Share

BAB 6

Author: Nadianad
last update Huling Na-update: 2025-02-11 22:15:35

BAB 6 – Perangkap dalam Bayangan

Malam terasa lebih panjang dari biasanya. Liora duduk di ranjangnya, pikirannya dipenuhi kata-kata Elgard.

"Kesempatan untuk membalas dendam dengan cara yang tidak akan membuatmu mati sia-sia."

Apakah ia benar-benar harus percaya pada pria itu?

Tiba-tiba, suara langkah kaki di lorong membuatnya tersadar. Langkah yang berat dan teratur, seolah milik seseorang yang tak terburu-buru, tetapi juga tak ingin terlihat mencurigakan.

Liora meraih belati kecil yang ia sembunyikan di bawah bantal—satu-satunya alat perlindungan yang ia miliki. Napasnya tertahan ketika pintu kayu itu terbuka perlahan.

Seorang pelayan pria masuk, membawa nampan dengan sebuah teko dan cangkir porselen.

"Yang Mulia Pangeran Elgard mengirimkan teh untuk Anda," katanya dengan suara datar.

Liora tetap diam, matanya mengawasi setiap gerak-geriknya.

Pelayan itu berjalan ke meja kecil di dekat tempat tidurnya, menuangkan teh ke dalam cangkir, lalu menunduk hormat. "Silakan diminum sebelum tidur, Nona Liora."

Liora menatapnya tajam. Ia tidak bodoh.

Banyak kisah di istana ini tentang orang-orang yang mati dalam tidur mereka setelah meneguk sesuatu yang seharusnya "aman."

Pelayan itu menunggu, tetapi Liora tidak bergerak. Ia hanya mengambil cangkir itu perlahan, lalu menatap permukaan teh yang masih beruap.

"Minumlah," kata pelayan itu lembut.

Liora tersenyum tipis, lalu tanpa peringatan, ia menjatuhkan cangkir itu ke lantai, membuat porselen pecah berkeping-keping. Cairan teh mengalir ke lantai batu.

Mata pelayan itu melebar sesaat, tetapi ia segera menunduk dalam-dalam. "Saya akan menyiapkan yang baru."

"Tidak perlu," kata Liora dingin. "Katakan pada Elgard bahwa aku tidak butuh perhatiannya dalam bentuk apa pun."

Pelayan itu tampak ragu sesaat sebelum akhirnya berbalik dan pergi tanpa sepatah kata.

Liora menghela napas panjang setelah ia yakin dirinya sendirian.

Teh itu bisa saja beracun.

Atau bisa jadi hanya ujian dari Elgard untuk mengukur kewaspadaannya.

Bagaimanapun, satu hal semakin jelas baginya—ia tidak bisa percaya siapa pun di istana ini.

---

Pagi yang Penuh Ketegangan

Keesokan harinya, Liora berjalan menyusuri koridor istana yang dingin. Para pelayan menunduk hormat ketika ia lewat, tetapi ia tahu lebih baik daripada menganggap mereka sungguh-sungguh menghormatinya.

Mereka takut.

Bukan karena dirinya, tetapi karena posisi yang kini ia tempati—selir Pangeran Elgard.

Saat ia melangkah menuju taman istana, suara langkah kaki lain terdengar mendekatinya.

"Liora," suara lembut namun berbahaya menyapanya.

Ia berbalik dan menemukan Pangeran Mike berdiri di sana dengan senyum khasnya yang penuh perhitungan.

"Kau tampak lebih segar hari ini," katanya, berjalan mendekat dengan tenang.

Liora tidak membalas, hanya menunggu.

Mike mengamati wajahnya, seolah mencari sesuatu. "Kudengar kau menolak minuman yang dikirim Elgard tadi malam."

Liora tetap diam.

Mike tertawa kecil. "Kau lebih cerdas daripada yang kuduga. Itu bukan racun, jika itu yang kau pikirkan."

"Tapi bisa saja racun," balas Liora tajam.

Mike mengangkat bahu. "Kau memang menarik, Liora. Tapi aku di sini bukan untuk membahas teh. Aku ingin berbicara tentang tawaranku."

Liora menyipitkan mata.

"Tawaran?"

Mike tersenyum tipis. "Kau masih punya kesempatan untuk berpihak padaku, Liora. Kau bisa membantu menggulingkan Elgard, dan aku akan memastikan kau mendapatkan kebebasanmu."

Liora menatapnya dalam diam.

Ia tahu tawaran ini datang dengan konsekuensi besar.

"Elgard tidak akan membiarkan itu terjadi," katanya akhirnya.

Mike terkekeh. "Siapa bilang aku berencana membuatnya sadar sebelum semuanya terlambat?"

Liora menahan napas.

Mike tidak hanya ingin mengambil tahta. Ia ingin menghancurkan Elgard sepenuhnya.

"Lakukan pertimbanganmu dengan bijak, Liora," kata Mike, suaranya lebih rendah. "Jika kau tetap di sisinya, kau hanya akan menjadi boneka. Tapi jika kau berpihak padaku, kau bisa menjadi lebih dari sekadar selir."

Ia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Liora dengan pikirannya sendiri.

---

Pertemuan yang Tak Terhindarkan

Malam itu, ketika Liora sedang duduk di kamarnya, pintu terbuka kembali.

Namun kali ini, ia tidak terkejut melihat Elgard masuk.

"Aku tidak mengizinkanmu masuk," katanya dingin.

Elgard tersenyum tipis. "Sejak kapan aku butuh izin?"

Ia berjalan mendekat, tatapannya tajam seperti biasanya. Liora tetap di tempatnya, menolak untuk menunjukkan ketakutan.

"Aku dengar kau menumpahkan tehnya," kata Elgard santai.

"Aku tidak mempercayai apa pun yang berasal darimu."

Elgard tertawa kecil. "Bagus. Itu berarti kau cukup pintar untuk bertahan hidup."

Ia duduk di kursi dekat tempat tidurnya, bersandar santai.

"Kudengar Pangeran Mike menemuimu hari ini," katanya, nadanya berubah lebih serius.

Liora menegang, tetapi ia tidak menunjukkan reaksi apa pun.

"Dan dia pasti menawarkanmu sesuatu," lanjut Elgard. "Bebas dari istana, mungkin? Kekuasaan? Atau mungkin… kematian untukku?"

Liora menggenggam tangannya erat.

"Kenapa kau peduli?" tanyanya akhirnya.

Elgard menatapnya lama sebelum akhirnya berbicara. "Karena kau bukan hanya selir, Liora."

Ia bangkit dari kursinya, mendekat hingga hanya beberapa langkah di hadapannya.

"Aku memilihmu bukan karena kebetulan," lanjutnya. "Dan aku tidak akan membiarkan orang lain menyentuh apa yang menjadi milikku."

Liora menatapnya tajam. "Aku bukan milik siapa pun, Elgard."

Elgard tersenyum, tetapi matanya berkilat bahaya. "Kita lihat saja nanti."

Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik dan pergi, meninggalkan Liora dengan kebingungan dan ketegangan yang semakin dalam.

Ia tahu satu hal.

Ia sudah terjebak dalam permainan yang jauh lebih berbahaya dari yang ia bayangkan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • MENJADI SELIR SANG PANGERAN KEJAM   BAB 22

    BAB 22 – Langkah di Antara Api---Di Ambang PilihanLedakan itu mengguncang gua. Debu beterbangan, batu-batu runtuh, dan suara pertempuran bergema di antara dinding batu yang mulai retak. Obor-obor yang menempel di dinding berjatuhan, apinya menyebar, menciptakan bayangan-bayangan menari di tengah kekacauan.Liora tersentak mundur, tubuhnya masih kaku karena kejutan dari apa yang baru saja ia baca. Ia adalah pewaris garis keturunan yang hilang—sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan, sesuatu yang bahkan tidak pernah ia inginkan.Elgard, yang telah membebaskan diri, dengan sigap menarik pedang dari salah satu pria bertopeng yang terjatuh. Ia berbalik ke arah Liora."Kita harus pergi!" suaranya tegas, tidak memberi ruang untuk perdebatan.Namun, Liora tak bergerak. Matanya masih tertuju pada gulungan yang kini tergeletak di tanah, seakan-akan huruf-huruf di atasnya menyala dan membakar pikirannya."Kau sudah tahu tentang ini, bukan?" suara Liora terdengar lebih dingin daripada sebelumny

  • MENJADI SELIR SANG PANGERAN KEJAM   BAB 21

    BAB 21 – Jejak yang Tertinggal---Pelarian di Tengah KegelapanMalam semakin pekat saat Liora, Elgard, dan pria misterius itu berlari menembus hutan. Angin dingin membawa aroma tanah basah dan daun kering yang terinjak di bawah kaki mereka.Liora berusaha menyesuaikan napasnya, tetapi jantungnya masih berdegup kencang akibat semua yang terjadi. Sejak dibawa pergi dari penjara istana, ia tidak tahu siapa yang benar-benar bisa ia percayai.Elgard berada di sampingnya, wajahnya penuh kemarahan. Tapi yang lebih mengejutkan, bukan hanya kemarahan yang ia lihat—ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang menyerupai ketakutan.Pria misterius di depan mereka berbalik sedikit, memastikan bahwa mereka masih mengikutinya. "Kita hampir sampai," katanya singkat.Liora menoleh ke belakang. Reruntuhan kastil tempat ia disekap kini telah menjadi puing-puing. Api kecil berkobar di beberapa titik, menerangi malam yang kelam. Namun, ia tahu

  • MENJADI SELIR SANG PANGERAN KEJAM   BAB 20

    BAB 20 – Badai dalam Kegelapan---Langkah di Antara BayanganLiora berlari di sepanjang lorong batu yang dingin, napasnya memburu. Suara pertarungan di luar semakin keras, dentingan logam bersilangan dengan jeritan para prajurit yang jatuh.Tangannya masih gemetar setelah berhasil membebaskan diri dari rantai. Belati kecil yang ia genggam terasa lebih berat dari seharusnya, tetapi ia tidak boleh ragu. Jika ia tetap di sini, ia hanya akan menjadi umpan.Ia berbelok di persimpangan gelap dan hampir menabrak seseorang.Sebuah tangan terangkat dengan cepat, mencekal pergelangan tangannya sebelum ia sempat menyerang.“Tenang.”Liora menahan napas. Cahaya obor di dinding mengungkapkan wajah seorang pria muda dengan rambut hitam panjang yang diikat rendah. Matanya tajam, tetapi bukan musuh.“Kau…” Liora menyipitkan mata, mencoba mengingat wajah itu.“Diam, ikuti aku,” bisik pria itu sebelum mena

  • MENJADI SELIR SANG PANGERAN KEJAM   BAB 19

    BAB 19 – Jerat di Balik BayanganDi Balik Penjara BayanganLiora membuka matanya perlahan.Gelap.Udara di sekitarnya lembap dan berbau tanah, seolah ia terperangkap di dalam ruang bawah tanah. Suara gemericik air terdengar samar, mungkin berasal dari rembesan dinding batu yang dingin.Ia mencoba menggerakkan tangannya, tetapi rantai besi yang membelenggunya menegaskan batasan kebebasannya.Liora menarik napas dalam, mencoba memahami situasinya.Ia diculik.Siapa pun pelakunya, mereka jelas memiliki tujuan yang lebih besar daripada sekadar menculik seorang selir.Kaki Liora terasa lemas, tetapi ia memaksakan dirinya untuk duduk tegak. Ia harus tetap sadar. Tetap waspada.Langkah kaki terdengar mendekat, dan sesaat kemudian, pintu kayu berat di depannya terbuka.Seseorang melangkah masuk.Dari siluetnya, ia bisa melihat sosok pria berperawakan tinggi dengan jubah gelap.

  • MENJADI SELIR SANG PANGERAN KEJAM   BAB 18

    BAB 18 – Bayangan yang HilangHilang Tanpa JejakAngin malam berhembus kencang, membawa hawa dingin yang menusuk ke dalam istana. Di balik dinding-dinding batu yang kokoh, suasana begitu mencekam. Para pengawal berlarian ke berbagai penjuru, pelayan-pelayan membisikkan kekhawatiran, dan di ruang utama, Pangeran Elgard berdiri dengan rahang mengeras.Di hadapannya, seorang prajurit berlutut dengan kepala tertunduk dalam ketakutan."Katakan sekali lagi," suara Elgard terdengar pelan, tapi dinginnya cukup membuat siapa pun menggigil.Sang prajurit menelan ludah sebelum akhirnya berani mengulang, "Yang Mulia… Nona Liora menghilang. Kami sudah mencari di seluruh istana, tapi tak ada jejaknya."Hening.Lalu, suara keras memenuhi ruangan saat Elgard dengan cepat meraih gelas anggurnya dan melemparkannya ke dinding, membuat pecahan kaca berhamburan di lantai.Semua orang di ruangan itu menahan napas.Mata Elgar

  • MENJADI SELIR SANG PANGERAN KEJAM   BAB 17

    BAB 17 – Keinginan yang TerlarangLiora duduk di tepi ranjangnya, menatap bayangan dirinya di cermin.Pernyataan Elgard malam itu terus berputar di kepalanya."Aku tidak ingin kehilanganmu."Seharusnya ia menepis kata-kata itu. Seharusnya ia tetap membenci Elgard, pria yang telah merenggut kebebasannya.Tapi kenyataannya?Setiap hari yang mereka lalui bersama hanya membuatnya semakin sadar—ada sesuatu yang perlahan berubah di antara mereka.Bukan hanya sekadar ketergantungan dalam situasi yang rumit.Bukan hanya sekadar kebiasaan berbagi ruangan yang sama.Tapi sesuatu yang lebih dalam… sesuatu yang seharusnya tidak mereka rasakan.Liora menutup matanya, menarik napas panjang.Tidak. Ia tidak boleh membiarkan perasaannya melemah.Ada banyak hal yang menghalangi mereka.Dan salah satunya adalah kenyataan bahwa mereka masih berada dalam perang politik yang berbahaya.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status