"Bagaimana, tidak terjadi apa-apa, bukan? Aku sudah katakan, aku hanya ingin berdamai dengan keadaan, aku sedang berusaha menerima kamu yang ternyata bukan hanya adik angkatku, tetapi juga adik maduku. Walaupun ini berat, tetapi demi Mas Bian aku rela melakukan ini," ucap Asyila sesaat setelah memberikan minum kepada Arisha.Arisha terdiam sembari memegang gelas di tangannya."Kamu seorang perempuan kamu pasti tahu rasanya dimadu dengan seorang wanita yang sudah dianggap keluarga sendiri," ungkap Asyila."Maafkan aku, Kak. Bukan aku senang melakukan ini, tetapi aku juga tidak bisa menolaknya, Mas Bian akan menghancurkan hidupku dan Kakak jika aku menolak pernikahan ini," ucap Arisha menatap sang kakak yang duduk di hadapannya.Asyila mengangguk. "Untuk itu bekerja samalah denganku, berbagi Mas Bian denganku. Aku lebih berhak atasnya, tetapi justru aku tidak bisa tidur dengan suamiku sendiri. Aku tidak ingin menguasai Mas Bian sendirian, aku minta kamu juga tidak menguasai Mas Bian.""A
"Ari, dimana Asyila?" tanya Biantara.'Tadi pagi pamit mau ke rumah Ibu," jawab Arisha. "Maaf Mas, kenapa Mas Bian tidak memberi Kak Asyila uang? Apa Mas Bian sudah berhenti memberikan jatah untuk Ibu? A--apa aku boleh memberikan sedikit uangku untuk Ibu?""Itu bukan urusanmu, aku sudah memberi uang untuk Ibu, tetapi semuanya sudah aku batasi. Jangan bertindak jika tidak ada izin dariku, kamu mengerti?" tanya Bian, Arisha menganggukinya.Biantara duduk di sofa ruang tamu, ia tidak percaya jika Asyila pergi ke rumah Anin. Ia justru berpikir Asyila pergi bersama Bayu. Dimanja dengan hartanya saja, Asyila masih bisa berkhianat, apalagi saat ini ia tidak memberi fasilitas untuk istrinya tersebut."Aku akan lihat jam berapa kamu pulang." Biantara menyimpan satu kakinya di atas kaki yang lain."Apa gunanya aku menyiksamu dengan tidak memberimu uang, jika kamu bisa melakukan kesenanganmu di luar sana bersama Bayu," gumam Biantara.Arisha tidak tahu harus berkata apa mendengar semua ucapan Bi
“Tenang saja. Dari ujung kaki sampai kepala, semuanya milik kamu. Milik orang yang paling aku cintai,” ucap Asyila menatap layar ponsel.Jantung Biantara seakan berhenti berdetak, saat menyaksikan istrinya yang hanya mengenakan handuk sedang bermesraan dengan lelaki lain di sambungan video. Tangan Biantara mengepal kuat, hatinya benar-benar terluka dengan kenyataan di depan mata. Pantas saja, selama dua tahun terakhir, Asyila selalu memasang wajah kesal ketika memberikan haknya sebagai seorang suami.Tidak hanya itu, Biantara selalu mendapatkan penolakan saat mengutarakan keinginan untuk memiliki anak, dengan alasan jika Asyila belum siap. Biantara mencoba memahami Asyila meskipun di usia mereka yang sudah hampir menginjak kepala tiga. Namun, saat ini Biantara sudah mendapatkan jawaban dari ketidaksiapan Asyila tersebut.“Ternyata selama ini kamu selingkuh di belakangku. Aku akan buat kamu merasakan sakit hati, lebih dari apa yang aku rasakan, Syila.” Biantara segera menjauh dari kamar
Biantara melihat Asyila masuk ke dalam kamar hotel bersama Bayu, lelaki yang ia lihat melakukan panggilan video dengan istrinya. Bayu juga merupakan client-nya di restoran. Hati Biantara benar-benar hancur, ia pun kembali menarik tangan Arisha setelah istrinya benar-benar masuk ke dalam kamar hotel.“Ari minta maaf atas apa yang dilakukan Kak Asyila, Ari juga minta maaf karena sudah tutup mulut,” ucap Arisha membuka suara saat di dalam mobil.“Semua sudah terlambat. Hanya menikah denganku, aku akan memaafkanmu,” ucap Biantara.Arisha terdiam mengalihkan pandangannya. Sebesar itukah dosanya, hingga ia dipertemukan dengan hal rumit ini? Tangannya memegang dada yang terasa sesak, menjadi istri kedua dan menghancurkan rumah tangga kakaknya, tentu tidak pernah ada di dalam pikirannya.“Apa yang akan Ibu pikirkan jika nanti mengetahui Ari menjadi istri kedua Mas Bian? Ari banyak berhutang budi pada Ibu dan Kak Asyila,” tutur Arisha.“Kamu tidak merasa bersalah padaku?” Biantara melirik Aris
Arisha keluar dari mobil Biantara. “Ibu sedang apa di sini?”“Kamu kok bisa ada di mobil Bian? Ibu pikir kakakmu,” ucap Anin yang terkejut ketika melihat Arisha yang keluar.Biantara keluar menghampiri Anin, kemudian menyalami dan berkata, “Ibu belum tidur? Tadi aku bertemu Ari di jalan.”Biantara melirik pada Arisha. “Setelah itu kami ….”Mata Arisha melebar dan berucap dalam hati, “Apa yang akan Mas Bian katakan pada Ibu?”“Kami apa?” tanya Anin penasaran.“Kami makan malam dulu sebelum aku mengantar Ari pulang,” ucap Biantara.Arisha bernapas lega setelah mendengar kelanjutan ucapan Biantara. Ia pikir Biantara berubah pikiran dan akan menceritakan semuanya saat itu juga. Arisha berharap malam ini akan aman dan terbebas dari pertanyaan-pertanyaan Anin.“Oh ibu pikir apa … kamu mau mampir dulu?” tanya Anin.“Tidak usah, aku langsung pulang saja. Sepertinya Asyila sudah menunggu,” kata Biantara. Walaupun ia tahu mungkin istrinya akan senang jika ia terlambat pulang.“Ya sudah kalau beg
“Siapa yang menelponmu, Ari? Ada urusan apa kamu ke hotel?” tanya Anin mendesak.“Bukan siapa-siapa, Bu. Tolong kembalikan ponsel Ari,” ucap Arisha.Kali ini Anin tidak akan percaya dengan ucapan Arisha. Wanita itu hendak memeriksa ponsel Arisha. Akan tetapi Arisha merampas ponselnya kembali.“Apa yang kamu sembunyikan dari ibu, jangan macam-macam Arisha!” Anin menarik pergelangan tangan Arisha.“Maaf, Bu. Ari benar-benar tidak bohong, yang tadi menghubungi Ari itu perempuan, dia cuma mau minta ditemani saja, bukan seperti apa yang ada di dalam pikiran Ibu,” ucap Arisha.Anin menghempaskan tangan Arisha. “Awas saja kalau kamu sampai berbuat macam-macam dan mengecewakan Ibu!”“Ari minta izin menemui teman Ari itu, boleh ya, Bu.” Arisha memohon pada sang ibu.“Makan malam dulu dan ingat, tidak pulang lebih dari jam 10 malam. Kamu paham?” tanya Anin memastikan.Arisha mengangguk. “Paham, Bu.”Arisha baru menyadari jika panggilan di ponselnya belum berakhir. Buru-buru Arisha memutuskan sa
“Ari, ngapain kamu di hotel?” Asyila memperhatikan sang adik dari ujung kepala hingga kaki. Tidak hanya itu, Asyila pun menghidu bau parfum yang menguar dari tubuh dan pakaian Arisha.“A–Ari habis ketemu teman kampus, kami ramai-ramai di sini dan semuanya perempuan, Kak,” ucap Arisha.“Di kamar nomor berapa?” tanya Asyila menantang. “Apa temanmu ada yang memakai parfum lelaki?”Arisha membeku, ia menoleh ke belakang berharap Biantara tidak keluar dari kamar. Ia benar-benar merasakan tersiksanya menjadi orang ketiga. Arisha juga ingin cepat-cepat pergi dari Asyila, ia takut sang kakak menyadari jika parfum yang tercium dari tubuhnya adalah milik Biantara.“Kenapa diam? Aku berhak tahu, kamu datang ke sini sama siapa dan bertemu siapa. Aku ini kakakmu!” Asyila tersenyum seolah puas melihat sang adik terlihat buruk.Sejak dulu ibunya selalu membandingkan dirinya dengan sang adik. Walaupun Arisha bukan anak kandung, tetapi karena Arisha selalu terlihat baik dalam pergaulan dan penurut, An
Arisha tidak mengerti dengan kondisinya saat ini. Mulai pagi hingga siang, perutnya terasa mual, bahkan Arisha bertambah mual ketika mencoba mengisi perutnya. Kepalanya terasa berat dan berputar-putar membuat wanita itu duduk dan merebahkan kepalanya di meja makan.“Sepertinya aku harus ke klinik, semoga perut dan kepalaku bisa diajak kerja sama,” gumam Arisha.Anin datang menghampiri Arisha dan melempar beberapa test pack di meja makan. “Cepat tes!”Arisha terkesiap dan mengambil tiga benda berbungkus tipis itu. Baru membaca saja, Arisha sudah paham bahwa itu adalah alat tes kehamilan. Arisha benar-benar takut jika hasil menunjukkan bahwa dirinya tengah hamil.“Ibu curiga sama Ari?”“Iya, ibu curiga sama kamu! Akhir-akhir ini kamu mulai membangkang, Ari! Kamu selalu pulang malam dan ibu tidak tahu kamu pergi sama siapa? Mungkin dengan lelaki yang sama atau lelaki yang berbeda!” ujar Anin dengan raut wajah menahan kemarahan.Anin memang memendam kemarahannya, pikirannya sudah terlalu