Semua orang membeku, menahan nafasnya saat mendengar apa yang diucapkan Claire disana.
“Apa kamu gila?!” Ethan yang paling terlihat murka disana.
Lucia hanya menghela nafasnya sedangkan Dariel menatap putrinya dengan pandangan yang serius.
Tuan Kaizer langsung turun tangan, dia mengejar tuan Edmond dan memberinya pelajaran karena membuat keluarganya menjadi seperti ini.
Dia berlari dan saat melihat punggung tuan Edmond, tanpa aba-aba dia langsung membalikkan tubuh pria itu dan membogemnya di lorong rumah sakit tersebut.
“Bajingan, kau membuat cucu kesayanganku sengsara?!!”
Edmond terhuyung ke belakang, terkejut oleh serangan tiba-tiba dari Tuan Kaizer. Dia mengusap pipinya yang memerah dan berdiri dengan tatapan marah. "Apa yang kau lakukan, orang tua?! Kau gila?!"
Tuan Kaizer, dengan wajah merah padam dan napas berat, mendekati Edmond dengan tatapan penuh amarah. "Kau tak punya hak untuk memaksa cucuku menikah! Kau hanya memanfaatkan situasi ini untuk keuntunganmu sendiri!"
Beberapa staf rumah sakit yang melihat kejadian itu segera mendekat untuk melerai mereka. "Tolong, tenang! Ini rumah sakit!" seru salah satu perawat, mencoba memisahkan mereka.
Claire yang mendengar keributan di luar, bergegas keluar dari kamar Tuan Albert dan melihat kakeknya bersitegang dengan Edmond. Dia berlari mendekat, memegang lengan Tuan Kaizer. "Kakek, tolong tenang. Ini tidak akan menyelesaikan apa-apa."
Edmond, yang masih terlihat marah, melirik Claire. "Cucu kesayanganmu sudah setuju untuk menikah. Jangan membuat semuanya menjadi lebih sulit."
Claire menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Tuan Edmond, maafkan kakek saya. Saya akan menikahi putra anda, tapi bisakah saya diberi waktu? Keluarga saya butuh waktu untuk menerimanya."
Edmond memperbaiki jasnya, mencoba mengendalikan emosinya. "Baiklah, aku akan memberi kalian waktu. Tapi ingat, aku tidak akan menunggu selamanya."
Setelah Edmond pergi, Claire memandang keluarganya dengan tatapan penuh penyesalan. "Maafkan aku, semua. Aku tahu ini sulit, tapi aku merasa ini adalah tanggung jawabku. Aku tidak ingin ada lagi masalah atau konflik."
Dariel, yang sedari tadi diam, mendekati putrinya dan merangkulnya dengan penuh kasih. "Kami hanya ingin yang terbaik untukmu, Claire. Jika ini adalah keputusanmu, kami akan mendukungmu. Tapi pastikan ini benar-benar apa yang kau inginkan."
Claire mengangguk, merasa sedikit lega dengan dukungan keluarganya. "Terima kasih, Ayah. Aku hanya berharap semuanya akan membaik."
*********
Dan hari yang menegangkan tiba, di cermin Claire menatap pantulan dirinya. Dia tak membubuhkan make up tebal disana, hanya riasan kecil dan gaun pengantin sederhana yang menjadi busana di hari yang seharusnya spesial untuknya saat ini.
“Kau cantik sayang.” Ucap Lucia dengan lembut pada putrinya, sebagai ibu dan pernah merasakan hal seperti ini dia tahu bagaimana perasaan putrinya.
Claire tersenyum, “Terima kasih ibu.”
Lucia tersenyum lalu memberikan sebuah dokumen untuk Claire, “Simpan baik-baik dokumen ini, jangan beritahu siapapun.”
Claire bingung, “Ini apa,ibu?”
Lucia tersenyum penuh arti, “Aku dan ayahmu sudah merencanakanmu, disaat penandatangan surat pernikahanmu nanti kau harus menyelipkan ini. Ini adalah perjanjian pernikahan. Ibu dan ayah akan membebaskanmu setelah pria itu sembuh, jadi tolong jaga diri dengan baik disana. Ayah dan ibu akan selalu melindungimu dari jauh.”
Claire yang mendengar itu langsung memeluk ibunya, menumpahkan tangisnya, tangis kesedihan, bahagia dan juga haru dalam waktu yang sama.
Dia tak menyangka ayah dan ibunya bisa memikirkan hal seperti ini untuk melindunginya, “Terima kasih, ibu.”
Lucia memeluk Claire erat, mengusap punggungnya dengan lembut. "Kami selalu di sini untukmu, sayang. Kami ingin kau tahu bahwa meskipun ini adalah keputusan yang sulit, kau tidak sendirian. Kami akan selalu mendukungmu."
Setelah beberapa saat, Claire melepaskan pelukan ibunya dan menghapus air matanya. "Aku akan melakukan ini dengan sebaik mungkin, Bu."
Lucia tersenyum lembut dan mengangguk. "Kami percaya padamu, Claire. Sekarang, mari kita pergi. Semua orang sudah menunggu."
Dengan hati yang sedikit lebih ringan karena dukungan keluarganya, Claire berjalan menuju tempat pernikahan. Suasana di sana sangat kontras dengan perasaannya. Taman yang indah dihiasi dengan bunga-bunga segar dan pita putih, memberikan suasana yang seharusnya penuh kebahagiaan.
Di altar, Edmond berdiri dengan tatapan penuh arti. Di sampingnya, pria yang akan menjadi suaminya terbaring di ranjang rumah sakit yang sudah disiapkan. Claire berjalan dengan langkah mantap, mencoba menenangkan diri.
Upacara berlangsung dengan lancar, namun saat tiba saatnya untuk menandatangani surat pernikahan, Claire merasakan ketegangan yang luar biasa. Dengan tangan yang sedikit gemetar, dia mengeluarkan dokumen perjanjian pernikahan yang diberikan ibunya dan menyelipkannya di antara surat-surat lainnya.
Selesai menandatangani, Claire menghela napas panjang. "Sekarang semuanya resmi," pikirnya. Dia melihat keluarganya yang berdiri di belakang, memberikan senyum penuh dukungan.
Setelah upacara selesai, Claire berdiri di samping ranjang suaminya yang koma. Dia menggenggam tangan pria itu dengan lembut. "Aku tidak tahu bagaimana hidup kita akan berjalan setelah ini, tapi aku akan berusaha sebaik mungkin untuk membuatmu cepat sadar," bisiknya.
Tuan Edmond mendekati mereka dan menatap Claire dengan tatapan tajam. "Sekarang kau adalah bagian dari keluarga kami. Aku harap kau tidak akan mengecewakan kami."
Claire mengangguk pelan. "Aku akan melakukan yang terbaik."
Lalu melirik ke arah pria yang telah menjadi suaminya, meskipun matanya tengah tertutup aura yang dikeluarkan oleh pria itu cukup membuatnya terkesan.
Dia akan melakukan semua cara agar pria itu bisa cepat sadar dan pulih seperti sebelumnya, lalu kembali ke keluarganya yang saat ini tengah menatap dengan tak rela disana.
Leonidas Orion Hawthorne, nama pria yang menjadi suaminya. Itu sangat cocok dengan wajahnya yang tampan dan tegas.
Claire akan mengingat itu, dan dia sekarang menjadi Claire Filbert Hawthorne. Bagian dari keluarga Hawthorne saat ini. Meskipun dia menjadi keluarga Hawthorne, dia tak mau melepas marga keluarganya meskipun secara hukum dia harus melepaskannya.
“Ayo pergi.” Suara Tuan Edmond yang dingin menginstruksikan Claire untuk pergi dari acara pernikahan ini.
Tak ada pesta untuk acara ini. Setelah upacara, Claire akan dibawa pergi ke mansion Hawthorne. Claire mengangguk setuju dan mengikuti tuan Edmond, sedangkan Leonidas di dorong oleh perawat untuk dibawa ke mansion.
“Sayang, apa kamu tidak bisa tinggal bersama kami saja?” Tanya tuan Kaizer, karena dia tak percaya tuan Edmond akan memperlakukan cucunya dengan baik.
Claire berhenti sejenak, menatap kakeknya dengan tatapan penuh rasa sayang dan kepercayaan. "Aku tahu ini sulit, Kakek, tapi aku harus melakukannya.Aku janji, aku akan baik-baik saja," ucap Claire dengan suara lembut, mencoba meyakinkan kakeknya.
Keluarga Filbert menatap dengan tatapan sedih saat putri kesayangan Filbert harus dibawa oleh keluarga Hawthorne. Claire juga menatap keluarganya dari dalam mobil yang semakin menjauh.
Sementara itu, tuan Edmond tersenyum miring di samping Claire yang terlihat sengsara meninggalkan keluarganya.
“Ini masih belum seberapa, air matamu akan kering di dalam mansionku.” Batin tuan Edmond dengan tatapan dingin.
Di tengah aula pernikahan yang megah, dihiasi dengan bunga mawar putih dan biru yang melambangkan kesucian dan ketulusan, suasana terasa syahdu. Lampu kristal menggantung indah, memantulkan cahaya lembut ke seluruh ruangan, sementara musik orkestra mengalun pelan, menambah kesakralan momen.Leonidas berdiri tegap di depan altar, mengenakan setelan hitam elegan dengan dasi putih yang sempurna. Matanya tak pernah lepas dari Claire yang berjalan mendekatinya dengan langkah anggun. Claire tampak bagaikan dewi dalam balutan gaun putih panjang, dihiasi renda dan kristal yang berkilau lembut setiap kali terkena cahaya. Senyum di wajahnya memancarkan kebahagiaan yang tak terbendung.Pendeta membuka upacara dengan suara tenang namun penuh wibawa. “Hari ini, kita berkumpul untuk menyaksikan penyatuan dua jiwa dalam cinta yang suci. Leonidas dan Claire telah memilih untuk mengikat janji, berkomitmen untuk saling mencintai, mendukung, dan menghormati sepanjang hidup mereka.”Suasana menjadi henin
“Leonidas, bagaimana menurutmu gaun pengantin ini?” Kata Claire sambil memutar tubuhnya memperlihatkan gaun putih yang sangat cantik di hadapan Leonidas.Leonidas, yang tengah duduk di sofa dengan sikap santai, menatap Claire dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mata tajamnya melunak, dan bibirnya melengkung dalam senyuman tipis yang penuh kekaguman. "Kau terlihat luar biasa, Claire. Seperti seorang malaikat," katanya dengan nada serius, namun penuh kehangatan.Claire mengangkat alisnya, mencoba membaca ekspresi pria itu. "Hanya luar biasa? Tidak ada komentar lain?" tanyanya, berpura-pura cemberut.Leonidas berdiri dan berjalan mendekatinya, matanya tak pernah lepas dari sosok wanita yang kini menjadi pusat dunianya. Dia berhenti tepat di depan Claire, tangannya dengan lembut menyentuh pinggangnya. "Luar biasa mungkin tidak cukup untuk menggambarkanmu. Tapi kata-kata sulit menjelaskan apa yang kulihat sekarang," bisiknya dengan senyum menggoda.Claire memutar bola matanya, meskipun ro
Langkah kaki yang tampak buru-buru menggema di lorong hotel, seolah pria itu tengah dikejar waktu.Saat sampai di kamar hotelnya, dia langsung membuka pintunya dengan cepat.“Honey, aku sudah membawa dokternya.” Kata pria itu, yang tak lain adalah Ethan.Ethan kemudian menatap ke arah dokter wanita itu, “Tolong tangani istri saya, sejak tadi dia mengeluh kesakitan dari area bawah.” Kata Ethan dengan serius.Dokter itu mengangguk dan Ethan kembali menutup pintu menunggu diluar, perasaannya sangat cemas dan khawatir terlebih ini adalah bulan madu mereka.Di dalam kamar, dokter itu segera mendekati Ashilla, yang terlihat meringis kesakitan sambil memegangi perut bagian bawahnya. "Nyonya Ashilla, bisakah Anda menjelaskan rasa sakitnya? Apakah terasa seperti kram atau lebih tajam?" tanya dokter itu dengan lembut, mulai memeriksa Ashilla. Ashilla mengangguk lemah. "Rasanya tajam, terutama di sisi kiri. Saya juga merasa mual sejak pagi tadi." Dokter itu mengangguk, memasang stetoskopnya
“Apakah tuan tidur, nona?” Tanya Kendrick begitu melihat Claire keluar dari kamar.Claire mengangguk, “Terimakasih, ken. Jika kau tak memberiku kabar kemarin mungkin aku akan terlambat mengobati Leonidas.” Kata Claire dengan tulus.Kendrick mengangguk, “Iya nona, saya juga melihat kondisi tuan semakin parah meskipun telah di obati oleh dokter profesional. Sepertinya memang hanya anda yang bisa menyembuhkan tuan Leonidas.”Claire tersenyum tipis, “Bisakah aku meminta bantuan untuk membelikan beberapa herbal ini? Aku ingin membuat obat untuk Leonidas ketika dia sudah sadar nanti.” Kata Claire sambil menyerahkan kertas berisi beberapa herbal disana.Kendrick menerima kertas itu dengan anggukan hormat, membaca daftar herbal yang dituliskan oleh Claire. "Tentu, nona. Saya akan segera mencarinya. Ada toko herbal yang cukup lengkap di dekat sini, saya akan memastikannya tersedia." Claire tersenyum lelah. "Terima kasih, Ken. Aku hanya ingin memastikan dia mendapatkan perawatan terbaik. Aku t
“Tuan, minum obatnya.” Kata Kendrick dengan penuh perhatian merawat Leonidas.Racun yang berada di tubuh Leonidas tak sepenuhnya hilang, obat hanya berusaha untuk mengurangi rasa sakitnya.“Apa tidak sebaiknya kita beritahu nona Claire, tuan? Saya yakin nona Claire juga khawatir karena anda tak pernah menghubunginya.” Saran Kendrick.Leonidas setelah minum obat merebahkan tubuhnya kembali, mendengar ucapan Kendrick dia hanya bisa menatap langit-langit kamarnya.“Jika aku menelponnya, dia pasti tahu aku sedang dalam kondisi buruk hanya dengar suaraku. Aku tak ingin dia langsung terbang kesini dengan perasaan buruk.” Kata Leonidas dengan pelan.Kendrick menghela nafasnya kemudian bangkit, “Saya akan membuatkan bubur untuk anda, tolong tetap istirahat di kamar.” Kata Kendrick dengan pelan.Leonidas mengangguk kemudian memejamkan matanya, kamarnya kembali sunyi hingga dering ponselnya membuat suasana hening langsung pecah.Dia dengan perlahan meraih ponselnya, disana nama Claire muncul.D
Sudah satu minggu dari yang dijanjikan, Leonidas tak ada kabar.Claire merasa hidupnya sangat hampa terlebih saat pria itu mengingkari janjinya.“Apanya yang tiga hari, sampai sekarang dia bahkan tak mengirimiku pesan.” Gumamnya dengan kesal.Di rumah sangat sepi kali ini, kakaknya sudah menikah dan bulan madu di maladewa sedangkan kedua orang tuanya sedang dinas di luar negeri. Dia benar-benar ditinggal sendiri oleh semua orang.Helaan nafas panjang terdengar di kamar wanita itu, jika dulu dia masih mepunyai James yang menemaninya. Tapi semenjak dia menolaknya, ia merasa bersalah dan tak eak jika datang hanya ketika dia kesepian.Tapi melihat postingan James beberapa hari lalu, sepertinya dia sudah melamar seorang gadis lain.“Aku penasaran, siapa yang berhasil menyembuhkan James.” Gumam Claire dengan tersenyum tipis.Dia juga berharap James mendapatkan gadis yang jauh lebih baik darinya.Hingga akhirnya dia tertidur di sofa, televisi yang masih menyala membuat ruangan itu tetap tera