Share

7. Pergi Bersama

“Memangnya kamu mau aku melakukan apa sih?”

Raya menjadi kian penasaran.

Tapi Raihan tetap diam malah memberikan senyuman yang membuat hati seorang Raya gelisah tak menentu. Senyuman itu terlalu manis semanis gula yang dijadikan sirup.

“Kamu tunggu di sini dulu,” ucap Raihan yang kemudian malah keluar dari dalam kamar yang membuat Raya menjadi kian bertanya-tanya.

Tak lama berselang lelaki bertubuh tegap itu kembali masuk dengan membawa sebuah gamis lengkap dengan jilbab lebar yang berwarna senada.

Raya sontak mengernyitkan keningnya sembari memandang gelisah pada pria yang baru kemarin menikahinya itu.

“Sebelum pergi kamu ganti dulu baju kamu dengan ini.”

Raya menguarkan keraguannya sembari memandangi gamis berpotongan sederhana yang sama sekali tak sesuai dengan selera fashionnya.

“Aku pakai ini?”

“Iya karena aku pikir kamu akan jadi cantik kalau pakai baju itu, biar kamu pantas untuk disebut sebagai istri ustaz?” Raihan kemudian tersenyum penuh arti.

Tapi Raya menanggapi dengan ekspresi kekesalan di wajahnya.

“Tapi kita kan nikahnya pura-pura,” gerutunya kesal. Nyatanya Raya tak menganggap pernikahan mereka sebagai pernikahan yang sebenarnya. Bahkan semalam saja gadis itu telah mencoba mengajak Raihan berbicara agar ikut menganggap pernikahan mereka ini sebagai sebuah kepura-puraan semata.

“Tapi semua orang di desa ini menganggap kamu adalah benar-benar istriku. Lagipula kita telah menikah sungguh-sungguh dan disaksikan oleh banyak orang.”

Raya sontak membeliakkan matanya ketika mendengar ucapan Raihan yang terdengar sangat enteng menerima fakta pernikahan mereka, yang sebenarnya terlalu memalukan ini.

“Bukankah kita menikah karena terpaksa, kenapa sih malah nganggap semua ini beneran? Apa kamu nggak dengar omonganku semalam kalau aku tak ingin tinggal selamanya di desa ini. Aku pengen balik ke kota dan menjalani kehidupanku yang nyaman di sana seperti dulu.”

Gadis itu kembali mencecarkan keinginannya di hadapan pria sederhana yang sudah menikahinya yang ternyata tak sepemikiran dengannya. Raya merasa harus berusaha lebih keras agar pria yang sudah menikahinya itu bisa mengerti jika tak seharusnya pernikahan mereka ini dianggap serius.

“Kita bahas itu nanti saja, sekarang aku harus ke sawah, kalau kamu mau ikut, tolong pakai dulu baju yang sudah aku kasih ke kamu. Kalau kamu tidak mau, sebaiknya kamu tinggal di rumah saja bersama ibu.”

Raihan membalas dengan sangat tenang semua cecaran Raya yang cenderung emosional.

Mendengar semua itu Raya tanpa sadar langsung menghentakkan kedua kakinya di atas lantai semen, untuk meluapkan kekesalan hatinya.

Pada akhirnya gadis yang sebenarnya berpembawaan ceria itu mulai menuruti permintaan Raihan karena Raya merasa tak memiliki pilihan lain.

Setelah berganti pakaian Raya langsung keluar dari kamar dan menghampiri Raihan yang memang sudah menunggunya di ruang depan.

Saat melihat penampilan Raya yang tampak sangat berbeda ketika mengenakan gamis dan hijab, Raihan yang semula sedang berbincang dengan ibunya menjadi terpana bahkan mulutnya sedikit terbuka.

Raya tampak sangat cantik di matanya begitu anggun dengan wajah yang bahkan tampak bersinar. Raihan terlalu terpukau, bahkan masih saja bergeming saat Raya semakin mendekat.

“Aku sudah siap, ayo kita pergi sekarang,” ajak Raya yang kini harus menyembunyikan kekesalannya karena ibu mertuanya sedang berada di antara mereka berdua.

Raya bahkan turut menyajikan senyumnya yang seketika membuat hati seorang Raihan bergetar.

Berbeda dengan Raya yang masih ragu untuk menjalani pernikahan ini dengan sepenuh hati tapi Raihan telah menerima pernikahan mereka meski dimulai dengan sebuah peristiwa yang seharusnya sangat memalukan, yang bahkan membuat nama baik dan reputasinya sebagai seorang ustadz yang harusnya menjaga marwah diri, dipertaruhkan.

“Terus setelah ke sawah, sebenarnya kamu mau mengajakku ke mana sih?”

Raya kemudian mulai bertanya dengan lebih santai.

“Kamu nanti akan tahu, ayo kita pergi sekarang,” ajak Raihan tenang yang segera ditanggapi Raya dengan antusias bahkan gadis itu secara spontan bergayut di lengan kokoh lelaki yang sudah berstatus sebagai suaminya.

Raihan tercekat gelisah karena sentuhan gadis cantik itu membuat tubuhnya meremang. Raihan merasakan kehangatan yang bahkan tak pernah dia bayangkan sebelumnya.

Setelah berpamitan pada Bu Siti, pasangan muda yang dipertemukan dengan sangat tak biasa oleh takdir itu mulai melangkah beriringan, meski saat ini Raya telah melepaskan tangannya dari lengan Raihan.

Mereka melewati jalanan desa di tengah deretan rumah penduduk yang kebanyakan sederhana dan berhalaman luas.

Raya yang ramah berusaha menyapa meski hatinya sempat merasa jika dirinya dan Raihan terlihat seperti menjadi pusat perhatian. Tatapan mata mereka terlalu lekat, dan menilai, tampak seperti sebuah penghakiman.

Raya segera paham apa yang membuat mereka bersikap seperti itu, semua karena sebab awal  pernikahan mereka dimana mereka dipaksa menikah karena berbuat mesum.

Kini Raya malah memikirkan tentang nama baik Raihan yang pastinya sekarang menjadi ternoda karena peristiwa yang tak pernah mereka duga itu.

“Aku yakin mereka pasti sudah menganggap kamu sebagai ustadz yang nggak ada akhlak,” gumam Raya sembari tetap ikut melangkah di samping Raihan.

Lelaki bercambang dengan hidung mancungnya yang selalu mampu mendebarkan kaum hawa yang memandangnya itu hanya menanggapi dengan senyuman tipis seolah semua yang terjadi itu bukanlah sesuatu yang harus dianggap sebagai masalah besar.

“Apa kamu nggak pengen membersihkan nama baik kamu? Soalnya kita kan emang nggak pernah berbuat seperti yang mereka tuduhkan, waktu itu kamu kan pengen nolong aku.”

“Biar saja mereka menganggap begitu, kalau mereka capek suatu saat nanti gunjingan mereka pada kita akan berhenti dengan sendirinya.” Raihan menanggapi dengan sangat enteng stigma buruk masyarakat yang kini ditujukan pada dirinya.

Raya menjadi kehilangan kesabaran, menghadapi sikap lelaki yang menjadi suaminya itu yang terkesan sangat pasrah ini.

Saking kesalnya Raya memilih diam tak lagi berbicara apapun. Sampai beberapa lama mereka berjalan beriringan dalam diam.

Namun ketika sampai di jembatan tempat di mana mereka dipertemukan pertama kalinya yang kemudian membuat insiden itu tercipta hingga mereka harus terpaksa menikah, mendadak di sana mereka bertemu dengan sosok yang segera membuat tekanan darah Raya seakan naik.

“Pria itu!”

***

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status