Share

Kelakuan aneh Mas Anwar

MENOLAK UNTUK RUJUK 6

Setelah merasa lelah berkeliling dan berbelanja, aku memilih beristirahat di sebuah kedai yang menjual beraneka ragam rasa dan jenis es krim. Rasanya nyaman sekali bisa duduk santai sambil menikmati aroma yang menguar dari olahan susu dan coklat.

Seorang Waitress mendatangiku dengan membawa buku menu. Setelah membaca apa saja yang di daftarnya, aku memesan seporsi es krim rasa vanilla yang bertabur irisan strawberry. Hem ... manis-manis asam.

Sambil menunggu pesanan datang, aku mengeluarkan ponsel pintar dari tas. Menyalahkannya lalu menuju aplikasi berwarna putih biru.  Berselancar di dunia maya memang mengasyikkan apalagi setelah aku bergabung di sebuah grup literasi. Bukan untuk menulis. Hanya sekedar membaca cerita-cerita keren yang diposting di sana.

*****

Setelah menunggu beberapa saat, pesanan pun datang. Gegas aku meletakan ponsel di meja, saat melihat sajian manis yang sangat menggugah selera. Perlahan mulai menyendok sedikit demi sedikit makanan dingin yang akan langsung lumer saat berada di mulut. Sensasi lembut dan manis yang juga ada rasa masam dari strawberry membuatku semakin semangat menyendoknya.

Kesenangan ini tak berlangsung lama, karena tanpa sengaja aku melihat Mas Anwar sedang bersama seorang wanita. Mereka sedang makan di sebuah restoran yang menghidangkan makanan khas timur tengah.

Tak ada lagi sakit hati, dengan santai aku mengambil beberapa foto mereka. Itu memang dia, wanita yang tadi pagi ada di rumah. Mereka seperti sedang membahas hal serius, terlihat Mas Anwar yang diam saja menyimak ketika wanita yang sedang memakai pakaian kerja itu berbicara.

Kalau dilihat dari penampilannya, wanita itu memang seorang yang bekerja di kantoran. Saat ini dia sedang memakai blazer yang dipadukan dengan black skirt, sehingga menunjukkan kaki jenjangnya yang indah. 

Bukankah semalam dia babak belur? Bagaimana dia bisa dengan percaya diri menggunakan black skirt? Mungkin, dia sedang memakai stocking. Oh, kenapa aku jadi memikirkannya? Aku tersenyum sendiri dengan pergolakan batin tentang wanita itu.

*****

Kali ini aku belanja cukup banyak, semua kebutuhan rumah juga beberapa perlengkapan untuk junior.

Sudah hampir Magrib saat aku sampai di rumah dan belum terlihat mobil Mas Anwar di garasi. Gegas aku aku turun lalu meminta pak sopir menurunkan barang.

"Taruh saja di situ, Pak," kataku sambil menunjuk samping pintu rumah. "Nanti setelah itu Pak ...."

"Khoir, Bu," sahutnya memotong ucapanku yang kesusahan mengingat namanya.

"Iya ... Pak Khoir langsung pulang saja," imbuhku sambil tersenyum malu, karena sedari tadi lupa terus sama namanya.

"Iya, Bu," sahutnya. Dan aku hanya mengangguk mendengarnya kemudian gegas masuk ke rumah karena ingin segera ke kamar mandi untuk membuang sesuatu yang sedari tadi tertahan.

****

Aku membawa sedikit demi sedikit belanjaan masuk ke dapur. Menata buah, beberapa sayuran, daging juga ikan ke dalam lemari pendingin. Beberapa kotak besar susu UHT dan tak ketinggalan beberapa kotak es krim, cemilan kegemaran saat ini.

Aku kembali keluar untuk mengambil beberapa belanjaan yang masih tersisa. Namun, gerakanku berhenti ketika ada sebuah mobil yang masuk ke halaman, entah milik siapa. 

Aku belum tahu siapa yang berada dalam mobil karena mobil berhenti cukup jauh dari teras tempatku berdiri.

Seorang lelaki turun dari pintu pengemudi, kemudian membuka pintu belakang, dua anak kecil keluar dari sana. Sang lelaki itu kemudian duduk mensejajarkan dirinya pada kedua anak kecil itu seperti sedang membicarakan sesuatu.

Meletakan lagi tas belanjaan yang tadi sudah kuangkat lalu berjalan pelan mendekat ke arah mereka, setelah jarak sudah dekat aku baru tahu kalau dia adalah Mas Sanusi—kakak Mas Anwar—dan kedua putra dan putrinya.

"Hai," sapaku ketika sudah berada di dekat mereka. Mas Sanusi menoleh lalu mendongak, kemudian dia bangkit dan berdiri tepat di hadapanku.

"Hai, Rin," sapanya.

"Baiknya kita bicara di dalam, Mas," ajakku sambil menggandeng kedua anaknya.

"Iya, aku juga akan berbicara sesuatu padamu. Tadi aku sudah menghubungi Anwar dan dia sudah mengizinkan," katanya saat kami berjalan beriringan menuju teras.

Mas Sanusi menceritakan perihal kedatangannya ke sini. Aku hanya mengangguk menanggapinya. Kemudian dia beralih kepada kedua bocah lucu itu, memeluknya sebentar kemudian berpamitan.

"Papi janji, kalau Mami sudah kembali, Papi dan Mami akan menjemput kalian. Jadilah anak yang baik, menurut pada Tante Rina. Oke," pesannya pada kedua buah hatinya itu.

Lelaki yang memiliki garis wajah mirip dengan suamiku itu pun beranjak pergi, sesekali menengok ke belakang lalu tersenyum pada kedua anaknya.

"Yuk masuk, Sayang. Tante punya es krim. Em ... kalian mau yang rasa apa?" tanyaku. Mencoba mencairkan suasana dengan kedua bocah lucu ini.

*****

Mas Anwar pulang sangat larut, lelakiku itu terlihat sangat kusut, seperti sedang menanggung banyak pikiran. Kami memang membawa kunci rumah sendiri-sendiri, jadi ketika sampai di rumah tidak usah menunggu seseorang untuk membukakan pintu.

"Ada Adam dan Hawa di sini, Mas. Tadi sore Mas Sanusi yang mengantar mereka," kataku saat dia sudah berada di kamar. Aku memang belum tidur sengaja menunggu kepulangannya juga saking serunya membaca cerbung di sebuah aplikasi.

"Ya, aku tahu. Tadi Mas Sanusi juga sudah bilang," sahutnya datar sambil melepas jam tangan mahal yang dibeli saat dia berada Paris.

"Kenapa belum tidur?" tanyanya, kali ini dia sedang melepas kemejanya, demi Tuhan lelaki ini sungguh gagah, badannya terbentuk sempurna. Andai kamu tak mempunyai kelainan Mas, mungkin diriku adalah salah satu wanita yang beruntung.

Lekas aku membuang muka saat tersadar telah memperhatikannya, karena dia telah bersiap melepaskan celana panjangnya.

"Mas mau mandi atau makan dulu?" tanyaku ambigu. Nyesel rasanya mengapa aku harus menanyakan hal itu karena suamiku itu tidak menjawab, dia hanya memandangku sekilas lalu langsung masuk ke kamar mandi. 

Aku mengedikkan bahu lalu mengambil pakaian ganti untuknya. Setelah itu membereskan kemeja yang dipakainya tadi, kemudian menaruhnya di tempat pakaian kotor.

Aku hendak bersiap tidur saat Mas Anwar keluar dari kamar mandi. Sekilas mata kami saling berserobok lalu saling membuang muka. Aku memilih berbaring membelakanginya. Namun, masih bisa melihatnya lewat pantulan cermin.

Setelah selesai memakai celana pendek dan juga kaos yang tadi sudah kusiapkan, dia kemudian beranjak keluar kamar tanpa bicara sepatah kata pun padaku.

Ada apa dengannya? Apa mungkin dia membawa wanita yang mengaku sebagai kekasihnya itu kembali ke sini? Aku yang hampir bersiap tidur pun bangkit. Jangan sampai itu terjadi saat ini, karena di rumah sedang ada Adam dan Hawa.

*****

Aku mencari keberadaan Mas Anwar, tempat pertama yang ku datangi adalah ruang kerjanya, kosong. Ruangan ini masih rapi bahkan sepertinya belum tersentuh.

Kembali aku menyusuri setiap ruangan yang ada di rumah, tapi tak juga aku menemukannya, tinggal dapur saja yang belum, tapi untuk apa Mas Anwar ke dapur? 

Aku pun berbalik. Namun, karena penasaran aku pun kembali melanjutkan langkah ke dapur dan mendapati Mas Anwar sedang membuka kulkas, mengambil satu kotak susu UHT membawanya ke meja lalu menuangkannya ke dalam gelas.

 

Langkahku berhenti ketika Mas Anwar angkat bicara.

"Ada yang akan aku bicarakan, kemari lah," titahnya, "Di sini lebih baik, karena tak mungkin aku berbuat nekad padamu." Lanjutannya.

Aku menurut. Namun, setelah aku sudah duduk di depannya, lelakiku itu malah bangkit berdiri. Mau apa dia?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Ada2 aj ksh nama anak pake nama manusia pertama
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status