Krisis kepercayaan antara Zera dan Dante semakin memperburuk situasi di mansion. Setiap interaksi diwarnai ketegangan, dengan Zera yang ketakutan dan cemas, sementara Dante terus mencoba meyakinkannya tentang pentingnya pernikahan demi keselamatan mereka berdua.
Suatu malam, ketika Zera sedang duduk di taman mansion dengan wajah yang letih, Dante mendekatinya dengan langkah pelan. Mereka berdiri dalam keheningan beberapa saat sebelum Dante akhirnya berbicara. "Zera, aku tahu ini tidak mudah bagimu. Tapi aku butuh kau untuk mempercayaiku. Setidaknya beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya," katanya dengan nada lembut, berusaha menenangkan Zera yang tampak gelisah. Zera menatap Dante dengan mata yang dipenuhi ketakutan dan kebingungan. "Mengapa aku harus mempercayaimu, Dante? Semua yang kau lakukan hanya membuatku merasa terjebak... seperti aku ini tak punya pilihan," jawabnya, suaranya bergetar. Dante merasakan keputusasaan Zera dan menatapnya dengan penuh iba. "Karena aku peduli padamu, Zera. Lebih dari yang kau bayangkan. Dunia ini penuh dengan bahaya, dan aku tidak ingin melihatmu terluka. Pernikahan ini bukan hanya tentang kekuasaan, tapi juga tentang melindungimu." Zera bisa merasakan ketulusan dalam suara Dante, tetapi hatinya masih diliputi keraguan dan ketakutan. "Aku... aku butuh waktu, Dante. Ini terlalu banyak untukku," katanya, suaranya hampir tersedak oleh rasa takut yang terus menghantuinya. Dante mengangguk pelan, menyadari bahwa Zera membutuhkan lebih banyak waktu. Dia tahu memaksanya hanya akan membuat Zera semakin takut dan terpojok. "Ambil waktu yang kau butuhkan, Zera. Tapi ingat, aku selalu ada di sini jika kau butuh bicara." Zera hanya mengangguk kecil, merasa masih bingung dengan semua yang terjadi. Dante kemudian meninggalkannya sendirian di taman, memberi Zera ruang untuk merenung dan menenangkan dirinya. Beberapa hari berlalu, dan ketegangan masih menyelimuti mansion. Zera mencoba menenangkan diri, namun kecemasannya terus tumbuh. Suatu malam, saat dia sedang beristirahat di kamarnya, Leo mengetuk pintu dan masuk dengan wajah cemas. "Zera, ada kabar buruk. Salah satu musuh terbesar Dante, Vitorio, telah mengetahui tentang hubungan kalian dan dia berniat menggunakan ini untuk menghancurkan kita semua," lapor Leo dengan nada khawatir. Mendengar itu, Zera merasa darahnya berdesir. Nama Vitorio membuatnya semakin takut. Dia adalah sosok yang dikenal kejam dan licik di dunia bawah. "Lalu... apa yang harus aku lakukan?" tanya Zera, suaranya nyaris berbisik, menunjukkan betapa takutnya dia dengan ancaman ini. "Memperkuat aliansi. Itu berarti, pernikahanmu dengan Dante akan menjadi tameng yang kuat. Vitorio tidak akan berani menyerang jika tahu kau adalah istri Dante," jelas Leo dengan nada serius. Zera merasa semakin terpojok. Situasinya semakin rumit dan menakutkan. Dia tahu bahwa keputusannya akan berdampak besar, tetapi dia merasa terlalu lemah untuk membuat keputusan yang tepat. "Aku akan berbicara dengan Dante... tapi ini... ini menakutkan, Leo," kata Zera dengan suara gemetar, merasakan air mata menggenang di matanya. Dia ingin menyelamatkan dirinya, tetapi rasa takut dan kebingungan menguasai dirinya. Leo mengangguk dengan penuh empati, merasa lega bahwa Zera mulai mempertimbangkan opsi yang lebih aman. "Aku mengerti, Zera. Dante akan memastikan kau aman. Kau tidak perlu takut," katanya dengan lembut, mencoba menenangkan Zera yang terlihat semakin takut. Malam itu juga, dengan hati yang berdebar dan tangan gemetar, Zera mendekati ruang kerja Dante dan mengetuk pintu dengan pelan. Dante mengangkat kepalanya, terlihat terkejut namun juga berharap. "Tentang... pernikahan itu..." Zera berbicara dengan suara lemah sebelum Dante mengisyaratkan Zera untuk masuk dan duduk. Dia menatapnya dengan penuh harap dan kekhawatiran. "Aku... aku tidak tahu apakah aku kuat untuk menghadapi ini. Tapi jika... jika ini bisa memastikan aku aman dari Vitorrio... aku akan... aku akan melakukannya. Tapi, Dante... aku takut... aku takut kau hanya akan menjadikanku alat," ucap Zera dengan nada memelas, air mata mulai mengalir di pipinya. Dante merasakan kesedihan Zera dan segera menghampirinya, memegang tangannya dengan lembut. "Zera, aku berjanji, kau tidak akan pernah menjadi alat bagiku. Aku ingin melindungimu, bukan hanya karena aliansi, tapi karena aku peduli padamu. Kau aman bersamaku," katanya dengan nada meyakinkan. Zera menatap Dante dengan mata berkaca-kaca, merasa sedikit lebih tenang dengan janjinya. Meski masih ada ketakutan yang mengintai di dalam hatinya, dia mulai merasakan sedikit kepercayaan kepada Dante, setidaknya untuk saat ini.Dari sekian banyaknya nama mengapa harus namamu yang ku sebut. Zera?”***Zera tidak pernah merasa setakut ini saat ia melakukan sesuatu? Lagi pula mengapa ia harus secara terang-terang melumpuhkan pengawal orang gila itu sih?Stupid. Harusnya ia tak melakukan itu, tapi dia juga harus melakukannya. “Ya. Aku harus melakukannya, dia tidak akan mati. ‘Kan?”Zera meneguk salivanya kasar. Bahkan ria sendiri tak mempercayai apa yang coba ia katakan dan apa yang coba ia pikirkan.Semuanya seperti. “Tidak berjalan seperti yang ia inginkan.” lagian mengapa pria itu sangat peka?Dia menyadari tempat yang menurutnya tak aman.Ide yang buruk karena mencoba bertarung dengan predator. Zera sesekali menghela nafasnya dalam, dia menghindari tempat umum dan jalanan dengan CCTV. Tidak menggunakan angkutan umum dan sebagainya. Hanya menggunakan kakinya saja karena ia tahu kalau Dante pasti akan mencarinya.“Pada umumnya semua manusia akan meragukan pikiran mereka. Dante juga pasti begitu, oh Shit. Semua
Zeus melangkah dengan tenang, tatapannya penuh perhatian ketika ia melihat Dante dan Zera berdiri berdekatan. Untuk sesaat, senyum lembut terukir di bibirnya, menyaksikan bagaimana Dante—yang biasanya keras dan dingin—begitu lembut saat berada di samping Zera. Namun, di balik senyum itu, hati Zeus penuh keraguan. Informasi yang baru saja ia dapatkan tentang Zera bisa mengguncang hubungan yang sedang berkembang di antara mereka.Zeus berhenti beberapa langkah dari pasangan itu. Matanya menangkap bayangan kehangatan di antara mereka, dan dia merasa berat untuk mengganggu momen ini. Tapi sebagai tangan kanan Dante, dia tidak bisa berbohong atau menahan informasi yang penting. Dengan napas dalam, dia memutuskan untuk memanggil Dante."Tuan..." suara Zeus pelan, nyaris seperti bisikan, namun cukup untuk membuat Dante menoleh ke arahnya.Dante, yang masih dalam dekapan Zera, menatap Zeus dengan alis yang sedikit terangkat, menyiratkan pertanyaan tanpa perlu kata-kata. Namun, sebelum Dante b
Zeus mendengarkan dengan tenang, angin malam membawa aroma dedaunan yang segar, namun suasana terasa berat. Zera mengusap wajahnya, menatap langit seolah berharap menemukan jawaban di antara bintang-bintang yang tersebar di sana. “Aku merasa... kosong,” gumamnya, suaranya nyaris terserap angin. Zeus tidak segera merespons, membiarkan keheningan mengambil alih untuk sejenak. Ia menunggu, memberikan Zera ruang untuk berbicara lebih banyak jika ia mau. Ketika kata-kata itu tidak datang, Zeus akhirnya bersandar ke belakang, menatap dedaunan yang berayun di atas mereka.“Kosong seperti apa?” tanya Zeus akhirnya, suaranya rendah namun penuh perhatian.Zera menggigit bibirnya, matanya terpaku pada tangan yang kini menggenggam erat tepi bangku kayu. “Seperti... seolah aku kehilangan diriku. Sejak Dante masuk ke hidupku, aku terus berjuang melawan ketakutan. Aku tahu siapa dia. Aku tahu apa yang dia lakukan. Tapi entah kenapa, meski aku ingin menjauh, aku tak bisa...” Matanya mulai berkaca-ka
Dante berbalik, siap melangkah kembali ke kamar, pikiran masih berputar tentang apa yang baru saja terjadi. Namun, langkahnya terhenti ketika ia melihat sosok Zera berdiri di ujung lorong. Wajahnya tampak pucat, matanya memancarkan tatapan yang sulit diartikan. Ada ketakutan, tetapi juga sesuatu yang lebih dalam—seolah ia tengah berjuang dengan perasaannya sendiri.“Zera...” Dante memanggil lembut, suaranya bergetar sedikit. Ia berharap bisa menghiburnya, memberikan rasa aman setelah semua yang terjadi. Namun, saat ia melangkah mendekat, Zera mundur selangkah, jarak di antara mereka semakin melebar. Dante tidak menyadari betapa mengenaskannya penampilannya. Darah mengalir dari tangannya, membasahi pakaiannya, dan beberapa tetes mengotori rambutnya. Di tengah semua itu, Zera melihat sosok yang pernah ia kagumi, tapi juga sosok yang kini menyebarkan ketakutan dalam hatinya. Mungkin, dia adalah ketua organisasi mafia, namun Zera belum sepenuhnya menyadari betapa berbahayanya Dante seba
Dante berjalan dengan langkah berat menuju ruangan di mana Zera berada. Pikiran tentang apa yang baru saja ia dengar dari Zeus masih berputar-putar di kepalanya. Ia tahu harus segera bicara dengan Zera, tapi setiap kali mencoba merangkai kata, hatinya menjerit ketakutan. Apa yang harus ia katakan? Bagaimana ia bisa mempertanyakan sesuatu yang begitu besar tanpa menghancurkan kepercayaan yang telah mereka bangun?Saat Dante memasuki ruangan, ia melihat Zera duduk di tepi ranjang, terlihat tenang, tapi ada sesuatu di matanya yang tak bisa ia sembunyikan. Ia tahu Dante membawa beban berat. Seolah membaca gelagat dari wajahnya, Zera menatapnya tanpa kata, senyum tipis tergambar di wajahnya.“Ada yang ingin kau tanyakan, kan?” suaranya lembut, seolah ia sudah siap menerima apapun yang akan keluar dari mulut Dante.Dante mendekat, tapi bibirnya tak kunjung terbuka. Kata-kata yang ingin ia sampaikan tersangkut di tenggorokannya. Bagaimana ia bisa menuduh seseorang yang telah banyak memberiny
Di ruangan kantornya yang remang, Dante duduk di belakang meja besar, memandang tumpukan berkas yang seolah menambah beban pikirannya. Setelah insiden sebelumnya dengan Zera, pikirannya tak pernah benar-benar tenang. Simbol tato di tubuh Zera masih menjadi misteri yang tak kunjung terpecahkan, dan dia tahu sesuatu yang jauh lebih besar sedang berlangsung di balik layar.Pintu ruangan terbuka pelan, memperlihatkan sosok Gael, tangan kanannya yang selalu bisa diandalkan. Raut wajahnya serius, tanda bahwa dia membawa kabar penting."Dante," Gael memulai dengan suara rendah dan tenang. "Aku punya informasi baru."Dante menegakkan duduknya, sorot matanya mengisyaratkan keseriusan. "Apa yang kau temukan?"Gael mendekat, meletakkan beberapa dokumen di atas meja, dan menarik napas dalam sebelum mulai menjelaskan. "Kami berhasil menemukan beberapa petunjuk terkait simbol tato di tubuh Zera. Ada keterkaitan kuat dengan organisasi yang dulunya dikenal melakukan eksperimen rahasia pada manusia."