17Elsa berlari begitu keluar mobil. Di tujunya pagar rumah yang terkunci rapat, lalu menekan bell dengan tidak sabar. Bukan hanya itu, ia juga berteriak mengucap salam sembari memanggil sang ibu mertua.Abyasa yang menyusul, membantu menekan bell di tembok pagar berulang kali. Ia juga sama berteriak memanggil siapa pun yang mungkin berada di dalam rumah.Sayangnya, setelah beberapa lama mereka berusaha memanggil, tidak seorang pun keluar dari bangunan berhalaman luas dan asri itu. Rumah memang tampak sepi seolah tak berpenghuni.Elsa masih berusaha memanggil seseorang di sana dengan mengetuk-ngetukkan besi pengait pintu pagar saat Abyasa menghentikkan usahanya.“Sepertinya percuma, Dek. Tidak ada siapa pun yang keluar. Mungkin memang tidak ada orang di dalam,” ujaranya seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling halaman. Bahkan sebrang jalan ia pindai barangkali ada yang bisa ditanya. Namun, tidak terlihat siapa pun yang bisa dimintai bantuan.Tanpa mempedulikan ucapan Abyasa, Elsa ma
18Walaupun iba dan ikut khawatir, Abyasa tidak bisa berbuat banyak. Ia juga tidak bisa menenangkan wanita itu karena takut salah bicara yang berujung dengan menyakiti hati Elsa, atau membuatnya marah. Alhasil sang lelaki hanya menjalankan mobil dengan tetap tenang dan sesekali bertanya hal penting saja.“Kamu tetap tenang, ya. Kita sama-sama berdoa. Semoga Davina segera berkumpul lagi dengan kita.”“Kita?” Elsa bereaksi keras. Matanya melotot marah. Ia tidak suka ucapan Abyasa. Bahkan di saat seperti ini lelaki itu masih berpikiran tidak masuk akal.Sekejap Abyasa menyesali ucapannya. Tapi ia benar-benar keceplosan. Tujuan menghibur pun berisiko membuat mood wanita itu semakin buruk.“Maaf, maksudku berkumpul lagi denganmu dan kakek-neneknya di rumah. Dan aku juga kangen ingin bertemu dengan gadis lucu itu.” Lagi, Abyasa meralat ucapan agar tidak memperburuk suasana. Setelahnya lelaki itu meniupkan napas sembari tetap fokus menyetir.Selang setengah jam, mereka sampai di rumah yang b
20“Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Irma seraya menyodorkan dua cangkir teh hangat. Satu untuk Elsa dan satu lagi untuk Abyasa. Raut cemas tak dapat disembunyikan di wajah wanita paruh baya itu. Ditatapnya Elsa dan Abyasa bergantian.Elsa tidak menjawab. Rasa kaget dan tentu saja shock membuatnya bahkan tidak bisa berbuat dan berpikir apa pun. Ia hanya diam pasrah saat Abyasa memeluk untuk melindunginya, juga saat lelaki itu membopongnya menuju mobil.Elsa benar-benar shock. Bagaimana warga mantan tetangganya begitu beringas melempari mereka dengan telur seolah sangat jijik dengan mereka berdua. Bahkan hingga Abyasa mengantarnya, ia masih saja belum bisa mengatakan apa pun.Kejadian tak terduga itu sudah satu jam berlalu. Elsa bahkan sudah mandi dan berganti pakaian. Pun dengan Abyasa yang kebetulan membawa baju ganti di mobilnya. Ia juga numpang membersihkan badannya di sana dengan jas dan pakaian lainnya ia buang karena noda telur yang teramat banyak.Abyasa menjadi yang paling b
21Elsa semakin mengerutkan kening. Apalagi ini? Kenapa jadi melaporkan Adrian? Elsa menggeleng untuk menghilangkan rasa pusing yang semakin menjadi.“Sudahlah, jangan ikut campur. Jangan buat kepalaku semakin pusing. Aku—”“Aku punya bukti kuat kejahatan Adrian, Kak. Aku sudah mengantonginya, dan aku ingin menunjukkannya di hari pernikahan kalian. Tapi kamu menolak dan keburu membatalkan pernikahan. Ayo kita laporkan saja, agar ibu mertuamu mengembalikan Vivi.”Elsa terdiam untuk beberapa waktu. Ditatapnya wajah serius itu. Ia tidak mengerti, kejahatan apa yang dimaksud Mahesa? Kedua kakak-berdik itu selalu menyinggung kejahatan Adrian. Namun, saat itu ia memang tidak peduli dan tidak ingin percaya karena ia pikir mereka tengah mengada-ngada untuk mengacaukan pernikahannya. Elsa sangat tahu jika Abyasa dan Mahesa tidak suka ia menikah dengan Adrian.Elsa memperhatikan wajah pemuda itu. Tidak ada gurat bercanda atau tanda-tanda ketengilannya sedang kambuh. Namun, baginya sulit memperc
22Elsa berbalik menghadap Adrian, hingga tampak wajah itu memucat. Perlahan wanita berusia dua puluh empat tahun itu mendekat. Tatapannya tak lepas dari wajah sang kakak ipar. Bahkan nyaris tanpa kedip. Rasa tak percaya berbaur dengan kekecewaan mendalam menciptakan tatapan kelam.Bagaiamana tidak? Ia yang sangat memperacayai laki-laki itu tidak pernah terlibat apa pun dengan ibunya, ia yang mempercayakan laki-laki itu untuk menyelesaikan semuanya. Ia yang menganggap jika Adrian sama baiknya dengan mendiang suaminya, kini, semuanya terpatahkan karena sebuah rekaman yang Mahesa perlihatkan.Tatapan itu belum beralih. Bahkan semakin intens dan tajam. Kekecewaan semakin kentara. Bibir Elsa bergetar saat berusaha mengeluarkan suara.“Abang?” ujarnya dengan sangat parau dan nyaris tak terdengar. Wajah itu mendongak dengan jarak lumayan dekat. Tinggi Elsa yang hanya sebatas dada Adrian membuatnya harus menengadah.“Apa ini, Bang? Apa maksudnya ini?” lanjut Elsa dengan menahan mata yang per
23“Ma, aku mau menyerahkan diri ke polisi.”Elsa menatap lelaki yang tengah bicara di telepon. Mata dan telinganya dibuka lebar-lebar takut jika pembicaraan Adrian dengan ibunya di telepon terlewatkan.Awalnya, ia ingin langsung melaporkan perbuatan Adrian. Bukan hanya karena perbuatannya, tapi agar ibunya segera mengembalikan Davina. Namun, Adrian melarangnya. Ia siap mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menyerahkan diri dan sebelumnya ingin meminta sang ibu agar mengembalikan Davina.Adrian sengaja menelepon Dinar di depan Elsa agar wanita itu percaya, karena terlihat Elsa sudah tidak lagi respect terhadapnya.“Kamu bicara apa Adrian?” terdengar pertanyaan di seberang yang Elsa yakini itu ibu mertuanya. Aneh memang, jika dirinya yang menghubungi nomornya tidak aktif, tetapi saat Adrian yang menelepon, mereka lagsung terhubung. Itu berarti Adrian menghubungi nomor yang lain. Nomor baru atau ibunya memiiki nomor lebih dari satu.“Ma, aku akan mempertanggungjawabkan perbuatanku
24[Mbak Elsa, Ibu sakit, saya bingung harus minta tolong siapa.]Elsa menutup ponsel setelah membaca pesan dari nomor ART ibu mertuanya. Sepertinya kesehatan Dinar memang terganggu pasca Adrian menyerahkan diri ke polisi. Menurut kabar yang Elsa dengar, wanita itu sempat histeris saat Adrian menyatakan dirinya bersalah. Ibu mertuanya itu tidak terima Adrian ditahan, hingga akhirnya pingsan di kantor polisi.Selain Adrian, Dinar memang tidak memiliki keluarga dekat lagi. Ia hanya sendiri di rumahnya ditemani sopir dan ART. Adrian tinggal terpisah di apartemennya. Setelah anak kesayangannya—David meninggal, tentu saja Adrian tinggal satu-satunya yang ia miliki. Kini, jika lelaki itu dipenjara, artinya Dinar benar-benar sendiri.Sebenarmya Elsa tidak tega mendengar wanita yang semasa mendiang David masih ada sangat dekat dengannya itu kini sakit dan sendirian. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Semua yang terjadi karena ulah mereka sendiri. Sesungguhnya mereka hanya sedang menuai apa
25Sayangnya, walaupun Elsa susah meyakinkan dirinya agar hanya bersikap professional, pagi-pagi sekali Abyasa sudah datang menjemputnya. Lebih dari itu, sang lelaki juga membawakan sarapan untuknya dan keluarganya.Awalnya, Elsa menolak untuk memakan makanan itu, tetapi Abyasa membuatnya mati kutu.“Aku tidak ingin karyawanku pingsan saat bekerja karena kelaparan. Terlebih karyawan yang baru bekerja di hari pertama. Kecuali si karyawan baru itu ingin aku gendong di depan karyawan lainnya.”Elsa pun bergegas mengambil kotak makanan yang dibawa Abyasa dan melahapnya tanpa berkata-kata. Jangan sampai hal itu terjadi. Ia memang bisa pingsan bekerja di ruangan ber-AC tanpa mengisi perut dulu.Abyasa hanya memasang tampang cool-nya seperti biasa. Sementara sepasang suami istri yang ikut sarapan bersama mereka menahan senyum sekuat tenaga. Untunglah Davina belum bangun, jika sudah, akan ada drama tambahan sebelum mereka berangkat.Elsa kembali menolak saat Abyasa mengajak masuk mobilnya. Ia