Share

3 Juragan Akik

Pagi-pagi sekali di rumah Bu Tina

"Assalamualaikum..," terdengar ketukan pintu disusul seseorang uluk salam dari luar rumah.

“Waalaikumsalam..,” jawab bu Tina sambil membuka pintu dan mendapati Naryo ada di depan rumahnya.

Naryo anak juragan tebu di desa itu bertamu ke rumah Bu Tina pagi-pagi sekali dengan penampilan rambut gondrongnya yang diminyaki sampai licin dan disisir rapi ke belakang. Di depannya dua poni lurus di kanan kiri sudah seperti sungut ikan lele.

Baju bunga-bunga berwarna coklat merah dan kuning dipadu dengan jaket jeans yang luntur warnanya. Memakai celana jeans gombrang di bagian bawah dengan benang yang keluar-keluar.

Seuntai kalung hitam menghiasi lehernya, disertai dengan bandul dari kulit berbentuk segi empat. ‘Sudah kayak pakai jimat aja,' batin Bu Tina.

Pergelangan tangannya penuh dengan aksesoris dari tali kulit, rantai, batu-batuan yang berwarna warni, dan entah apa lagi. Beragam cincin berbatu akik tersemat di jari-jarinya, sudah seperti penjual akik saja gayanya. Penuh senyuman Naryo menyapa Bu Tina.

"Sugeng Enjang Bu..," Naryo melancarkan jurus merayu calon mertuanya.

(Selamat Pagi Bu)

Diserahkannya sekantung plastik kecil berwarna hitam. Jika melihat noda minyak yang ada di luarnya isinya pasti gorengan.

"Selamat pagi juga.. ada keperluan apa pagi-pagi sudah ke sini, Naryo?" Bu Tina nampak tidak begitu sreg dengan kedatangan Naryo.

"Lho ini diterima dulu Bu," kata Naryo sambil mengayunkan kantong plastik ke arah Bu Tina. Bu Tina menerimanya dengan enggan.

"Saya apa tidak di suruh masuk Bu?" Kata Naryo masih dengan senyumannya. 

"Silakan masuk," demi kesopanan Bu Tina memberi jalan agar Naryo masuk dan duduk di ruang tamu.

"Kalau ada kopi atau teh saya juga mau Bu," kembali Naryo meminta sesuatu dengan cara yang lembut dan penuh senyuman.

"Kamu ini ada acara apa dateng ke sini pagi-pagi? Dari tadi ditanya orang tua kok Ndak jawab. Malah minta kopi," Bu Tina agak kesal melihat kelakuan Naryo.

"Lho saya belum bilang tho Bu," Naryo masih tersenyum sambil merapikan rambutnya yang sudah klimis.

"Kalau sudah bilang nggak bakal saya tanya lagi Naryooo," ujar Bu Tina agak kesal.

"Sampun duko ibu.. nanti mengurangi kadar kecantikan ibu sebagai calon mertua saya," kata Naryo masih dengan tersenyum.

(sampun duko = jangan marah)

"Walah embuh Naryo.. terserah kamu," Bu Tina beranjak pergi. (embuh = tidak tahu/terserah)

"Lho ibu mau kemana? Masa ada tamu mau ditinggal. Apa mau bikin kopi buat saya?" 

"Meniiiik..," Bu Tina berteriak memanggil anaknya yang nomor dua. Mengabaikan perkataan Naryo. Mendengar Bu Tina memanggil Menik, mata Naryo berbinar.

"Wah ibu ini memang jempolan, tahu aja saya mau ketemu siapa. Bilang sama Menik, Bu, dicari sama calon suaminya," ujar Naryo sambil tersipu malu.

"Kamu ini mau ketemu sama Menik tho?" Tanya Bu Tina.

"Lho apa tadi saya belum bilang Bu,"

"Walah malah balik tanya. Ada urusan apa mau ketemu Menik?"

"Ah ibu ini mau tahu aja urusan anak muda. Isin aku Bu," jawab Naryo sambil menutup mulutnya dan menundukkan kepala. (isin=malu).

Bu Tina hanya menggelengkan kepala. Ia beranjakdari kursi dan tidak menghiraukan Naryo yang mencoba menahannya.

Menik yang baru keluar dari kamar mandi dicegat oleh Bu Tina.

“Menik kamu dicariin juragan akik,” kata bu Tina ngasal.

“Hah? Juragan akik? Pagi-pagi gini ada orang jualan akik bu?” tanya Menik sambil mengusap wajahnya dengan handuk.

“Iya Juragan akik yang antik,” sahut ibunya.

“Tapi menik nggak janjian sama juragan akik bu,” jawab Menik bingung

"Kamu ada janji sama Naryo pagi-pagi begini," tanya Bu Tina.

"Oh, Naryo tho maksud ibu. Sudah dateng tho Bu? Mau nganterin Menik berangkat kerja," jawab Menik sambil mengeringkan rambutnya.

"Bocah kok tambah antik gitu tho si Naryo itu. Ibu tanya apa jawabnya apa. Pagi-pagi sudah bikin puyeng," Bu Tina mengomel sambil menuangkan air teh yang sudah diseduhnya sejak subuh tadi ke dalam gelas berisi kristal putih. Diaduknya perlahan campuran itu dan diserahkan ke Menik.

"Ini antarkan ke depan. Taruh juga ini gorengan yang dibawakan Naryo tadi," 

"Meski penampilannya antik, orangnya baik Bu," Menik menanggapi omelan ibunya.

Dikeluarkannya gorengan yang ada di dalam plastik. Ditaruhnya beberapa di atas piring kecil. Dengan membawa nampan berisi camilan dan teh hangat, Menik menuju ruang tamu. Senyum Naryo semakin merekah melihat pujaan hatinya lah yang menyajikan minuman untuknya.

"Baru selesai mandi, Nik? Habis subuh gini mandi apa tidak dingin?" Naryo menyapa Menik sambil senyum-senyum.

"Sudah biasa, Yo. Silakan diminum tehnya,"

"Terima kasih calon istriku. Teh ini akan semakin nikmat karena kamu yang membuatnya. Apalagi kalau kamu menemani saya duduk di sini," Naryo menyeruput teh yang disajikan Menik. Namun ekspresi wajahnya langsung mengkerut.

"Menik, kamu benar-benar sudah ngebet kawin sama aku ya?" Tanya Naryo tiba-tiba.

"Hah?! Maksud kamu apa, Yo?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status