Share

3. Rencana Dara

Dara menjawab pertanyaan sang majikan yang sekaligus sahabat baiknya itu dengan sebuah anggukan lemah.

“Aku akan balik ke Jakarta juga untuk bisa mendapatkan banyak informasi, bukan hanya sekedar jadi ART biasa, aku akan tetap membantu kamu agar kehidupan kamu bisa balik kayak dulu.”

Dara mengutarakan tujuannya untuk kembali ke kota.

“Kamu tetap di sini saja, karena di Jakarta kamu hanya akan terus dihina sama orang-orang yang dulu ngaku sebagai teman kamu.”

Raya malah menatap sedih pada sosok wanita berpenampilan tomboy yang telah banyak menolongnya ini.

“Terus sampai kapan aku berada di desa ini, Dar?”

“Bersabarlah saja dulu Ray,” ucap Dara sembari menyentuh lembut pundak Raya yang terlihat rapuh.

Kedua wanita berbeda gaya berpakaian itu masih saja berbincang dengan berbisik agar pria yang baru saja menikahi Raya tadi tak terlalu mendengar pembicaraan mereka. Apalagi Raya dan Dara menjaga jarak dengan Raihan yang telah berjalan di depan mereka.

Detik berikutnya Raihan kemudian menghentikan langkahnya sembari menoleh ke belakang, pada Raya dan Dara yang ikut segera berhenti berjalan.

“Kita sudah sampai di rumahku.”

Lelaki itu kemudian menatap lurus pada wanita muda yang baru saja dinikahinya yang tampak tertegun memandangi rumah semi permanen di depan mereka.

“Kalian tunggu dulu di sini, karena aku akan coba berbicara dulu dengan ibuku.”

“Kamu tinggal sama ibu kamu?” tanya Raya setengah kaget.

Raya benar-benar tak mengerti dengan latar belakang dari pria yang baru saja menikahinya itu. Saat lelaki yang telah memperistrinya mengungkapkan tentang sang ibu yang turut tinggal di rumah itu, membuat Raya dihampiri resah.

Wanita muda itu sudah membayangkan jika dia akan memiliki seorang ibu mertua yang sama menjengkelkan seperti kakak iparnya Dara. Anggapan tentang ibu mertua yang pengatur dan sok kuasa kini mulai membayangi Raya.

Tapi Raya yang gelisah memilih diam tak mengatakan keresahannya pada Dara yang terlihat sangat penasaran dengan ibu kandung dari sang ustadz di kampung asalnya ini.

Karena terlalu lama tinggal di kota membuat Dara sedikit lupa dengan seluk beluk kehidupan para tetangganya terlebih kediaman Raihan, ustadz muda di kampungnya ini lumayan jauh dari rumah orang tuanya.

Sampai beberapa saat kemudian seorang wanita paruh baya dengan penampilannya yang serba tertutup mulai muncul dari ambang pintu. Tanpa diduga wanita berwajah teduh itu malah menyunggingkan segaris senyuman yang justru membuat Raya dan Dara tertegun.

“Kamu beruntung Ray, kamu punya ibu mertua yang keliatan baik dan sabar,” bisik Dara di dekat telinga Raya.

Raya hanya menoleh sejenak ke arah sahabatnya sebelum kemudian berusaha membalas keramahan dari wanita yang merupakan ibu mertuanya itu. Senyuman Raya ikut terkembang sempurna sembari dia segera mendekat untuk menyalami wanita yang telah melahirkan Ustadz Raihan itu.

“Jadi kamu adalah istri anakku, Raihan?”

Wanita itu terdengar mengunggah kepasrahannya disertai sikap penerimaan yang apa adanya terhadap Raya yang sebenarnya masih bingung dengan apa yang terjadi pada hidupnya sekarang.

Bagaimanapun pernikahan itu bagi Raya masih terlalu cepat dan sama sekali tak pernah dia impikan.

Raya hanya menjawab dengan sebuah anggukan.

Sampai kemudian dia menyadari tatapan Raihan yang dalam padanya.

Padahal di dalam hati lelaki itu menyimpan kekaguman akan sikap Raya yang penuh kesantunan pada sosok orang tua, dengan latar belakangnya yang tergolong modern dan sangat kota, nyatanya wanita yang telah diperistrinya dengan cara tak terduga itu terlihat sangat menghormati ibunya.

“Ternyata kamu memang sangat cantik.”

Wanita paruh baya itu malah mengunggah pujiannya untuk Raya.

Raya hanya bisa termangu ketika wanita yang sudah menjadi mertuanya itu mulai memuji dirinya.

“Maaf jika pernikahan kalian harus terjadi seperti ini, barangkali semua ini memang sudah takdir yang disiapkan oleh Allah untuk kalian berdua, meski sebelumnya kalian belum saling mengenal.”

Wanita yang biasa dipanggil dengan sebutan ‘Ibu Siti’ terlihat sangat bijak menyikapi pernikahan putra tunggalnya yang sangat di luar dugaan, semuanya serba mendadak dan penuh tekanan. Walau begitu tak pernah sedikitpun Siti meragukan putranya, bahwa sang putra tak akan pernah melakukan apa yang telah dituduhkan oleh semua orang.

Kalaupun akhirnya pernikahan itu sampai terjadi Siti menganggapnya sebagai garis nasib putranya mendapatkan jodoh dengan cara yang terkesan tak wajar, dan istri dari anak tunggalnya sendiri jauh dari yang diharapkan, bukan sosok yang terkesan menjaga marwah diri, dan sangat berbeda dengan gadis kebanyakan di desa mereka yang penampilannya serba sederhana dan tertutup.

Siti selalu bisa menerima takdir dirinya termasuk juga menyajikan prasangka baik pada Tuhannya.

“Siapa nama kamu Cah Ayu?” tanya wanita berpenampilan bersahaja itu.

“Raya, Bu,” jawab Raya singkat.

Sampai kemudian tatapan Siti beralih pada Dara yang sejak tadi mendampingi Raya.

Raya segera bisa mengartikan tatapan Siti, yang membuatnya segera memperkenalkan sang sahabat.

“Dia Dara, teman baikku, Bu.”

“Dara?”

“Iya, saya Dara Bu,” sahut Dara sembari menyalami tangan Siti yang sekarang tampak tertegun menelisik dirinya.

“Saya Dara anaknya Mbok Lasmi.”

Dara menjelaskan tentang dirinya yang sontak membuat Siti terperangah.

“Kamu berbeda sekali, aku pikir kamu malah teman prianya menantuku?”

Dara langsung menggaruk rambut pendeknya yang sebenarnya tidak gatal. Penampilannya yang cenderung tomboy membuatnya dianggap sebagai seorang pria.

“Saya ini asistennya Raya, Bu.”

“Asisten?”

Lagi-lagi Dara terlihat resah menggaruk tengkuknya. Dia malah keceplosan bicara. Selama tinggal di desa baik Dara maupun Raya sama sekali tak mengungkapkan tentang diri Raya yang seorang selebgram terkenal sebelumnya. Nyatanya sangat mudah melakukan hal itu di desa terpencil ini karena memang kebanyakan penduduknya kurang melek internet ditambah jaringan internet di desa ini lebih sering tidak stabil bahkan sampai kehilangan sinyal sama sekali.

“Maksudnya saya ini temannya Raya, Bu,” jawab Dara meralat.

“Oh teman kamu yang dari kota?”

“Iya Bu,” jawab Dara cepat.

Siti kemudian kembali mengulas senyumnya.

“Ya sudah ayo masuk ke dalam sebentar lagi maghrib, kalian bersihkan diri kalian di dalam setelah itu kita sholat maghrib bersama.”

Siti mulai mempersilakan mereka berdua masuk ke dalam rumah sederhananya.

Sementara Raihan sendiri mulai bersiap ke mushola setelah dia membersihkan dirinya.

Raya dan Dara bergantian ikut mengambil wudlu di kamar mandi.

Setelah itu barulah Raya melangkah menuju ruang tengah mengikuti langkah ibu mertuanya yang akan mengantarnya menuju kamar yang akan dia tempati.

Tapi saat berada di kamar itu mendadak Raya melihat pemandangan yang membuatnya segera terpana dan berdecak kagum.

“Luar biasa ....!”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status