Share

BERTENGKAR

"Nyonya. Jika ada masalah, anda bisa cerita kepada saya."

Sena menatap ngeri Adrian. Tidak, aku tidak bisa membahasnya dengan orang lain!

"Terima kasih atas niatnya, tapi tidak. Saya bisa mengatasinya sendiri." Sena berdiri lalu berjalan meninggalkan Adrian.

Adrian tersenyum geli dan menatap punggung Sena yang sudah berjalan menjauh. "Begitu, ya."

Sena memeluk majalahnya dengan erat, lalu tanpa sengaja bertemu dengan Ducan di lorong saat hendak menuju tangga lantai tiga.

Ducan yang sedang bahagia, melihat wajah Sena dengan muak. "Kenapa kamu di sini?"

Sena menatap dingin Ducan dan berjalan melewatinya.

Ducan yang terkejut dengan reaksi Sena, balik badan dan berteriak marah. "APAKAH KAMU SEDANG BERMAIN SEKARANG? PERCUMA! AKU TIDAK PEDULI PADAMU!"

Sena menghentikan langkah lalu balik badan dan tersenyum. "Hei, apakah kamu tidak lelah?"

Kedua mata Ducan menyipit. "Apa?"

"Jika aku jadi kamu, aku akan lelah."

"Apa maksud kamu?"

"Siang bersama sepupuku lalu sore ini bersama siapa? Ah, apakah sepupuku datang memakai alasan untuk bertemu denganku tapi ternyata malah bertemu denganmu?"

Ducan terkejut, tidak ada nada cemburu di nada suara Sena. "Bagaimana bisa-"

"Hm?"

"Bagaimana bisa kamu tahu? Apakah kamu sembunyi?"

"Di perpustakaan-"

Tubuh Ducan menegang.

Sena bisa melihat, akhirnya dia bisa berpikiran jernih sekarang. Dulu dirinya berpikiran impulsif bunuh diri karena terlalu malu dan takut ditinggalkan Ducan, sekarang melihat suami yang dulu dicintai bersikap konyol seperti itu, mau tidak mau Sena menertawakan dirinya sendiri.

Sena berdehem. "Di perpustakaan ada banyak buku, aku sekarang mulai membaca lagi. Jika butuh sesuatu dan aku tidak ada di manapun, itu berarti aku di perpustakaan."

Ducan mengangkat dagunya dengan angkuh. Perpustakaan adalah tempat dia berselingkuh, berarti dia harus mencari tempat baru lagi. "Buat apa kamu main-main di sana? Mau menjadi orang aneh?"

"Terkadang orang pemalas selalu menghibur dirinya akan sukses setelah membandingkannya dengan orang lain yang lebih sukses."

Ducan tercengang.

"Kenapa? Terkejut?"

"Kamu berani menghinaku? Suamimu sendiri?"

"Sejak kapan kamu menjadi suamiku?"

Ducan menaikan nada suaranya. "Kita sudah menikah sah secara hukum dan agama."

"Di awal pernikahan, kamu sudah memperingatkan aku untuk tidak mengharapkan cinta dari kamu. Apalagi menganggap kita adalah suami dan istri, lantas kenapa aku harus repot-repot mengakui kamu sebagai suami?"

Ducan yang tidak bisa menjawab pertanyaan menjebak Sena, menatap kesal wanita yang sudah menjadi istrinya.

Sena puas melihat reaksi Ducan, ini adalah reaksi pertama.

"Aku tidak akan pernah memberikan harta kekayaan keluargaku kepada kamu!"

"Wah, bukankah kamu sudah mengatakan itu sejak awal?"

"Kalau begitu, aku akan memotong- tidak! Aku akan menghapus semua anggaran milikmu!"

"Maaf, aku rasa kamu tidak bisa melakukannya." Sena tersenyum licik. "Siapa yang membawaku pertama kali ke sini? Dan siapa yang menikahkan kita? Aku rasa kamu harus meminta izin kepadanya.

Sena tahu betapa takutnya Ducan terhadap ayah kandungnya sendiri.

"Aku-"

"Sayang! Akhirnya aku bisa menemukanmu!"

Wanita selingkuhan bergelayut manja di tangan Ducan, lalu melirik Sena dengan tatapan provokasi.

Sena tidak tertarik. Tujuh kehidupan, Ducan hanya melihat dirinya bunuh diri tanpa merayu atau berusaha menolongnya, perasaan cinta dan tunduk terhadap suami, sudah mati bersamaan dengan meninggalnya dia di kehidupan ketujuh setelah menyadari hukuman yang sedang dijalani.

Wanita itu menunjuk Sena dengan tidak sopan. "Dia bilang, kamu bersenang-senang dengan wanita lain di perpustakaan. Apakah benar?"

Ducan terkejut lagi dan menatap tidak percaya Sena. Jadi kamu sudah melihatnya?

Sena tersenyum dan memberikan saran kepada sang suami. "Melakukannya di meja itu sangat menyakitkan, kasihan lawan kamu. Dia pasti sakit punggung."

Kali ini, Sena tidak akan bunuh diri lagi.

-------------

Beberapa hari kemudian, pesta pelepasan Ducan yang hendak pergi ke luar negeri, diadakan dengan mewah dan meriah.

Sena tidak tahu alasan Ducan membuat pesta sia-sia sebesar ini, tanpa diketahui publik luar di lokasi hotel mewah. Tamu yang datang hanya sebatas kolega atau teman dekat Ducan, tentu saja ayah mertua tidak bisa hadir karena penyakitnya yang mulai menua.

Sena bergumam sendiri. "Hanya pergi ke luar negeri, mengadakan pesta semewah ini."

Sena yang sedang minum koktail, melirik wanita yang sedang bersama Ducan, sekretarisnya.

"Ternyata dia sekretaris tuan muda."

Sena hampir kena serangan jantung ketika Adrian sudah berdiri di belakangnya. "Oh, astaga."

Adrian menunduk. "Nyonya." Salamnya.

Sena tidak terbiasa dekat dengan Adrian, entah kenapa ada perasaan aneh sekaligus takut jika melihat langsung mata pria ini.

"Apakah anda demam?" tanyanya dengan khawatir.

Sena meletakan gelas di atas nampan pelayan yang sedang berjalan mengambil gelas kosong lalu melepas sarung tangan di tangan kiri dan memegang keningnya dengan khawatir. "Aku tidak boleh demam."

"Kenapa anda tidak boleh demam?" tanya Adrian.

"Karena-"

"Apakah kamu sudah dengar? Ducan Emrick akan ke luar negeri untuk membuka bisnis baru. Aku jadi tidak sabar melihat tuan muda itu sukses."

"Apa dia sudah menikah?"

"Kalau tidak salah, dia sudah menikah."

"Lalu kemana dia? Kenapa tidak datang ke sini dan memperkenalkan dirinya?"

Sena dari kecil memiliki krisis percaya diri saat berhadapan dengan orang lain, berbanding terbalik dengan cita-citanya yang ingin menjadi marketing dan bertemu dengan banyak orang.

Ironis.

Sena menghela napas dan mengabaikan gosip para wanita kaya.

"Nyonya, apakah anda tidak ingin bergaul dengan mereka?"

"Tidak, aku tidak berminat."

"Bukankah anda ingin menjalankan bisnis? Untuk menjalankan bisnis, anda membutuhkan koneksi yang bagus."

Sena telah melupakannya. "Koneksi- Ducan pasti tidak suka aku memiliki hubungan dengan orang lain."

"Kenapa? Apakah dia takut anda akan bicara mengenai perselingkuhannya keluar?"

Sena mulai sedikit kesal. "Aneh sekali, kamu sepertinya lebih mengenal Ducan daripada aku."

"Itu karena saya lebih lama berada di sini daripada anda. Tidak perlu heran, nyonya." Adrian menjawab dengan santai. "Anda masih takut dengan Ducan?"

Sena tidak bisa menjawab pertanyaan Adrian, dia memang sangat takut dengan Ducan.

Setelah orang tua menjualnya ke pria kaya untuk dijadikan istri anaknya, harapan Sena yang tersisa adalah sang suami, itu sebabnya dia terlalu takut mengambil semua keputusan sendiri. Takut ditinggalkan dan dibuang.

Aku pernah mati tujuh kali dan tidak tahu apakah ada yang merasa kehilanganku, tapi aku tidak boleh jatuh ke jurang yang sama.

Aku tidak mau menjalani kehidupan yang sama hanya karena bunuh diri.

Sena yang sudah mengumpulkan keberanian, melangkah maju dan memperkenalkan dirinya ke sekumpulan para istri kaya. "Hallo, nama saya Sena Emrick. Saya istri dari Ducan Emrick."

Para wanita sontak terkejut mendengar perkataan Sena, dari kejauhan Ducan juga terlihat tegang dan terkejut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status