Share

MEREBUT CINTA USTADZ ABIZAR
MEREBUT CINTA USTADZ ABIZAR
Author: AyseaAkira

1. PENGANGGUM RAHASIA

Afura  mengintip diam-diam sosok ustadz berkopah hitam yang berdiri menerangkan pelajaran pada para para santri. Kilatan cahaya matahari membuat wajahnya semakin tampan.  Dengan jantung berdebar Afura mengambil ponsel dan memotret dewa yunani yang tampan itu. Setelah berhasil mengambil gambarnya, dia memeluk ponsel erat.

                “Ustadzah!” suara panggilan itu membuat Afura terperajat. Hampir saja dia menjatuhkan ponselnya.

                “A..ada aa..pa?” tanya Afura gugup.

                “Ustadzah di panggil Umi!”

Dia adalah Asyura Aulia Dyal yang sering di panggil Ustadzah Afura. Seorang Ustadzah dalem yang sangat di percayai dan di sayangi Umi Ima.

Umi adalah istri pengurus pondok. Umurnya sudah lima puluh tahun. Tapi semangat dan bicaranya seperti umur 25 tahun.

Setiap hari, setelah mengajar Afura selalu menyempatkan diri untuk ke rumah Umi. Sekedar mengobrol atau membantunya membersihkan rumah. Apalagi, anak Umi Ima sudah jarang di rumah. membuat Umi Ima kesepian.

Afura bergegas pergi ke rumah Ummi Imma. Sesampai di sana, Dia membantu ummi masak untuk makan siang. Kemudian membersihkan semua ruangan di rumah Ummi. Jantungnya berdetak kencang saat kakinya hendak melangkah ke kamar Abizar.Dia menarik nafas dalam-dalam mengumpulkan keberanian. Memegang semua koleksi lukisan Abizar. Dia adalah pemuda lulusan Yordania yang hobi menggambar kaligrafi.

Air mata Afura tiba-tiba menetes. Ada rasa yang tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata. Dia menyapu semua sudut kamar. Sambil menahan debaran di jantungnya. Matanya tiba-tiba berembun dan air mata pun luluh. Sudah setengah jam di kamar Abizar, tapi tidak ada tanda-tanda lelaki itu kembali. 

Di buka lemari Abizar. Di ngambil baju koko berwarna biru. Matanya sekita berair. Air matanya tumpah saat mengangkat baju Abizar. Hari ini dia sangat senang, karena bisa memeluk Abizar walaupun hanya bajunya saja. Di ciumi aroma baju abizar yang sama seperti dulu. Membuat seluruh sarafnya kembali bereaksi. Ada kerinduan yang di pendam.

Bruk!    

Abizar mendorong pintu kamar dengan mata mendelik. Melihat seorang wanita ada di rumahnya dengan memeluk  dan menciumi bajunya. “Ngapain kamu di kamar saya?”

Deg!

Jantung Afura seperti mau copot. Pria itu tiba-tiba datang. Reflek  menjatuhkan kemeja kokohAbizar.  Buru-buru membalikan badan. Menghapus matanya yang sembab. “Anu…”

“Ngapain kamu di kamar saya?” tanya Abizar pelan tapi penuh dengan pertanyaan di kepalanya.

Afura membalikan badan.   Menghadap ustadz Abizar dengan ketakutan mencengkam.  Keringat dingin bercucuran di tubuh Afura. “ Saya di suruh bersih-bersih sama Umi.”

                “Lalu kenapa pakaian saya ada di tangan kamu?”

                “ Tadi di bawah. Saya ngambil mau beresih.”

                “Kamu bohong? Jelas kamu ngambil dari lemari.” Abizar menunjuk lemari pakaiannya yang terbuka.

                “Itu…”

                “Keluar dari kamar saya!”

                “Saya bisa jelasin Ustadz.”

                “Keluar dari kamar saya atau kamu mau saya usir paksa!” teriak Abizar dengan penuh kemarahan. Bagaimana tidak marah melihat ada santriwati dengan lancang  masuk kamarnya.

Afura tergopo-gopo keluar dari kamar Abizar dengan penuh ketakutan di wajahnya.

                “Umi!” Abizar keluar kamar mencari uminya. Mengadu tindakan gadis itu yang kurang ajar. Jangan-jangan dia adalah sasange fans  Abizar. Memang tidak heran, banyak santri putri menyukainya. Karena parasnya yang lumayan. Badan tinggi dan tegap, kulit wajah kuning langsat. Sedikit jengot di  dagu. Kata para santri, wajahnya mirip Miller kan, Aktor webseries di tv.

                “Ada apa Abizar?  Kamu manggil Umi kayak orang kesurupan. ” Umi baru keluar dari dapur meletakkan masakan di  atas meja.

                “Gadis tadi siapa?”

Afura segera menyusul Abizar, takut  semuanya menjadi masalah besar.

“Gadis di belakangmu? Dia Afura.”

Wajah Abizar memerah saat melihat gadis itu. Dengan tegas dia mengusirnya. Mengatakan bahwa dia akan berbicara empat mata dengan Umi.

                “Ada apa sih Zar? Sampai ngusir Afura.”

                “Aku nggak suka sama dia.”

                “Emang kenapa denga Afura.”

                “Tolong Mi! Jangan panggil dia ke rumah lagi. Sepertinya dia gadis nggak bener.”

                “Kenapa kamu bisa bilang begitu?”

                “Aku lihat, dia ngambil baju aku dari lemari terus di cium-cium.”

                “Mungkin kamu salah lihat!”

                “Aku nggak mungkin salah lihat Umi. Aku nggak mau dia ada di sini lagi Umi. Kalau perlu, keluarkan perempuan aneh itu dari pondok.” Memikirkannya sudah membuat Abizar geleng-geleng kepala. Bisa jadi, setelah gadis itu mencium bajunya. Besoknya, dia bisa menyelinap di dalam kamar lalu memeluknya.

                “Jaga ucapanmu! Sampai kapanpun. Afura akan tetap di pondok ini.” Umi langsung pergi meninggalkan putranya yang  masih terpaku dengan ucapannya.

                “Aku harus cari cara menyakinkan Umi.”

*** 

                “Tumben pulang sayang! Nggak inep di asrama?” tanya Wanita berkerudung coklat usang. Yang sedang mengeringkan jagung.

                Afura meletakan tas di  kursi kayu yang berada di dekat pintu rumah. “Biar Afura Bu, yang ngelanjutin!” Mengambil  gerabu besi. Yang biasa di gunakan untuk meratakan jagung agar cepat kering.

                “Kamu nggak capek?”

                “Udah biasa Bu.”

                “Kamu kenapa? Kok, kayak sedih gitu.”

                “Nggak papa Umi.”

                “Bohong. Pastia ada sesuatu.” Afura hanya terdiam dan tidak menjawab. “Pasti gara-gara Nak Abizar lagi kan? Sampai kapan kamu nunggu dia?”

                “Bukan.”

Bu Delisa duduk di teras rumah sambil mengipas-ngipaskan  topinya.”Ini udah setahun lebih Fa. Tapi tidak ada perkembangan tentang ingatannya. Atau mending, kamu mengaku saja kalau kamu istrinya.”

                “Enggak Bu. Afura takut kalau Mas Abi…” perkataanya tersendat.

                “Nggak sehat. Pernikahan kamu itu nggak sehat. Masak ada, suami istri yang tidak kontak fisik selama setahun. Dan kamu tetap setia seperti ini?”

                “Dia suamiku Bu.”

                “Emang Ibu nggak tahu kamu menangis  setiap hari. Ibu sedih Fa, sedih banget. Ibu merasa gagal menjadi seorang ibu karena menikahkanmu dengan pria seperti itu.” Tangis Bu Delisa pecah sambil memukul-mukul dadanya karena penyesalan.

Afura langsung berlari kea rah Bu Delisa. Menyeka air mata Sang Ibu yang bercucuran. “Itu bukan salah ibu.  Mungkin ini ujian yang di berikan Allah.”

                “Semua ini salah ibu. Karena mau menerima lamaran dari gus Abizar yang baru kau kenal 5 minggu.”

                “Insya’Allah Afura Ikhlas demi kesembuhan Mas Abizar.” Afura menangkup tangan ibunya lalu mencium sangat dalam.

                “Dulu impian ibu adalah kamu menjadi wanita sholehah yang memiliki  suami baik dan  melahirkan anak yang sholehah. Tapi sekarang, impian ibu hanya angan-angan.”

                “Maafkan Afura Bu. Belum bisa membahagiakan ibu.”

                “Gimana dengan kamu Afura? Jika sampai puluhan tahun suamimu tidak sadar juga. Apa kamu menunggu sampai tua. Ibu nggak terima. Ibu nggak mau kamu sedih. Ibu nggak mau kamu di suruh-suruh terus sama keluarganya.”

                “Itu bentuk pengabdian Afura Bu.”

                “Tetap saja Ibu nggak terima. Ibu menikahkanmu agar menjadi istri. Bukan pembantu. Atau jangan-jangan Abizar menikahimu untuk menjadi pembantu.”

                “Jaga perkataan ibu.”

                “Kamu berani melawan?”

                “Maaf Bu! Karena Ibu berani menjelek-jelekan suami Afura.”

                “Secepatnya. Kamu urusin surat cerai. Ibu nggak terima kamu  lama-lama sama dia.”

                “Afura mohon beri kami waktu.”

 “Kalau gitu ibu kasih pilihan Afura. Ibu kasih Waktu 7 bulan sampai dia mengingatmu lagi. Jika dia tidak mengingatmu. Maka ibu tidak punya pilihan lain.”

               

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status