesalahannya dan ingin menjadi manusia yang lebih baik lagi."Kamu benar-benar mau membebaskan aku, Ilham ?" "Iya, Aku serius. Tapi, kamu mesti janji, kamu jangan berbuat jahat lagi seperti kemarin.""Iya, Ilham. Aku berjanji. Aku akan berusaha untuk menjadi orang baik.""Oke. Kalo, begitu. Aku pegang ucapan kamu. Jadi gimana ? Kamu juga mau 'kan bertanggung jawab untuk menikahi Ayu ?""Iya. Aku akan bertanggung jawab. Jujur saja, sebenarnya aku juga mencintai Ayu. Hanya saja, dulu aku merasa belum sanggup untuk memiliki istri. Aku tidak punya apa-apa untuk menafkahinya. Apalagi, aku dengar sampai Ayu hamil. Aku semakin merasa terbebani. Jadi, aku memilih kabur. Aku mengakui kesalahanku itu.""Baguslah kalo kamu sudah m
Setelah beberapa jam, akhirnya Tiara berhasil diselamatkan dari jurang. Setelah itu, Tiara pun di bawa ke rumah sakit. Sela dan semuanya menatap begitu ngeri pada darah yang terus mengalir dari kepala Tiara yang sampai membasahi bajunya.*****Dokter yang menangani Tiara menyatakan jika Tiara tengah kritis. Semuanya akhirnya memilih menunggu di kursi yang ada diluar ruangan Tiara dirawat. Semuanya panik dan berharap Tiara bisa bertahan hidup.Ilham terus mengelus bahu Sela yang kepalanya menyender pada pundaknya. Ia mengerti, jika istrinya juga tengah syock dengan kejadian hari ini. Sedangkan, Ayu yang sambil memangku Zahra, duduk bersama Bu Tari. Sebesar apapun rasa marahnya Bu Tari akan perlakuan Tiara, ia tetap tidak tega melihat kondisi Tiara saat ini. Tiba-tiba, Sela juga teringat pada Zahra yang takut terjadi sesuatu setelah kejadian tadi."Yu," panggil Sela. Ayu menatap pada Sela. "Iya, Bu ?" "Mumpung lagi di rumah sakit, kita juga sekalian periksa kondisi Zahra, yuk ? Ta
Bruk.. Bruk.. Bruk..Tangan Ilham terus menggedor kaca mobil Tiara. Pintu mobilnya terkunci, Ilham jadi susah untuk bisa mengambil Zahra kembali."Tiara, keluar Tiara!" Perasaan Tiara begitu panik, ia berpikiran jika rencananya pasti akan gagal jika Ilham yang menghalanginya. Ia terlalu lemah untuk melawan Ilham."Tiara! Kalo kamu masih tetap gak mau buka pintunya! Aku akan pecahkan kaca mobil kamu!""Akh! Sialan! Ilham benar-benar membuat aku terpojok! Aku gak bisa apa-apa lagi!"Diluar sana, Ilham masih terus menunggu Tiara keluar dengan perasan yang penuh amarah. Tiara pun membuka kaca mobilnya. Ilham yang melihatnya langsung melihat pada Zahra yang tengah menangis di pangkuan Tiara. "Zahra.." lirihnya.Ia begitu khawatir, membayangkan bagaimana Zahra berada dalam mobil yang dilajukan dengan kecepatan tinggi. Ia berpikir harus cepat-cepat menyelamatkan Zahra. Kondisi Zahra pasti kurang baik setelah dalam mobil Tiara. "Cepat kamu buka pintunya, Tiara!" "Minggir kamu, Ilham! K
Tiara yang tengah berada di balik pohon yang cukup besar yang ada di taman, terus memperhatikan Bu Tari yang tengah duduk di kursi yang ada di taman sambil menyuapi Zahra. Semenjak Bu Tari sering mengasuh Zahra, Bu Tari jadi merasa sayang pada Zahra. Ia sudah menganggap Zahra seperti cucunya sendiri. Pandangannya Tiara juga menoleh pada Sela dan Ayu yang tengah mengobrol. Hatinya begitu penuh amarah melihat Sela yang masih hidup baik-baik saja.Ia tidak sabar ingin membuat Sela kehilangan orang yang dia sayang, agar Sela bisa merasakan bagaimana rasanya kehilangan orang yang sudah dia sayangi. Awalnya, Tiara sengaja pergi ke rumahnya Sela untuk mengambil Zahra. Namun, karena tak ada satu orangpun di rumahnya, ia berpikir untuk pergi ke butik. Ia yakin jika Sela ada di butiknya."Awas kamu, Sela! Lihat saja apa yang akan aku lakukan!" ucapnya. Ia pun berjalan pelan, memastikan Sela dan Ayu tidak melihat pergerakannya. Tiara melangkahkan kakinya untuk menghampiri Bu Tari. "Hai, ne
"Kamu benar, Ilham. Harusnya aku tidak seperti ini. Cinta memang tidak bisa dipaksakan. Maafkan aku, Ilham. Maafkan aku, Sela."Tatapan Tiara melihat pada Mas Ilham, lalu padaku dengan tatapan lirih. Sepertinya, ia memang benar-benar menyadari kesalahannya.Aku mencoba menggenggam punggung tangannya."Tiara, aku sudah memaafkan kamu, kok. Aku juga bisa mengerti perasaan kamu," ucapku."Iya, Tiara. Aku juga sudah memaafkan kamu. Tapi, aku harap kamu tidak melakukan hal ini lagi," ucap Mas Ilham."Iya, Iham, Sela. Aku tidak akan melakukan hal ini lagi. Aku benar-benar menyesal. Aku terlalu terobsesi."Lega rasanya melihat Tiara sudah berubah. Kini, Tiara yang menggenggam kedua telapak tanganku."Sela, sekali lagi aku minta maaf sama kamu, ya ? Aku banyak salah sama kamu," ucapnya. Aku mengangguk sambil tersenyum."Iya, Tiara. Aku juga minta maaf kalo aku punya salah sama kamu.""Iya, Sela."Tak lama Tiara memelukku. Aku berharap semoga dia benar-benar berubah dan tak akan berbuat jaha
Satu minggu kemudian...Malam ini, aku tengah masak untuk makan malam. Sedangkan, Mas Ilham dan ibu tengah mengasuh Zahra. Kehadiran Zahra semakin menambah warna dalam hidup ku.Sekarang, sudah tidak perlu lagi ada kebohongan yang mesti ditutupi.Ibunya Mas Ilham, sikapnya kini sudah seperti dulu lagi, seperti saat aku pura-pura hamil. Ia tetap mengasuh Zahra dan terlihat begitu menyayanginya.Bedanya, kali ini perasaan ku lebih tenang karena sekalipun ibu sudah tahu Zahra bukan anakku, ibu tetap mau menerimanya. Aku sudah tidak perlu pura-pura lagi mengatakan jika Zahra anak kandungku. Berbohong, nyatanya hanya membuat hati tidak tenang. Ibu tengah menyuapi Zahra dengan bubur bayi. Kali ini Mas Ilham juga tengah libur, jadi dia ada di rumah seharian ini. Ia juga tengah main bersama Zahra."Cayang lagi makan ya.. iya ? lagi makan ya.." ucap Mas Ilham dengan suara yang di cadel-kan. Ia terlihat lucu sekali dan sikapnya begitu membuat ku menggelitik untuk tertawa.Pada akhirnya, aku
"Yasudah, lebih baik sekarang kita temui Sela, ya. Kita buat kejutan untuk dia," ucap Bu Tari pada Ilham."Iya, Bu. Ilham juga kepikiran untuk menemui Sela. Ayo, Bu. Kita berangkat."Ilham kembali ke bagasi dan masuk ke mobil. Bu Tari juga berjalan di belakangnya.*****POV SELA"Ya Allah.. apa benar yang ibu bilang tadi ? Apa benar Mas Ilham tidak jadi menikah ?" ucapku sembari mengelus pipi Zahra. Aku tidak bisa berbohong, jika aku merasa senang mendengar Mas Ilham tidak jadi menikah dengan Tiara.Mas Ilham adalah lelaki yang aku cintai. Sekalipun aku berusaha ikhlas melepaskannya, mungkin saja aku tetap tidak rela jika mengetahui Mas Ilham membagi rasa cintanya. Aku ingin menjadi wanita satu-satunya yang ia cintai."Zahra... Mamah gak tau mesti bersyukur atau tidak atas batalnya pernikahan papah kamu. Jujur saja, Mamah senang mendengarnya. Tapi, Mamah juga kasihan sama ibu dan sama papah Ilham. Ibunya papah Ilham pasti sangat menginginkan sekali cucu, Nak," ucapku sendiri.Aku tah
Ilham baru saja hendak menghidupkan mobilnya untuk melajukan mobilnya untuk mencari Sela kembali. Tapi, Bu Tari--ibunya-- mengejarnya hingga ke luar teras depan rumahnya."Ilham, tunggu dulu, Nak."Ilham mematikan kembali mesin mobilnya, lalu menoleh pada ibunya. "Loh, 'kok ibu keluar ? Ibu 'kan mesti istirahat, Bu," ucapnya sambil membuka pintu mobilnya.Ia pun berjalan mendekat ke Ibunya."Tadi, kamu bilang, Sela susah dihubungi 'kan ?""Iya, Bu. Sela nomornya selalu tidak aktif.""Ibu akan coba hubungi Sela. Mungkin saja jika ibu yang menghubunginya dia akan mengangkat telponnya," ucap Bu Tari."Astaga, kenapa gak kepikiran dari tadi. Yaudah, Bu. Ayo coba, Bu," ucap Ilham yang tak sabar. Ia baru sadar, jika hanya nomornya saja yang kemungkinan di blokir oleh Sela agar dirinya tidak bisa menemukan Sela. Bu Tari mencoba menelpon Sela. Panggilan terhubung.. "Aktif," ucap Bu Tari pelan sambil menatap Ilham. Mendengar itu, Ilham langsung tersenyum kecil. Ia merasa mendapat angin seg