Suara langkah kaki yang terdengar sangat membuat semua orang yang ada di koridor rumah sakit melihat ke arah wanita itu.Wanita yang baru sampai dari bandara langsung menuju ke rumah sakit yang dimana suaminya dirawat.“Cia?!” Johny yang tadi menunggu Dariel di luar kamarnya langsung berdiri ketika melihat Lucia sudah datang.“Bagaimana dengan keadaannya?” Tanya Lucia pada Johny.“Aku tidak tahu, tapi suamimu belum sadar juga. Tapi dokter sedang menganalisis apa penyebabnya dengan uji lab.” Ucap Johny.Lucia yang mendengarnya langsung mengangguk.“Aku akan masuk ke dalam.” Ucap Lucia langsung.Dan Johny hanya mengangguk saja mendengar ucapan Lucia.Di dalam, Lucia langsung menuju brankar Dariel, pria itu tampak sangat pucat dan matanya masih tertutup tanda jika memang belum sadar sejak tadi.Lucia segera memegang tangan Dariel lalu mengecek yang lainnya, dia langsung menaikkan alisnya. Tanpa menunggu lama dia mengeluarkan sebuah jarum dan menusukkannya pada titik tertentu.“Sial.” Gum
“A-anda?!”Dokter itu sangat terkejut dengan apa yang dia lihat saat ini, dia tak menyangka akan bertemu dengan Lucia dia rumah sakit daerah biasa seperti ini.“Anda dokter yang menangani suami saya?” Tanya Lucia saat melihat pria itu.Pria itu langsung menunduk sopan, “Benar, saya yang menangani suami anda, dokter.” Ucap dokter tersebut yang Lucia ketahui bernama Ashton tersebut dari name tag yang dia kenakan di jas putihnya.“Apa anda mengenal saya?” Wajar Lucia bertanya seperti itu pada dokter Ash karena dia memanggilnya dokter bukan nona ataupun nyonya.Dokter Ash menatap ke arah Lucia dengan wajah sumringah.“Saya adalah fans berat anda di bidang kedokteran, teknik anda dan cara anda menangani operasi besar selalu menjadi favorit saya. Bahkan saya datang di ruang seminar yang anda lakukan di Italia yang hanya membuka peserta sepuluh orang di seluruh dunia. Karena tak bisa merekam ataupun memotret anda saya selalu mengingat wajah anda sampai sekarang.” Ucap Dokter Ash dengan seman
“Tunggu kek!”Lucia berlari melewati koridor rumah sakit hanya untuk mengejar pria tua itu.Tuan Abert yang mendengarnya berhenti, namun dia tak berbalik untuk menatap wanita itu hingga Lucia menuju ke arah depannya.“Saya hanya ingin mengatakan sesuatu pada kakek.” Ucap Lucia dengan serius.Tuan Abert menaikkan alisnya, dia lalu tersenyum miring.“Aku tak akan menarik kata-kataku tadi, jadi jika kau ingin aku menariknya maka buang jauh-jauh pikiranmu.” Ucap tuan Abert dengan dingin.Lucia yang mendengarnya mengangguk mengerti.“Saya tidak bermaksud untuk anda menarik kata-kata anda, kek. Tapi saya juga tak menyalahkan Dariel atas ucapannya tadi. Pria memiliki sisi bertahan pada harga dirinya masing-masing dan anda telah melukai itu. Dariel memang lumpuh tapi memang dia bisa melakukan apapun sendiri. Saya disini hanya ingin mengatakan, tolong anda belajar dari hal ini. Saya tahu anda sebenarnya menyayangi Dariel tapi anda menyampaikannya dengan salah. Saya sangat berharap kesalahpaham
Lucia semalaman benar-benar tak bisa tidur, bahkan kepalanya saat ini terasa sangat berat hingga dia hanya menyandarkan dirinya di sofa dan memejamkan matanya berharap rasa pusingnya segera menghilang.Dariel yang saat ini tengah terbaring di ranjang rumah sakit mulai terbangun dari tidurnya, dia melihat Lucia yang seperti tak tidur semalam karena terlihat dari wajah wanita itu yang sayu.“Lucia.” Panggil Dariel dengan suara seraknya.Lucia yang tadinya memejamkan matanya langsung membuka matanya saat Dariel memanggilnya.“Apa kau sudah bangun?” Ucap Lucia lalu mulai bangkit dari duduknya untuk mendekati tubuh pria itu.“Hm.” Balas Dariel dengan singkat.“Kau pulang saja, aku bisa disini sendiri.” Ucap Dariel dengan dingin pada istrinya tersebut.“Tak apa, kau sudah menjadi tanggung jawabku.” Ucap Lucia dengan tenang.“Apa kau ingin air hangat? aku akan membuatkannya untukmu. Kemarin saat kau tidur Johny membawakan teko pemanas air kesini.” Ucap Lucia dengan tenang.Namun Dariel tak m
Tiga hari berada di rumah sakit, kini akhirnya Dariel bisa pulang dengan keadaan yang jauh lebih baik. Lucia mendorong kursi roda Arthur masuk ke bangunan rumah yang sama sekali belum mereka tinggali. “Dimana kau membawaku?” Tanya Dariel pada wanita itu saat melihat di depannya ada rumah yang cukup besar bahkan jauh lebih mewah dari villa kemarin. “Rumah kita yang baru.” Ucap Lucia dengan tersenyum pada pria itu. “Bukankah akses villa itu sangat jauh dari kota? aku membeli rumah ini agar kau lebih nyaman jika kau bosan dan ingin pergi jalan-jalan, terlebih jalan disini tidak naik turun sehingga memudahkanmu.” Ucap Lucia lalu mendorong kursi roda Dariel untuk semakin masuk ke dalam rumah tersebut. Disana semua perabotan rumah belum lengkap dan terdapat lantai dua disana yang bisa digunakan untuk bersantai dan ruang kamar mereka karena bagian bawah adalah khusus untuk aktivitas jika menyambut tamu ataupun memasak. “Kamar mu ada di lantai bawah tapi jika kau sudah bisa berjalan kau b
“Bagaimana kabarmu, Bela? kita sudah sangat lama tidak bertemu satu sama lain.” Ucap Fedrick dengan ramah pada Bela, wanita cantik itu.“Sangat baik, aku sangat merindukanmu. Bagaimana jika kita pergi ke cafe yang ada di seberang sana.” Ucap Bela sambil merangkul tangan pria itu dengan semangat dan menariknya.Fedrik yang melihat itu mengikuti wanita itu dan terkekeh pelan.Mereka berdua adalah sahabat di masa kecil, Fedrik adalah teman bermain Bela sejak umur lima tahun dan hubungan mereka sampai saat ini terbilang cukup baik namun harus terpisahkan karena karir mereka masing-masing.“Kau ingin apa? Akan aku pesankan.” Ucap Bela pada Fedrik, wanita itu tampak sangat senang bertemu dengan teman lamanya itu.“Es Cappucino.” Ucap Fedrick dengan lembut.Bela mengangguk dan menyuruh Fedrick mencari tempat duduk selagi dia memesan di kasir menu yang mereka inginkan.Setelah itu, Bela kembali dan duduk di depan Fedrick.“Sekarang kau bekerja dimana? kau tak pernah membalas pesanku.” Ucap Be
Makan malam hari ini terasa sangat tenang, tak ada pembicaraan lain di meja makan tersebut selain suara denting sendok yang saling beradu dengan piring. “Johny akan kesini besok, apa kau tak masalah? Atau kau ingin mengganti perawat baru?” Tanya Lucia pada Dariel yang sedang minum setelah makanannya habis. Dariel melirik ke arah Lucia yang sedang menatapnya. “Dia cukup baik.” Ucap Dariel dengan tenang. “Baiklah, apa kau tak masalah aku tinggal lagi?” Tanya Lucia dengan ragu tapi dia juga tak bisa meninggalkan pekerjaannya. “Kita hanya partner yang tinggal satu rumah, kenapa kau harus bertanya seperti itu.” Ucap Dariel dengan wajah datarnya. Lucia tersenyum tipis lalu mengangguk. “Terima kasih, aku tak pernah memiliki teman sepertimu. Ku harap setelah kita bercerai kita akan menjadi teman yang baik meskipun hubungan kita awalnya tidak terlalu baik.” Ucap Lucia dengan tulus. Namun, Dariel hanya diam saja. Dia melirik ke arah Lucia dengan tenang. “Aku tak suka memiliki teman seor
Suara langkah kaki yang menuruni tangga membuat Dariel yang akan pergi tidur mengurungkan niatnya.Dariel ingin keluar untuk melihat apa yang dilakukan Lucia tengah malam ini, namun hal yang tidak diduga terjadi.DUG!Suara pukulan keras benda tumpul itu terdengar di telinga Dariel, dia bisa melihat dengan jelas Lucia yang dipukul kepalanya oleh pria misterius.Dia buru-buru mendorong kursi rodanya untuk mendekat namun pukulan dua kali di kepala Lucia membuat wanita itu langsung tak sadarkan diri.“Lucia!!” Teriaknya karena melihat darah mengucur di kepala wanita itu.Dariel langsung menatap ke arah pria misterius itu.“Siapa kau?” Wajahnya memerah menahan amarah.Pria dengan menggunakan penutup wajah hitam tersebut terkekeh.“Kau tak perlu tahu, karena aku tak ingin menyakiti pria lumpuh jadi aku hanya akan membawa wanita ini saja.” Ucap pria misterius itu.Dariel terpancing emosi, bukan berarti saat dia tak bisa berjalan dia tak bisa melawan pria itu.Dengan teknik penyerangan meng