Share

2. Pernikahan Mendadak

“Apa benar kita akan dinikahkan?”

Raya menggumamkan keresahannya ketika mereka berdua sudah didudukkan berdua di balai desa.

Raihan menjawabnya dengan sebuah kedikan singkat di kedua pundaknya. Lelaki itu malah tampak lebih tenang daripada sebelumnya.

“Kita lihat saja, apa yang akan mereka lakukan pada kita?” balas Raihan terdengar pasrah.

Raya menjadi kesal saat mendapati sikap Raihan yang dianggapnya terlalu pasrah.

Tapi nyatanya memang tak ada yang bisa dilakukan untuk mencegah hal memalukan itu terjadi.

Tak ada yang mau percaya dengan segala penjelasan keduanya tidak juga Pak Kades yang sudah didatangkan. Semua orang sudah mendesak agar kedua insan berlainan jenis itu segera dinikahkan karena dianggap telah berbuat mesum, sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bala di desa ini.

Mereka akhirnya dinikahkan di hadapan penghulu bersama dengan seorang wali hakim. Walau Raya sempat bersikeras menolak agar tak sampai dinikahkan karena tak adanya sang ayah yang bertindak sebagai wali dalam pernikahan, nyatanya orang-orang itu malah mendatangkan seorang wali hakim demi syarat sahnya pernikahan.

“Saya terima nikahnya dan kawinnya Raya Sahala binti Andi Fajar dengan mas kawin sebuah cincin emas 5 gram dibayar hutang.”

Raihan mengucapkan ikrar ijab kabul dengan terdengar sangat yakin.

Raya mendesah resah saat ikrar itu terlontar. Takdir terkesan sangat bercanda dengan gadis itu yang membuat seorang Raya bahkan nyaris tak bisa menelaah apa yang terjadi di dalam hidupnya saat ini.

Raya hanya bisa mengikuti apa yang terjadi dengan hati separuh dan telah kehilangan gairah. Bahkan pernikahannya sekarang terasa nyaris bagai sebuah mimpi buruk.

Segala angannya tentang pasangan ideal yang dia harap mendadak lenyap, karena pria yang menikahinya sekarang jelas tak seperti yang dia impikan. Bukan sosok seorang pangeran yang memiliki banyak kesempurnaan. Bahkan tidak juga seorang pria dengan penampilan bak idol, atau setidaknya seorang coverboy.

Sejenak Raya memindai pria yang baru saja beberapa detik tadi telah mengikrarkan diri sebagai suaminya. Bukan hanya wajahnya yang tampak sedikit kusam dan berminyak tapi juga penampilannya yang terkesan acak-acakkan. Malah pakaian yang sekarang dipakainya penuh dengan debu dan terlihat kotor penuh noda karena memang Raihan sore tadi sedang melakukan pekerjaannya sebagai seorang petani di sawah.

Tak ada gaun pengantin dengan penampilan yang sakral dan anggun. Raya sendiri hanya memakai jaket denim untuk menutupi tubuhnya yang dibalut sebuah minidress dengan motif floral. Sebuah penampilan yang terlalu casual dan sangat biasa.

Ketika akhirnya Raya harus menyambut tangan Raihan yang kemudian terulur setelah ikrar ijab kabul terucap, gadis itu hanya bisa pasrah menyalami bahkan mencium punggung tangan dari lelaki yang sekarang telah berstatus sebagai suaminya itu.

Hingga sejurus kemudian Raya melihat asisten sekaligus sahabatnya merangsek mendekat menyibak kerumunan para warga yang sudah menjadikan pernikahan tak wajar itu sebagai tontonan.

“Udahlah Ray, mungkin ini udah takdir kamu.”

Raya sontak mencebik sengit sembari membeliakkan mata.

“Enak saja, kamu bilang takdir!” sergah Raya sengit. Raya benar-benar tak mengerti kenapa sahabatnya malah terlihat sangat santai menanggapi momen yang dianggap Raya sebagai prahara ini dengan sangat santai. Bahkan Raya melihat jika sosok yang sudah membawanya berada di desa terpencil ini, tampak sangat bahagia dengan apa yang menimpanya saat ini.

“Ray, ini benar-benar harus kamu syukuri karena Tuhan sudah menjodohkan kamu dengan seorang ustadz.”

“Tapi ini beneran nggak masuk akal, padahal pria penolongku itu seorang ustadz kenapa mereka malah lebih percaya dengan pria jelek berkumis itu yang sudah nuduh kami mesum sampai dipaksa nikah kayak gini?”

Sangat tidak mudah buat Raya untuk menerima keadaan ini.

Namun Dara, asisten pribadinya yang berpenampilan tomboy itu malah semakin menampakkan dukungannya.

“Kan tadi aku udah bilang bisa saja kalau semua ini memang sudah takdir kamu, lagian Mas Ustadz Raihan itu orangnya baik, jauh lebih baik daripada Reno. Kamu lebih baik tinggal sama Ustadz Raihan daripada tinggal sama keluargaku, karena ada nenek lampir di rumahku.”

Dara mulai mengulik tentang saudara iparnya yang semakin terang-terangan memusuhi mereka setelah tahu jika Raya adalah majikannya Dara yang jatuh bangkrut. Apalagi setelah Dara tak lagi memiliki uang untuk memenuhi belanja keluarganya yang dulu selalu dia tanggung, saat dia masih bekerja sebagai asisten pribadinya Raya.

Sebelum Raya menimpali kalimat sahabatnya, mendadak Raihan mulai berjalan mendekat.

“Ayo Mbak kita pulang ke rumahku sekarang, karena sekarang Mbak adalah istriku.”

Raya membeliak resah dan menjadi tak bisa menolak karena Dara malah terus mendorongnya untuk mendekat dan mengikuti ajakan sang ustadz muda yang berpenampilan kelewat sederhana itu.

Dara masih saja menempel saat mereka akhirnya berjalan beriringan di belakang Raihan yang sudah lebih dulu berjalan di depan.

“Ray, mengertilah aku cuma pengen menyelamatkan kamu, kakak iparku itu kayak jahat karena tadi aku dengar dia berencana mau menjebak kamu untuk bisa dijual sama Pak Sam, orang yang punya hubungan sama para mucikari di kota.”

“Terus kenapa kemarin kamu ngajak aku pulang ke rumah kamu, Dara sialan?!”

“Aku nggak tahu kalau Sumi itu kayak setan, karena dulu pas aku punya banyak uang, dia keliatan baik banget.”

Dara menunjukkan rasa penyesalan pada sang sahabat yang nasibnya sedang tertimpa kesialan beruntun.

“Untuk sementara kamu tinggal sama Mas Ustadz aja, sampai Pak Arif bisa membuktikan kalau papa kamu nggak salah. Soalnya aku meninggalkan desa ini.”

Raya membeliak kaget.

“Kamu mau ke mana?”

“Aku mau ke kota mau jadi daftar jadi ART, soalnya aku nggak betah di rumah Ray.”

“Terus aku gimana, Dar?”

“Ya kamu sekarang kan istrinya ustadz.”

Raya mendengkus jengkel.

“Ray, kamu sebaiknya bicara sama Mas Ustadz dan bilang apa adanya tentang kehidupan kamu, terus minta pengertian sama dia, agar nggak usah terlalu serius dengan pernikahan kalian, soalnya kamu berencana akan balik ke Jakarta lagi kalau semua berita miring tentang kamu terlupakan.”

“Iya aku nggak mau selamanya terjebak di desa terpencil ini,” tegas Raya sembari tetap berbisik agar percakapan mereka tak terdengar jelas oleh Raihan yang berjalan mendahului mereka.

Tapi setelah itu tatapan Raya menatap nanar ke arah sahabatnya yang telah banyak menolong dirinya itu.

“Dar, kamu beneran akan balik ke kota dan menjadi pembantu?”

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status