Share

POV Anwar

MENOLAK UNTUK RUJUK 5

Aku tidak bisa lagi menolak tawaran papa saat hendak dijodohkan. Bagaimana tidak, beliau selalu mengancam akan mencoret namaku dari daftar keluarga. Sial!

Aku ... Anwar Haris Pratama seorang pengusaha muda yang sukses mendirikan perusahaan di bidang property.

Aku menyadari sepenuhnya atas diri ini, mempunyai kelainan dalam berhubungan seksual. Akan merasa sangat puas jika melihat pasangan kesakitan. Itulah sebabnya diri ini selalu menolak untuk menikah meski usia sudah mencapai kepala tiga. Takut jika akan menyakiti pasangan hidupku kelak.

Untuk saat ini, aku lebih suka menyalurkan hasrat dengan wanita bayaran, tapi tak sembarang wanita. Berapapun akan kuberikan asal dia mau mengikuti permainan.

Sekali waktu aku akan merasa sangat berdosa dan sering berputus asa dengan apa yang kulakukan. Namun, bayangan kenikmatan selalu menguasai diri ini. Semua itu berawal dari kehidupan bebas saat aku menempuh pendidikan di Luar Negeri.

Beberapa foto disodorkan padaku, aku hanya meliriknya sekilas.

"Oh! Ayolah, Pa. Aku belum siap untuk menikah. Aku lebih suka menikmati hidup ini sendiri."

"Anwar, Sayang. Usiamu sudah menginjak 30 tahun, sudah sepantasnya kamu menikah, Nak," sahut mama.

"Ma ...! Anwar janji akan membawakan menantu yang sangat cantik dan baik pada, Mama. Tapi tidak sekarang ya, Ma." Aku berkelit.

"Lihatlah ini dulu, ada foto beberapa gadis, lihatlah mereka semua cantik. Pilih salah satu di antara mereka," titah mama lagi.

Aku meraih semua foto yang tadi disodorkan oleh mama. 

"Baiklah, Mama. Aku akan melihat semuanya dulu. Nanti kalau ada yang menarik, aku akan segera mengabari, Papa dan Mama," kataku. 

Kulihat mama hanya bisa menghela nafas, kuraih tangan wanita yang masih cantik walau usianya sudah tak mudah lagi itu, kemudian menciumnya.

"Aku sayang, Mama. Do'akan saja yang terbaik untukku ya, Ma!" pintaku.

Mama mengangguk lalu berkata, "Mama juga sangat menyayangimu, Nak, dan Mama selalu berdoa yang terbaik untukmu."

"Terima kasih, Ma. Aku mau pulang dulu," pamitku sambil beranjak pergi.

"Makan lah dulu, Anwar!" seru mama.

"Anwar sudah makan, Ma!" sahutku dari jauh. 

Aku sangat pusing, perjodohan ini sungguh mengganggu pikiranku. 

*****

Mobil melaju tanpa tujuan yang jelas, aku juga tidak tahu di mana posisiku saat ini. Aku memilih berhenti dan menepi di pinggir jalan. Hari masih sore banyak lalu lalang kendaraan. Tak sengaja mata ini memandang sesuatu yang menurutku menarik.

Seorang gadis manis yang sudah memakai seragam SMA, tapi masih dibonceng seorang lelaki tua. Ayahnya atau hanya tukang ojek? Entah dari mana ide itu muncul, aku ingin mengikuti gadis itu. Aku benar-benar penasaran dengan lelaki yang memboncengnya.

Mereka berhenti di depan sebuah rumah sederhana, gadis itu turun lalu mengulurkan tangannya pada seorang wanita setengah baya yang sedang menyapu halaman. Lelaki paruh baya itu ternyata ayah si gadis. 

Tanpa sadar aku manggut-manggut,  kemudian menghubungi seseorang dan berbicara sesuatu padanya. Dengan hati riang aku melajukan mobil.

*****

"Datanglah ke kantor, sekarang!" perintahku pada seseorang yang sedang terhubung lewat ponsel. Tak sabar rasanya menunggu kedatangannya. Aku beranjak dari tempat duduk, lalu berdiri di depan jendela kaca kantor, bisa kulihat pemandangan sebagian kota dari sini.

"Permisi, Pak. Ada Pak Agung ingin bertemu dengan, Bapak," kata Winda sekertaris pribadiku. Dia melangkah masuk menaruh beberapa map di meja.

"Suruh dia masuk."

"Baik, Pak," jawabnya yang langsung keluar ruangan.

Lelaki tambun yang tadi kusuruh ke  sini pun masuk ke ruangan. Kami saling berjabat tangan dan sedikit basa-basi menanyakan kabar karena memang sudah lama tidak bertemu.

"Bagaimana, Pak Agung? Apa sudah dapat informasinya?" tanyaku tanpa basa-basi lagi.

"Siap, Pak. Semua datanya ada di sini. Lengkap," jawabnya sambil menaruh sebuah map di meja.

Kuambil map berwarna biru itu, membuka kemudian membacanya. Meneliti setiap tulisan dan gambar yang ada di dalamnya.

"Oke. Pastikan semua berjalan sesuai rencana, dan aku ingin menerima hasilnya secepat mungkin."

"Siap, Pak. Kabar baiknya, sekarang orang tuanya sedang mengalami kesulitan finansial."

"Wow! Itu kabar bagus, Pak Agung. Dekati saja orang tuanya, bila perlu turuti semua keinginan mereka. Aku yakin kalau dia pasti akan menuruti keinginan orang tuanya."

"Baiklah, Pak. Saya permisi dulu. Mari, Pak." Lelaki yang sedang memakai jas hitam itu pamit undur diri. Aku mengangguk mempersilakannya.

Aku tersenyum mengingat gadis itu, gadis yang sudah memakai seragam SMA tapi masih di antar jemput oleh Ayahnya. Gadis dengan rambut hitam lurus yang tergerai sepinggang itu sungguh menarik hatiku, walaupun belum begitu jelas melihat wajahnya. Namun, sepertinya dia cukup cantik.

Yang membuatku semakin tertarik, ketika dia baru datang dan langsung meraih tangan ibunya kemudian mencium tangan wanita setengah baya itu, untuk anak jaman sekarang pemandangan seperti itu sungguh langkah.

*****

Sudah sepekan, tapi pak Agung belum memberi kabar. Aku sendiri juga lupa menanyakannya karena sedang banyak pekerjaan.

Kulirik map biru yang dibawa pak Agung seminggu yang lalu. Meraih kemudian membukanya lagi dan mataini terpaku pada gambar yang ada di sana. 

Dia memang sangat cantik, wajah yang berbentuk oval dengan mata yang tak begitu besar dan hidung yang mancung, semakin cantik ketika tersenyum karena akan nampak lesung di kedua pipinya. Tak sabar rasanya aku ingin segera mendapatkannya.

Baru saja diri ini akan menghubungi pak Agung, lelaki yang sudah bekerja denganku selama 5 tahun itu sudah menghubungi lebih dulu.

Aku sungguh sangat bahagia mendengar kabar darinya. Tinggal tunggu waktu semua beres. Kuambil nafas dalam-dalam kemudian menghembuskan dengan pelan. 

"Mama aku sudah menemukan calon menantu untukmu," ucapku, berbicara sendiri.

*****

Mobil melaju di jalanan yang padat, menuju sebuah sekolah SMA yang tertera di dalam map biru. Aku menepikan mobil, keluar lalu berjalan menuju sebuah warung yang berada pas di depan gerbang sekolah. Sebentar lagi gerbang itu akan ramai karena saat ini adalah jam pulang sekolah.

Benar saja sepuluh menit kemudian gerbang sekolah itu sangat padat oleh para siswa yang berebut ingin cepat-cepat keluar. Aku masih mengamati sambil meminum secangkir kopi yang tadi kupesan. 

Sudah hampir sepi. Namun, gadis dengan nama lengkap Khorina Hazima Safirin itu belum nampak juga. Hampir saja aku putus asa, ketika hendak bangkit, netra ini melihatnya. Dia sedang berjalan beriringan dengan teman sebayanya. Temannya itu kemudian meninggalkannya sendirian, dia pergi dengan dibonceng seorang cowok. Mungkin, pacarnya.

Kulihat dia menengok ke segala arah. Namun, kemudian menunduk. Tak henti-hentinya dia memperhatikan benda yang ada di pergelangan tangannya lalu kembali menengok sekitar.

Akhirnya kulihat dia tersenyum. Sial! Tanpa sadar aku pun ikut tersenyum. Di menyambut uluran lelaki tegap itu, lalu menciumnya tangannya takzim. Oke! Hari ini sudah cukup, jemputannya sudah datang. 

Tunggu aku, Sayang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status