Share

4 Teori Teh Asin

"Bukannya kalau perempuan memasak terlalu terlalu banyak garam tandanya ingin segera kawin, Nik? Ini tehnya asin banget, Nik," berusaha tersenyum Naryo menjawab pertanyaan Menik.

Menik terkejut tapi juga ingin tertawa.

"Ah, masa sih yo? teh manis kok ini," ujar Menik menahan tawa.

"Sumpah Nik, ini assuin buanget kok. Tandanya kamu itu bener-bener ngebet kawin sama aku," kata Naryo

"Siapa yang bilang begitu? Aku belum ngebet kawin kok, apalagi sama kamu,"

"Lho saya yang barusan bilang, kamu yang bikin teh ini asin. Aku yang menikmati. Berarti kamu ngebet kawinnya sama aku," jelas Naryo penuh percaya diri.

"Teori dari mana?! Lagian itu yang bikin ibuku bukan aku. Udah ah aku mau ganti baju dulu," masih menahan tawanya ditinggalkannya Naryo sendirian.

Mendengar perkataan Menik, Naryo terlihat bingung.

Tak perlu waktu lama Menik sudah berdandan dengan sapuan bedak tipis dan sedikit lipstik di bibirnya agar tidak pucat. Menik sudah cantik dan siap berangkat kerja. Karena ini hari pertamanya ke pabrik, ia memakai celana panjang hitam dan kemeja putih dengan rumbai di bagian depannya yang agak pas di badan. Di tangannya sudah tersampir kardigan berwarna marun. Rambutnya dikuncir sebagian di bagian atas, dan bagian bawahnya dibiarkan tergerai.

"Buuu.. Menik mau berangkat," Menik memanggil ibunya yang ada di dapur.

Di ruang tamu Naryo yang sudah habis dua potong pisang goreng terlihat salah tingkah saat Bu Tina menyibak kelambu pembatas. Dia segera menelan potongan pisang yang sedang dikunyahnya. Meski terlihat kesulitan menelan, Naryo enggan meminum teh di atas meja untuk mendorong makanannya.

"Berangkat sekarang, Nik?” Tanya Bu Tina.

“Iya, Bu. Karena ini hari pertama kata Ajeng berangkat agak pagi aja. Nanti kalo sudah ketemu mandornya bisa milih mau ikut shift yang mana," jelas Menik.

"Iya wes hati-hati di jalan," kata Bu Tina saat Menik mencium punggung tangannya.

“Kamu nganterin Menik, Yo? Jangan ngebut ya," pesan bu Tina pada Naryo.

Naryo kelihatan salah tingkah. Seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi bingung mau mulai dari mana. Di sisi lain, pisang gorang yang dimakannya masih nyangkut di tenggorokan. susah payah akhirnya Naryo berhasil menelan makanan yang nyangkut itu meski harus merem melek.

“Kamu kenapa, Yo? Gelagapan dah kayak ikan mas dibawa ke daratan aja,” tanya bu Tina dengan tatapan menyelidik.

"Ibu Tina, mohon maaf sebelumnya status Bu Tina ini adalah istrinya pak Amin. Dan saya ini sedang naksir sama Menik anak Bu Tina. Dan sudah sejak lama saya ingin memperistrinya, jadi, wanita yang akan saya nikahi adalah Menik, Bu," Naryo diam sejenak.

Menik dan ibunya saling berpandangan bingung kenapa Naryo tiba-tiba bernarasi seperti itu.

“Jadi maafkan Naryo karena tidak bisa membalas perasaan, Ibu. Karena Ibu adalah calon mertua saya. Jadi baiknya Ibu Tina segera menghilangkan perasaan cinta Ibu pada saya.” Penuh ekspresi Naryo mengatakan itu semua di hadapan bu Tina dan Menik yang semakin kebingungan.

"Yo, kamu ini nglindur apa ya?" Tanya Bu Tina heran.

"Maafkan Naryo yaa Bu, meskipun Bu Tina ngebet kawin dengan saya, tapi itu tidaklah pantas karena saya adalah calon anak menantu ibu, dan ibu masih berstatus istri orang. Teh asin itu adalah bukti keinginan Bu Tina, tapi saya tidak bisa memenuhi keinginan tersebut, jadi mohon maaf Naryo, Bu. Saya permisi mau mengantarkan calon istri saya dulu.”

Panjang lebar penjelasan Naryo malah membuat Bu Tina melongo tidak bisa berkata-kata. Ia bingung apa maksud kata-kata pemuda antik itu. Menik yang memahami maksud dari perkataan Naryo itu membisikkan sesuatu di telinga Bu Tina. Mendengar bisikan Menik alis Bu Tina naik ke atas, dan matanya melotot ke arah Naryo yang sudah berbalik hendak keluar rumah. Kemudian Menik tertawa lepas.

"Wooo.. bocah edyan. Wes ndang mangkat!" (sudah, segera berangkat!)

Didorongnya Menik dan Naryo keluar rumah.

Setelah keduanya pergi berboncengan mengendarai motor Naryo, Bu Tina kembali ke dalam dan menutup pintu.

Pandangan matanya terarah ke gelas berisi teh yang tidak dihabiskan Naryo. Dicicipinya sedikit teh tersebut dengan mencelupkan jari kelingkingnya ke dalam gelas dan menyesapnya. Asin. Mengkerut wajah Bu Tina merasakan rasa asin yang menyelimuti lidahnya. Sejurus kemudian Bu Tina tertawa tergelak.

Tawa Bu Tina membuat pak Amin yang baru kembali dari menengok sawah penasaran.

"Ada apa tho, Bu?” Sapa pak Amin kepada istrinya yang sedang merapikan meja ruang tamu.

"Walah pak.. isuk-isuk kok ketemu wong edyan," (aduh, Pak. pagi-pagi kok sudah bertemu orang edyan/kurang waras) kata Bu Tina masih tertawa terpingkal-pingkal.

"Lho apa ada orang ndak waras masuk ke rumah Bu?" Pak Amin semakin penasaran melihat tingkah istrinya itu.

"Nggak cuman masuk rumah pak.. lha ini ngeteh sama bawain gorengan segala. Katanya calon mantu bapak," jawab Bu Tina masih sambil tersenyum senyum.

Bu Tina kembali ke dapur dan menyiapkan sarapan untuk sang suami.

"Calon mantu? Sopo Bu?" (sopo=siapa)

"Ada lah pak..”

“kalau calon mantu kok diarani edan tho Ibu iki?”

“Nanti kalau sudah waktunya yaa bakal ketemu.. siap-siap lahir batin aja pak.. antik orangnya," jawab Bu Tina sekenanya.

Pak Amin hanya geleng-geleng kepala. Diseruputnya teh manis yang ada di depannya. Nikmatnya sarapan gorengan pisang dengan teh manis hangat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status