Share

Kopi Pahit Untuk Bos

Amanda melihat dirinya yang menyedihkan karena tumpahan minuman itu. Kemudian berpikir setidaknya seragam ini bisa menggantikan bajunya yang basah.

Ahirnya dia membuatkan juga dua cangkir kopi, lalu mengantarkan kopi itu ke ruang meeting. Dengan sedikit bertanya, ketemu juga ruang yang dimaksud. 

"Permisi?" Amanda masuk setelah mengetuk pintu.

Ada dua pria disana. Amanda bingung harus bagaimana? Diletakan di mana kopinya? Tentu dia juga tidak berani bertanya mengusik keseriusan kedua pria itu. Melihat tampang dingin mereka  saja Amanda sudah takut.

"Maaf Pak, kopinya."

Amanda memberanikan diri menyuguhkan kopi itu di depan mereka.

Saat tangan lentik dan berkutek indah itu terulur menyuguhkan kopi, kedua pria itu tampak teralihkan dan spontan menatap secara bersamaan pada pemilik tangan itu. Amanda tegang tak bergerak mendapat tatapan kedua pria yang tampan itu.

Oh! bukankah salah satu dari pria itu pernah berpapasan dengannya di rumah sakit Dinata waktu itu?!

“Permisi Pak," cepat-cepat Amanda undur diri setelah meletakan kopi di meja.

"Ada OG cantik kok aku tidak pernah liat sebelumnya?" Roy salah satu pria itu berujar setelah Amanda keluar dan menutup pintu.

Sementara Wisnu hanya melengos dan melanjutkan pekerjaannya. 

"Hmm, kopinya manis!" Roy menyeruput kopinya. 

Hal yang sama dilakukan Wisnu dan dia hanya tersenyum kecil karena kopi yang disuguhkan office girl itu pahit minta ampun. Tidak ada kandungan gulanya sama sekali.

"Kalau dia yang bikin kopi, perusahaan gak perlu sediain gula, sudah terasa manis," bual Roy terbius dengan wajah manis pengantar kopi itu.

Di pantry Lesty terbelalak tak percaya melihat ada Amanda di hadapannya dan memakai seragam seperti dirinya. Dia menarik lengan sahabatnya itu untuk mengintrogasinya.

"Apa-apaan kamu? Ngapain pake seragam ini? Sejak kapan?!" 

"Tadi aku cari kamu, eh malah dikira OG" jelas Amanda sambil meletakkan nampan di meja.

"Trus nampan itu buat apa?" Lesty heran Amanda bawa-bawa nampan.

"Disuruh bikin kopi ke ruang meeting, jadi aku bikinin lah," jawab Amanda polos dan merasa tidak ada yang aneh.

"Astaga! Kan bisa bilang kalau kamu bukan OG. Malah bikin kopi segala, dianter lagi. Bukannya ngejelasin malah nurut."

Lesty tidak habis pikir dengan sahabatnya itu. Tapi sejenak dia teringat ruang meeting. Di sana ada Wisnu dan Roy, dua petinggi perusahaan ini.

Apa Amanda sudah membuat kopi dengan benar? Jangan sampai ada komplain nih, pasalnya Roy, wakil direkturnya itu sangat bawel.

"Kau yakin bisa buat kopi?" Lesty memastikan.

"Tinggal masukin kopi ke cangkir dan seduh dengan air. Gitu aja ditanyain," sok merasa benar Amanda menjawab pertanyaan Lesti.

"Oke, gulanya?"

Amanda menatap Lesti dan mengingat ingat apa tadi dia menambahkan gula atau tidak. Sepertinya dia melupakan hal itu.

"Ya ampun Amanda, aduuh--gimana ini? Mana yang kamu suguhi tadi Pak Wisnu dan Pak Roy lagi!"

Lesti gusar dan langsung membuat dua cangkir kopi lagi bergegas mengambil meja troli dan keluar pantry dengan tergesa. Meninggalkan Amanda yang terbengong-bengong.

"Permisi pak, ini kopinya, maaf menunggu lama" Lesti yang masuk ruangan itu berlagak seolah kopi pesanan mereka baru dibuat.

"Nih sudah ada kopi, tapi pahit!" Roy protes, sementara Wisnu tampak tak memperdulikan masalah kopi dan masih fokus dengan pekerjaannya.

"Ada sedikit kesalahan Pak, ini saya ganti kopinya. Maaf!" 

"Sudah, tidak apa-apa. Lanjutkan pekerjaanmu," ucap Wisnu menyudahi drama kopi itu karena merasa terganggu. 

Teringat lagi pada Amanda, dirinya jadi sebal sendiri. Lola nya itu lho masih saja sering kambuh. Apa tidak ada obat untuk penyakit yang satu itu? Harusnya menjelaskan kalau dia bukan OG, eh malah nurut saja antar kopi. Tidak tanggung-tanggung, ke Presiden Direktur dan Wakilnya lho.

"Ganti bajumu dan aku akan jelaskan kalau kamu bukan OG di sini!"

Lesti menarik lengan Amanda yang justru santai di meja pantry dan menikmati teh buatanya sendiri.

Bukannya cemas karena bikin kesalahan malah enak-enakan nyruput teh.

"Apaan sih Les, aku masih minum teh lho, tega amat sih kamu!" Amanda protes dan menolak tangan Lesti.

"Astaga, kau kan bisa pulang dan bikin teh dirumah? Ngapain nyasar di tempat sini, emang mau jadi OG?" omel Lesti.

"No problem lah, jadi OG juga ga buruk kok. Daripada manyun di kontrakan."

Amanda cuek seolah melampiaskan resah hatinya. Terlebih teringat liontin mamanya yang sudah dijual di toko perhiasan dan pindah tangan ke makelar. Dia bingung dengan apa dia menebus kalung liontin milik mamanya.

"Ada apa sih? Semua baik baik saja kan?" Lesti melihat Amanda yang resah itu dan menanyakan apa yg terjadi.

"Bagaimana kalau aku tidak baik-baik saja?"

Amanda tertunduk, tapi mendengar ucapannya Lesti justru menahan tawa.

Amanda menatap sahabatnya itu dengan heran, kok bisa tertawa disaat dia bercerita dengan raut muka sedih. "Apa yang lucu? Aku ini sedang sedih!"

"Hehe, itu lirik lagu kali. Cari kata-kata sendiri lah kalau mau curhat," tukas Lesti.

Seperti biasa Amanda sedang loading dan mengingat ingat apakah ada lirik lagu yang sama dengan kata-katanya tadi.

"Sudah gak usah mikirin lirik lagunya, katakan saja apa yang membuatmu tidak baik-baik saja?" Lesti mengajak Amanda ke ruang samping karena sudah masuk waktu istirahat.

"Liontin mama Les. Tadi aku ke toko yang di bilang tante May dan liontin itu memang ada di sana, tapi udah langsung dibeli sama makelar perhiasan gitu."

"Terus?"

"Aku samperin orang yang beli tadi, tahu gak dia patok nominal berapa buat liontin itu?"

"Berapa emang?" Lesti penasaran.

"200 juta!"

"Hah, 200 juta?! Gila apa?! Emang kemarin Raras jual di toko segitu?"

Amanda hanya mengangkat bahunya tanda tidak tahu. 

"Liontin segitu mahalnya sama tante Moana disimpan saja, mending dijual dari dulu ketimbang diilangin sama putrinya yang gak bertanggung jawab."

"Lesti! aku masih shock ini jangan dibulli begitu, dong!" 

"Oke, terus gimana jadinya liontin itu? Kamu lepas?" Lesti dengan sabar bertanya lagi.

"Ya nggak lah, itu liontin keluarga mama Les, mana bisa aku lepas begitu saja."

Keduanya terdiam seolah memikirkan hal yang sama. 200 juta itu tidak sedikit. Amanda memang pernah diminta untuk menjadi model online shop dan beberapa katalog brand terkenal karena wajahnya yang cantik dan penampilannya juga menarik. Tapi tentu tabungannya tidak sampai menyentuh angka itu.

"Aku kasih dia uang muka dulu, sisanya aku minta waktu. Tante Marina mungkin bisa pinjemin uang, tapi bulan ini dia masih persiapan pernikahannya. Mungkin bulan depan aku baru bisa bilang."

"Maaf, aku tidak bisa bantu apa-apa," ucap Lesti sedih mengelus lengan Amanda.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yanti Isma
lagian ngapain jga liontin dikasih anak yg ngekos bukan nya disimpeun dirmah ajaj
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status