"Aku bercanda. Sebenarnya, aku memberimu waktu sampai besok untuk revisi. Jika kau belum merampungkannya, mohon maaf nona Amanda yang cantik, Anda harus di-diskualifikasi."
"Ck!" decak Amanda malas terbayang kata-kata dosennya yang sempat melontarkan lelucon tidak lucu tadi siang.
Karena ancaman dosen itu juga, semalaman Amanda mengutak-atik laptop untuk merevisi proposal penelitiannya.
Besok dosen killer itu pasti akan marah marah lagi kalau sampai proposal Amanda belum selesai juga. Menyesal dia memilih jurusan gizi.Belum lagi, masalah liontin ibunya ....
"Sudah istirahat sana, nanti malah kesiangan lho bangunnya," nasehat Lesty karena sudah hampir jam 12 malam Amanda belum selesai juga sibuk di depan laptopnya.
"Iya, dikiiit lagi," ujar Amanda tersenyum lega karena tinggal daftar pustaka yang harus diketik.
Drrstt!
Tiba-tiba Listrik rumah padam.
Amanda belum menyimpan dokumennya. Buru-buru, dia ingin menyimpannya. Sayang, kakinya tak sengaja tersandung kabel charge hingga laptop yang di meja pun tertarik jatuh.
Tit! Layar laptop pun menghitam.
Lama, Amanda mematung sebelum akhirnya menyadari sesuatu.
"Lesty... laptopku rusak!" teriaknya histeris.
*****
Keesokan harinya tampak wajah sedih dan melas keluar dari ruang dosen.
Dia butuh beberapa saat untuk menenangkan dirinya, baru kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang."Hallo, Sayang? Sudah beres tugasnya?" Suara itu terdengar masih lembut dan merdu di telinga Amanda. Tak bisa bayangkan jika Amanda harus menceritakan masalahnya.
"Ma?"
Amanda menimbang apa dia harus bercerita pada mamanya tentang liontin itu dan proposal penelitiannya.
Dia ragu karena mamanya pasti marah terlebih untuk liontin itu. Itu bukan liontin sembarangan. Begitu setidaknya mamanya selalu mengingatkan."Sayang, sebenarnya ada berita buruk. Tapi, mama takut menyampaikan padamu karena kamu fokus tugas kuliahmu. Hanya saja, mama pikir papamu juga butuh dukungan darimu, jadi tolong ya telpon papamu dan hibur dia." Moana, mama Amanda berbicara lebih dulu menyampaikan sebuah masalah.
Amanda cemas karena ini menyangkut papanya. Meski kedua orang tuanya sudah lama berpisah sejak dirinya SMP, tetapi Moana yang tinggal di Kota Batu memang lebih update tentang keadaan sang papa di Surabaya. Mereka berusaha kompak menjalankan perannya sebagai orangtua Amanda.
"Papa kenapa, Ma?"
"Masalah pekerjaan, proyek yang dia tangani gagal dan merugi besar. Sepertinya papamu akan berhenti kerja lagi dan cari tempat kerja baru."
Deg!
"O--oke, Ma." Amanda hanya bisa mengucapkan hal itu.
"Sudah tidak apa, hubungi saja papamu dan buat dia bahagia karena putrinya udah mau lulus kuliah." Suara mama Amanda terdengar tenang.
"Iya Ma, nanti aku telpon papa. Mama sehat kan? Gak sakit lagi? Jaga makannya, jangan buat kerja dulu ya Ma, biar sehat dulu."
"Astaga, calon ahli gizi Mama! Terimakasih, Sayangku! Titip salam buat Lesty, ya!" tukas Moana lalu telpon diakhiri.
Amanda tertegun cukup lama. Kedua orangtuanya pun sedang menghadapi masalah yang lebih berat dari masalahnya.
'Lebih baik, aku tidak dulu memberitahu mama maupun papa masalah ini.'
Lantas, ia pun mengumpulkan sisa-sisa semangatnya hari itu.
Tanpa menunggu Lesty, Amanda berjalan ke sebuah toko perhiasan menemui penjaga toko itu dan menunjukan foto liontin mamanya.
"Beberapa hari yang lalu memang ada yang jual ini, tapi langsung diambil orang." Penjaga toko itu memberi penjelasan.
"Astaga, Mbak! Kira-kira Mbak kenal tidak?" Amanda setengah mendesak.
Ahirnya, wanita itu memberikan nomor hp orang yang dimaksud kepada Amanda. Tanpa menunggu lama Amanda pun menghubunginya.
Untung saja, orang itu ada di tempat yang tidak jauh dari Amanda berada. Secercah harapan terpancar di matanya kemudian segera naik ojek untuk datang ke tempat tujuan.
Seperti ksatria yang sudah bertempur habis-habisan namun kalah juga, Amanda berjalan ke sebuah tempat sambil menundukkan kepalanya. Merasakan berat beban hidupnya kini.
"Maaf Mbak, mau cari siapa?" tanya seorang resepsionis perusahaan pada Amanda yang ngeloyor saja tanpa permisi.
Sontak, Amanda pun tersadar.
"Oh, teman saya kerja di sini, Bu," jawab Amanda tergagap.
Dia baru ingat belum menghubungi Lesty kalau dia akan datang ke tempat kerjanya. "Siapa namanya?"
"Lesty, ada lagi Dion. Mereka temanku"
"Oh, kau bisa cari mereka di pantry lantai 3."
"Terima kasih, Bu." Amanda mengangguk sopan dan berlalu.
Namun, entah dia salah jalan atau bagaimana dia tak menemukan pantry yang dimaksud.
Segera, ia mencoba menghubungi Lesty. Sialnya, hp-nya tak ada sisa paket data.
'Oh Tuhan, kapan kesialan ini kau ganti dengan keberuntungan?' batin Amanda yang merasa dipermainkan keadaan.
Dengan gontai, dia berbalik badan. Namun ...
Bruk!
Tiba-tiba, dia menabrak pria setengah tua yang membawa nampan berisi minuman.
Dan lebih sialnya lagi, tumpahan minuman itu membasahi dan mengotori bajunya.
Ini benar-benar sempurna! Rasanya, ingin Amanda meledakan kepalanya dan tak merasakan kekacauan hidupnya ini.
Dia hendak marah pada pria yang menabraknya, tapi tak tega melihat pria itu sudah berjongkok membersihkan gelas-gelas yang pecah.
Segera, Amanda membantu pria itu. "Maaf pak, saya kurang hati-hati."
"Tidak apa-apa, Mbak. Maaf, saya juga kurang hati-hati."
Amanda semakin merasa bersalah. Dia pun mempercepat dirinya untuk merapikan pecahan itu. Sayangnya, semua terhenti begitu suara perempuan terdengar marah-marah dari belakang. "Haduh, ada apa lagi ini? Pak Bos sedang ada tamu dan minta dibuatkan kopi, kalian ngapain coba?!"
Pria itu tampak panik--mencoba berdiri dengan sedikit tidak stabil membawa nampannya. "Maaf bu, yang lain sibuk menjamu makan siang peserta meeting. Jadi, tidak ada yang antar."
"Terus, gimana dong?" Wanita itu kembali melotot.
Bapak tua itu hanya menunduk bingung.
Melihat itu, hati Amanda semakin iba.
"Biar saya saja," sahut Amanda tiba-tiba.Tapi, perkataan itu sepertinya membuat kepala OB salah paham.
Wanita yang memakai name tag Adoria itu bahkan menatap Amanda tajam. "Kamu anak baru itu, ya?"
"Oh, maaf tapi..." Amanda jadi bingung--masih mencoba menjelaskan sesuatu. Sayangnya, Dora mengangkat telunjuknya seperti sedang mengacung sambil memberikan perintah.
Wanita itu bahkan sudah menyeret lengannya dan memintanya mengganti seragam OG.
"Aku sudah maafkan keterlambatanmu. Setelah ganti baju, sekarang buatkan dua kopi ke lantai 7 untuk tempat meeting khusus."
Dora pun berbalik badan dan pergi begitu saja."A--apa-apaan ini?"
Amanda melihat dirinya yang menyedihkan karena tumpahan minuman itu. Kemudian berpikir setidaknya seragam ini bisa menggantikan bajunya yang basah.Ahirnya dia membuatkan juga dua cangkir kopi, lalu mengantarkan kopi itu ke ruang meeting. Dengan sedikit bertanya, ketemu juga ruang yang dimaksud. "Permisi?" Amanda masuk setelah mengetuk pintu.Ada dua pria disana. Amanda bingung harus bagaimana? Diletakan di mana kopinya? Tentu dia juga tidak berani bertanya mengusik keseriusan kedua pria itu. Melihat tampang dingin mereka saja Amanda sudah takut."Maaf Pak, kopinya."Amanda memberanikan diri menyuguhkan kopi itu di depan mereka.Saat tangan lentik dan berkutek indah itu terulur menyuguhkan kopi, kedua pria itu tampak teralihkan dan spontan menatap secara bersamaan pada pemilik tangan itu. Amanda tegang tak bergerak mendapat tatapan kedua pria yang tampan itu.Oh! bukankah salah satu dari pria itu pernah berpapasan dengannya di rumah sakit Dinata waktu itu?!“Permisi Pak," cepat-cepa
Amanda menatap Lesti seolah memikirkan sesuatu. Setelah menimbang-nimbang, ia pun memutuskan untuk ikut bekerja saja bersama Lesti."Tolong bantu aku biar jadi OG beneran di sini. Aku lagi miskin karena tabuganku kupakai DP dan sekarang sedang tidak punya kerjaan, kuliahku di skorsing dan--papa sepertinya berhenti kerja."Amanda menjabarkan semua penderitaannya yang bertubi-tubi itu agar Lesti tak menolak permintaannya.Lesti jadi terperangah dengan masalah masalah Amanda dan tak bisa berkomentar apapun."Baiklah, aku coba minta tolong Dion. Tapi kamu yakin mau kerja begini? Berat lho, kamu kan gak pernah kerja berat. Belum lagi kalau Tante Moana atau Om Dirja tahu, mereka pasti marah!""Jangan sembarangan kamu Les. Kamu pikir aku ini putri raja yang gak pernah kerjain hal begini doang? Masalah mama dan papa yang penting kamu gak laporan mereka gak bakal tahu kok!""Jadi model saja lah kamu, enak kan sekali potret bisa puluhan juta," saran Lesti karena tidak yakin temannya itu bisa ke
Amanda bernapas lega sambil meregangkan jemarinya setelah menyelesaikan pekerjaan. Dia buru- buru mengambil sweternya dan bersiap hendak pulang. Lesti ada tugas antar barang tadi dan dipastikan tidak balik karena sudah jam pulang. Jadinya Amanda pulang sendirian."Amanda, kau bisa bantu ambil alih kerjaan Pak Mail?" Adoria kepala OB itu menghampiri Amanda."Aduh Bu, ini sudah mau pulang. Memangnya Pak Mail kenapa?""Dia dibawa ke UGD tadi karena tiba-tiba pingsan. Pekerjaannya belum selesai, kamu tolong selesaikan sebentar ya?""Oh, baik Bu!" tukas Amanda meletakkan kembali tas dan sweternya lalu bergegas menyelesaikan pekerjaan Pak Mail, OB senior yang masih gigih bekerja karena memang masih banyak yang harus ditanggungnya.Amanda mengambil alat vacuum cleaner yang masih tergeletak di lantai itu. Pegawai kantor sudah mulai satu persatu pulang. Dan Amanda bingung dengan alat sedot debu yang jelas berbeda dengan yang biasa dia pakai. Bilang saja tidak pernah. Karena memang Amanda jaran
Adoria memanggil Amanda karena Purwa ingin mengobrol dengannya. Sebagai Kepala OB tentu saja Adoria melaksanakan perintah bosnya, membebaskan sementara Amanda tidak melakukan pekerjaan.“Lihat tuh, si OG baru. Wajahnya saja terlihat polos, tapi ganjen juga sama pria tua!” terdengar bisik-bisik rekannya saat Amanda berjalan keluar hendak menemui Purwa.“Gak penting tua atau muda, yang penting kan cuan,” sahut yang lainnya.Miris Amanda mendengarnya. Tapi dia berusaha tidak memperdulikannya. Yang paling penting adalah, dia bukan seperti itu.Amanda tahu dari Lesti bahwa pria yang ditolognya beberapa hari yang lalu itu adalah Apurwa Dinata, pemilik perusahaan Dinata Group yang sudah diambil alih jabatannya oleh Wisnu semenjak dia sakit. Purwa sangat suka mengobrol dengan Amanda karena gadis itu selalu apa adanya tidak seperti yang lain terkesan berhati-hati dan takut salah. "Ini sudah masuk jam istirahat, apa kau sudah makan?" tanya Purwa pada Amanda disela ngobrol mereka.Purwa kemudia
Amanda keluar dari kantin dan menghempaskan napasnya dengan lega setelah tadi dia hanya bernapas setengah-setengah. Dia meruntuki dirinya sendiri kenapa juga harus jadi grogi pada Wisnu. Tidak bisa dibiarkan, dia harus memformat ulang perasaannya. Lagipula yang semalam itu Wisnu membantunya karena merasa kasihan padanya, bukan karena hal lain. Kok dianya malah jadi baper begini?Mungkin ini karmanya karena suka menganggap perempuan-perempuan yang ke-GR-an pada Wisnu itu konyol semua."Tidak Amanda, fokus untuk liontin itu. Lagian kamu cuma OG, gak selevel dengan dirinya," gumam Amanda sambil kembali ke pantry."Wow, hebat ya kamu. Anak baru tapi sudah bisa dekat sama Pak Purwa dan Pak Wisnu!" sindir seorang pegawai HRD yang berpapasan dengannya dengan tatapan sinis.Amanda maunya tidak pedulikan ucapan itu, tapi hatinya tak terima dengan sikap mereka. Sementara beberapa rekan OG nya yang lain tampak menghindarinya dan berisik-bisik dibelakangnya."Udah biarin saja, gak perlu pikirin m
Sella, karyawan di salah satu divisi kantor, memang selalu ingin tahu tentang semua hal yang terjadi. Apalagi itu menyangkut bos besarnya, Wisnu. Sebagai tangan kanan Bella yang notabene teman dekat Wisnu, membuatnya selalu merasa sok berkuasa. Hampir semua karyawan di kantor itu pernah menjadi korban gosip murahan Sella. Tak terkecuali Amanda.Kebetulan Sella memergoki Amanda pagi-pagi sudah masuk ruang kerja Wisnu, dan baru keluar setelah beberapa lamanya. Tentu saja dia seperti mendapatkan informasi berharga sebagai bahan materi gosipnya di kantor. Dan dalam waktu yang tak lama, seluruh kantor sudah sibuk mencibir si office girl cantik itu. khususnya para pegawai wanita."Apa kamu tidak mendengar bahwa seluruh kantor ini sedang membicarakanmu?" ujar Lesti pada Amanda."Kenapa?" Amanda belum peka dengan keadaan juga. Dia masih asyik menyantap makanannya."Mereka membicarakanmu, katanya kau terlalu centil pada Pak Wisnu, belum lagi mereka juga bilang kalau kau sering ngobrol bersama
Sella tidak terima karena harus dibantah dan diejek Amanda. Dia hanyalah office girl baru yang bahkan belum sebulan ini bekerja di kantor, tapi sudah berani menantang Sella. Selama ini semua pegawai dan karyawan di kantor sangat menghormatinya. Setidaknya tidak pernah ada yang sampai mengejeknya."Bu Bell, hiks … !" Sella play victim dan mengadu pada Bella."Ada apa? Ngapain kamu nangis kaya anak kecil begitu?" Bella menatap Sella heran."OG itu benar-benar keterlaluan. Dia bilang aku seperti ondel-ondel dan juga ... " Sella memikirkan hal apa yang sekiranya bisa membuat bosnya itu terpancing,"Dia bilang Pak Wisnu masih single dan jika harus berusaha merebut perhatiannya itu bukan hal yang terlarang. Dia juga bilang Bu Bella hanya minder karena dia lebih cantik, jadi takut kalah saing sama dia.""Apa?! Dia bilang begitu?" Bella naik pitam dan bangkit. "Kurang ajar! Belum tahu saja dia siapa Bella. Awas saja kamu anak ingusan!"Bella yang mudah terprovokasi itu langsung keluar ruangan
Amanda mencoret-coret kertas seolah menghitung-hitung kekurangan uang yang harus dibayar untuk menebus liontin itu. Dia juga sudah mencatat alternatife sumber dana yang akan digunakannya. Menuliskan nama Tante Marina, teman-temannya yang sekiranya bisa bantu, dan bahkan dia membuat kemungkinan pilihan seandainya saja rencananya tidak berhasil.Telpon papanya dan bilang terus terang lebih terasa sebagai pilihan masuk akal karena dia tahu papanya selalu membantunya keluar dari masalah. Namun sekarang dia masih ada masalah besar. Sementara mamanya jangan sampai tahu dulu karena Amanda tidak mau membuatnya sedih, dia akan menjadi orang terakhir yang tahu seandainya dari banyak planning itu tidak ada yang berhasil.Kesalahannya adalah dia membawa liontin itu sedangkan mamanya sudah memperingatkan. Waktu itu dia bilang hanya pinjam dan akan merawatnya dengan baik, saat pulang pasti dikembalikan. Kenyataannya berkata lain. Liontin itu hilang juga."Serius amat, Non!" Lesti menegurnya.Lesti