Share

Dasar Tukang Adu

Pertemuan itu benar-benar berakhir mengerikan bagi Lavendra. Karena, pada akhirnya dirinya harus pulang mengikuti Daza yang ada di depannya. Rasa takutnya seolah membuatnya makin lama makin tidak terkendali. Daza pasti tambah membencinya kalau seperti ini terus.

Saat terus mengikuti langkah Daza, mendadak saja pria tersebut berhenti dan membuat Lavendra tidak sengaja menabraknya, BRUKHHH, untung saja tidak sampai terjatuh. Daza menoleh ke arahnya dengan wajah yang sudah merah memarah.

Makin ciut tentunya Lavendra diberikan tatapn begitu. Bukan pilihannya untuk mengadu, namun, ini karena secara tidak sengaja Diana sempat memergokinya, makanya semuanya jadi sangat runyam begini. Apa yang harus dirinya lakukan supaya suaminya ini tidak marah seperti ini?

“Dasar murahan! Bisa-bisanya kamu mengadu dan membuatku jadi begini!” ucapnya dengan penuh kemarahan. Daza kembali melihat kedepan, dan berjalan meninggalkannya, “Pulang sendiri! Tidak sudi aku pulang denganmu!” kesalnya.

“Kalau kamu pulang sendiri, rumah itu akan kujual!”

Daza dan Lavendra menoleh ke belakang, mereka menemukan bahwa di sana berdiri sang kakek denga tongkatnya, didampingi oleh papa mertua yang juga menatap tajam ke arah Daza. Mereka membela Lavendra dan membuat Daza terpojok.

Berdesis kesal langsung setelah mendengar ucapan dari kakeknya tersebut. Mau tidak mau, akhirnya Daza pulang mengajak Lavendra yang duduk di sebelahnya. Suasana benar-benar tidak enak. Padahal baru saja Lavendra membuat suasana sangat nyaman dan membuat Daza mau sedikit membuka mata akan keberadaannya.

Ternyata keberadaan wanita bernama Lora itu benar-benar membuat semuanya seperti roda yang dijungkirbalikkan berkali-kali. Dan tampaknya, perjuangan Lavendra akan makin sulit karena harus membasmi wanita itu sebelum bisa membuat Daza mau membuka hati padanya.

Saat sampai di rumah, Daza sudah buru-buru masuk ke dalam meninggalkannya di belakang. Lavendra tidak mencoba untuk mengekor kepadanya. Karena ia sudah tahu, pemandangan pertama yang akan ia lihat hanya akan membuatnya makin sakit hati.

Dan benar saja. Ketika pintu terbuka, ia melihat wanita tersebut sudah memeluk erat Daza, dan juga mereka sedang melakukan adegan panas di depan pintu masuk. Rasa sakit hatinya sampai bisa terasa berbunyi kalau melihat adegan ini. Daza benar-benar menganggapnya tidak ada.

Buru-buru Lavendra melewati mereka, dan menuju kamar gudang yang memang dari awal sudah ia tinggali, namun, langkahnya terhenti karena ia merasa bahwa ia lah yang dipanggil.

“Mau kemana? Kamu tidak mau siapkan makan malam untuk kami?” tanya Lora.

Lavendra sudah menghentikan langkah kakinya. Debaran jantungnya membuat ia kehilangan banyak tenaga karena merasa lemas akan adegan tadi. Ia mencoba mengatur napas untuk menghadapi wanita itu. Berbalik badan Lavendra melihat mereka, berusaha setenang mungkin, ia memberikan jawaban yang diinginkan.

“Maaf sebelumnya, aku sudah makan di rumah utama Daza, jadi, aku pikir Daza juga pasti tidak lapar,” sahutnya.

Kaget Lora mendengar apa jawaban tersebut. Pandangannya berkali-kali melihat ke arah Lavendra, dan Daza secara bergantian. Lalu Lora datang mendekatinya dan memegang pakaian yang bukan miliknya tersebut.

“Kamu datang ke sana? Ini pakaian siapa hah?! Mana mungkin kamu punya uang sampai bisa membeli pakaian ini?!” pekiknya.

Merasa sedikit tercekik dengan perilaku dari Lora yang kasar tersebut, ia memegang tangan Lora dan memaksakannya untuk melepas tanganny dari pakaiannya. Memang ini bukan miliknya, tapi kalau rusak, ya dirinya yang harus bertanggungjawab.

“Ini milik Diana, memangnya kenapa?!” kesalnya.

PLAKHHH. Belum apa-apa, Lora langsung menampar wajahnya. Dirinya merasa makin gemetar mendapatkan perlakuan seperti itu. Saat melihat ke arah Daza, ia melihat pria itu tampak cuek dan membiarkan saja Lora yang barusan menamparnya itu.

Ia tak paham. Apa lagi salahnya sampai akhirnya orang ini memilih menamparnya? Apa dia benar-benar berpikir bahwa ia adalah orang yang pantas untuk bisa melakukan hal tersebut?

“Dasar rendahan!! Kamu tidak pantas masuk ke sana, karena kamu hanya wanita kampung yang tidak tahu apa-apa! Bahkan levelmu sendiri tidak setara denganku yang seharusnya bisa masuk ke sana dengan mudah!” kesalnya sambil menatap dengan benci kepadanya.

Begitu, kah? Lavendra menyentuh ujung bibirnya yang terasa perih. Darah segra mengalir, dan itu terlihat sangat jelas. Rasa takut dan elelah menjadi satu di dalam dirinya. Belum lebih dari seminggu ia menghadapi kekacauan ini, tapi batinnya seperti sudah menghabiskan banyak tenaga untuk bisa mengupayakan pendekatan kepada Daza.

PLAKHHH. Sekali lagi, Lora menamparnya di sisi yang berbeda, membuat hati Lavendra merasa remuk. Apalagi, ditambah Daza yang memang sebagai saksi mata memilih untuk diam dan membiarkan begitu saja semua ini terjadi. Ia benar-benar dijadikan keset di sini.

“Dengar ya! Jangan pernah sekali pun kamu berani muncul di depan ruangan Daza lagi! Aku tidak akan segan membuatmu kehilangan muka di depan banyak orang!” tegasnya, sambil mengancam perihal yang tadi.

Dua sejoli itu langsung meninggalkan Lavendra, naik menuju kamar atas milik Daza. Lavendra hanya bisa menatap dengan penuh kesedihan semata. Bisa menerka apa yang pasti mereka lakukan di sana, membuat Lavendra jadi makin kesal sendiri.

Ia marah di dalam kamarnya dan ingin sekali berteriak. Tapi ia tahan sendiri. Ia merasa perlu merenungi pilihannya untuk bisa merebut hati Daza tersebut.

‘Padahal, aku istrinya. Kalau dia memang tidak mau, seharusnya jangan datang sambil tersenyum dulu,’ Ia menyesalkan apa yang sudah lewat.

Malam itu menjadi malam yang benar-benar sakit baginya. Entah sengaja atau tidak, tetapi, mereka berdua seolah sengaja membuat keributan di atas sana supaya Lavendra bisa mendengarnya. Ia sampai harus membekap kedua telinganya dengan bantal supaya suara itu minim masuknya.

Tetapi percuma, rasanya Lavendra sendiri bisa membayangkan, apa yang dua orang itu perbuat. Mambayangkan siapa yang lebih sakit atas hubungan ini, pastinya orang tua Lavendra lah yang paling menderita. Mereka menyerahkannya dengan harapan bisa hidup bahagia, malah jadi seperti ini.

‘Tidak! Aku tidak boleh menyerah! Setidaknya aku akan terus mencoba sampai batas kemampuanku!’

Segera dirinya menyemangati dirinya sendiri. Ia meyakini bahwa semua bisa dibalikkan, begitu pun dengan perasaan Daza. Kalau Lavendra bisa berusaha lebih keras, ia pasti bisa membuat Daza melihatnya dan tahu akan keberadaannya. Meski mustahil sekali pun. Lavendra akan tetap mencoba.

Ia tidak akan menyerah begitu saja. Selama hatinya masih tergerak untuk merubah Daza, ia akan mencoba, meski harus berhadapan dengan wanita bernama Lora yang tidak ada etika.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status