Share

PENCURI

Author: AyseaAkira
last update Last Updated: 2023-02-18 21:39:53

                Afura menyeka air matanya yang menetes. Membayangkan masa-masa berat saat kehilangan anak pertamanya. Rasa sakit itu masih terasa jelas dan dia menanggung semuanya sendiri. 

                Sudah jam setengah dua belas malam tapi suaminya tidak kunjung pulang. Bahkan makanan di atas meja itu sudah dingin. 

                “Jangan-jangan Mas Abizar nggak tidur di rumah. Kukira hubungan kita sudah membaik. Tapi nyatanya...” menahan kegetiran di dada. 

Tap! 

Lampu seketika mati yang membuat Afura terkejut.  Buru-buru mencari ponselnya yang di letakkan di atas meja. Dengan gerakan  absurd Afura menyalakan lampu. Menyoroti seisi ruangan dengan tangan mengigil. Dia paling tidak bisa di tinggal sendiri dalam ke gelapan. Membuat seluruh sarafnya menegang. Dengan panik Afura  berlari ngos-ngosan keluar dari dalam rumah. Karena saking paniknya, dia tidak bisa melihat batu besar  di depannya. Membuat kakinya tersandung dan jatuh menggelinding di rerumputan. 

                “Hiks…hiks…” Afura menangis ketakutan. 

Bapak-bapak tukang roda pun menemukan Afura. Lalu Membawanya ke pos  kampling. Mencoba menghubungi Umi Ima karena ponsel milik Abizar tidak bisa di hubungi. 

                Umi Ima sangat marah saat mengetahui menantunya terlantar di jalanan. Sesaat kemudian putranya menyusul. 

                “Kamu dari mana aja Abizar?” tanya Umi dengan suara meninggi. 

                “Tadi ada urusan di pondok putra Umi.” 

                “Alasan, bilang saja kamu tidak mau tinggal dengan Afura. Kamu tahu, istrimu ini  takut sendirian di gelap. Dan lihat kondisinya sekarang!”  Menunjuk Afura yang terlihat mulai merapikan bajunya yang kotor. 

                “Maafin Abizar Umi.” 

                “Jaga Afura dengan baik! Kamu ini suaminya, awas sampai kejadian ini terulang lagi.” 

Abizar kembali ke rumahnya dengan amarah yang tertahankan. Karena Afura dia harus menerima omelan dari uminya untuk sekian kali. Kenapa tadi tidak telefon dirinya saja. Masalahnya menjadi besar karena Uminya langsung tahu. Jangan-jangan dia sengaja berulah untuk mencuri perhatiannya. 

                Gadis dengan baju kumal itu terlihat canggung .  Mengikuti Abizar dari belakang seperti anak ayam. “Maaf Mas!” 

                Sesampainya di rumah, listrik sudah kembali menyala. Abizar menutup pintu rapat-rapat. “Kamu sengaja membuat saya di marahi Umi?” 

                “Nggak, sama sekali nggak Mas!” 

Derap langkah Abizar cepat memasuki kamarnya. Menutup pintu agak keras. Membuat badan Afura seperti tersengat listrik saking kagetnya. 

                “Mas nggak mau makan dulu.” 

                “Saya sudah kenyang.” 

***  

  

  

Keesokan paginya, saat Afura bangun sudah ada  bubur di atas meja makan. Hatinya benar-benar berbunga-bunga. “Pasti dari Mas Abizar. Kelihatannya cuek padahal perhatian banget.” Senyum menggembang di bibir Afura. “Berarti aku harus lebih berjuang untuk membuatnya mengingatku kembali.” 

                Setelah makan, Mbah Njah yang kemarin memijat Afura kembali datang. Mungkin semua ini perlakuan manis suaminya. Yang sepertinya mengkhawatirkannya yang terjatuh kemarin. Selesai di pijat Afura sibuk membersihkan rumah yang semakin berdebu. 

                “Assalamualaikum!” panggilan salam menggema. Tapi karena sibuk Afura tidak mendengar kalau ada orang yang baru masuk rumah. “Wajib bagi seorang muslim menjawab salam.” 

                “Walaikumsalam. Maaf, Mas tadi sibuk bersih-bersih.”  Afura tertunduk dan baru ingat hadiah yang dia berikan pada suaminya. “Termakasih buat tadi.” 

“Biasa, Cuma manggilin tukang pijet.” 

“Tapi tetap aja makasih. Oh, iya sebagai ucapan terimakasih aku bikini ayam bakar dengan sambal nanas kesukaan kamu.” Afura menunjukan hidangan di atas meja yang mengepul-ngepul. 

Abizar melirik sedikit, menelan ludah. “Nggak perlu.” Pria itu masih ingat ulah Afura tadi malam yang membuat Umi Ima kesal. Dan akhirnya dialah yang di marahi Umi Ima. Padahal wanita tua itu jarang sekali 

“Tapi tetap harus makan.” Afura menunjukan  senyum lebar. Kemudian menarik suaminya ke kursi. Mengambilkan nasi dan lauk pauk. 

“Kita bukan muhrim.” 

“Kita sudah nikah, Mas! Walaupun  Mas Abizar belum mengingat aku. Tapi kita sudah sah di mata agama.” 

Afura hendak menyuapi suaminya. “Gimana Mas?" 

                “Saya bisa sendiri. Jangan karena Umi ada di pihakmu kamu bisa melakukan apa-apa  sesukamu.” Abizar bangun dari kursi. 

                “Makasih juga buat buburnya.” 

                “Aku nggak ngasih bubur ke kamu.” 

                “Terus bubur yang di atas meja?” 

                “Gak tahu!” 

                “Ih, judesnya nggak hilang,” batin Afura melihat suaminya kembali masuk dalam kamar. “Mas, kalau nggak cepatan di makan nanti aku buang loh.” Ancam Afura kemudian merapikan lauk-lauk di meja dan masuk kamar untuk salat. Karena menunggu Abizar, sampai lupa dia belum menunaikan salat Isya’. 

                “Assalamualaikum warahmatullah.” Afura mengakhiri salat. Kemudian meraup wajahnya dengan ke dua tangan. 

                Kalimat dzikir keluar dari mulutnya berulang-ulang. Tiba-tiba gendang telinganya menangkap suara benda jatuh di luar. Buru buru dia bangkit dari atas sajadah dan membuka pintu sedikit. Mengintip ada apa di luar. Jangan-jangan pencuri masuk ke dalam rumah. 

                Mata Afura menyapu sekitar, mencari benda yang bisa di gunakan untuk bertahan. Ingin rasanya mengetuk pintu kamar Abizar. Tapi niat itu terurungkan karena melihat sikap Abizar tadi. Afura berjalan dengan mengendap-ngendap, agar langkahnya tidak menimbulkan suara. 

                Tiba-tiba muncul kepala orang yang di bungkus kain sarung. “Ya Allah, lindungi hamba,” batin Afura di dalam hati. 

Afura memukul asal dengan sisa kekuatannya. “Pergi kau pencuri! Kamu nggak tahu, mencuri itu dosa tau.” Teriak Afura.  

                “Stop! Stop!” 

Prak! 

Piring berisi nasi dan ayam itu jatuh di lantai. Membuat kedua orang itu saling memandang satu sama lain. Apalagi Afura yang terkejut karena yang di depannya adalh suaminya sendiri. “Mas Abizar?” 

                “Sakit,” pekik Abizar memungut kembali nasi dan lauk yang bercecer di lantai. 

                “Maaf….” 

                “Makanya, jangan asal pukul orang.” 

                “Aku kira pencuri,” ujar Afura dengan sedikit menyesal.  “Aku ngambilin nasi lagi ya? Itu nggak usah di ambil.” Gadis itu bergegas ke dapur. Mengambil piring di rak piring. Kemudian mengisinya dengan nasi dan lauk pauk. 

                “Ini loh Mas!” Afura menukar piring  Abizar dengan piring yang ada di tangan. Menyuruh suaminya untuk duduk di sofa. 

                Pria itu lasung memakan dengan lahap makanan yang diambilkan istrinya. 

                “Makanya, kalau mau makan tinggal makan. Nggak usah diam-diam kayak pencuri. Kan, aku jadi beburuk sangka dengan Mas Abizar. Apalagi rumah kita kan nggak ada pagar.” 

                “Kamu juga jangan main hakim sendiri. Kepala saya sampai luka.” 

                “Beneran, mana Mas?” Afura langsung berdiri, meraba-raba rambut cepak Abizar. Lupa bahwa lelaki itu masih belum menerimanya. Membuat Abizar langsung menarik  tangannya dan mendorong menjauh. “Jangan pegang-pegang.” 

                “Maaf.” Wajah Afura langsung merenggut dan kembali duduk di samping suaminya. Menyaksikan sang suami makan dengan lahap sudah membuat dadanya berdebar hebatnya. Moment-momen seperti ini yang dulu hilang mungkin akan kembali. 

                “Ya Allah, andai waktu bisa berhenti. Aku ingin tetap seperti ini.” 

Abizar membanting piring kosong ke atas meja. “Matamu jatuh kalau lihat saya terus.” Pria itu langsung masuk ke dalam kamar. Meninggalkan Afura sendirian di ruang tamu. 

Afura meraih piring kotor dengan senyum mengembang. "Apa Mas Abizar mulai membuka hatinya?" 

  

  

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MEREBUT CINTA USTADZ ABIZAR   Terakhir

    “Tresha!” panggil Abizar keras dan menarik istrinya menjauh dari para santri. “Mas Abi!” “Kalian nggak papa?” “Nggak papa Ustadz,” jawabnya judes. “Maafin Istri saya.” Lalu kemudian Abizar membawa istrinya pergi dengan wajah masam. “Mas, aku bisa jelasin. Dia yang bikin aku kayak gini. Masak aku di katain pelakor.” “Aku paham, tapi tolong jaga sikapmu di pondok. Ini pondok loh!” “Iya-iya Mas.”Berita tentang pertengkaran santri dan istri ustadz menjadi heboh. Membuat semua santri menjadikan topic hangat. Karena ada scandal itu, membuat para santri membenci Abizar dan juga Tresha. Dan mereka menyayangkan Afura pergi.**** Hari itu Abizar bersiap-siap berangkat ke Madura karena ada saudara di sana yang menikah. Dan keluarga besar Abah di undang. Abizar menghelai nafas panjang saat membuka tudung saji. Hanya ada roti dan selai c

  • MEREBUT CINTA USTADZ ABIZAR   53. PERTENGKARAN

    Pagi itu Afura pergi periksa kandungan bersama ibunya. Di pertengahan jalan, becak yang di tumpanginya bocor. Membuatnya menunggu lebih dari 20 menit di pinggir jalan. Cuaca hari itu sungguh panas menyengat. “Kamu nggak Papa Nduk, atau mau ibu telefonkan kakakmu.” “Udah Bu, nggak papa. Kalau nelefon kakak kasihan ganggu dia kerja.” “Tapi kamu…” “Udah Bu, aku nggak papa.”Tiba-tiba sebuah mobil menepi di dekat Afura. Membuat dahi ibu dan Afura menyeringat karena heran.Seorang pria keluar dari mobil. “Assalamualaikum Ibu!” Salman menyalimi Ibu Delisa.&n

  • MEREBUT CINTA USTADZ ABIZAR   51.TAMU

    “Sayang!” panggil Abizar yang langsung melepaskan tangan Tresha yang merangkulnya. “Akhirnya kamu pulang.” Dengan kaki agak pincang Abizar hendak memeluk kembali istri tercintanya itu.Afura langsung menepis tangan sang suami. Terlihat gerut kekecewaan tergambar di wajar pria itu. “Maaf Mas, ke sini aku hanya ingin mengambil barang-barangku.” “Apa kamu mau meninggalkanku lagi?” “Seperti, kamu sudah nggak butuh aku lagi.” Afura melirik Tresha, menandakan bahwa tugasnya sebagai seorang istri sudah di gantikannya. “Tapi Sayang…” “Secepatnya kita urus surat perceraiannya Mas.” Satu ucapan menyakitkan meluncur di mulut mungilnya. “Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikanmu.”Afura mendekat menarik sedikit kerah baju suaminya. “Jangan egois Mas, kamu harus memilih di antara aku atau dia. Jika kamu nggak mau milih, lebih baik aku ngalah saja Mas.”Bruk!Afura menutup pintu keras, air mata tiba-

  • MEREBUT CINTA USTADZ ABIZAR   51. MELIHAT MADUMU MEMAKAI KAMAR KITA

    Bu Delisa duduk di pinggir ranjang dengan tangan bergetar. Sambil memegang benda pipih itu. Benda yang membuatnya takut. “Ibu kenapa?” tanya Afura yang langsung bersimpuh ke ibunya.Tanpa kata, Bu Delisa menodongkan test bergaris dua. “Apa ini?” Afura hanya menunduk tanpa bisa berkata apa-apa. Mulutnya benar-benar kelu. “Bagaimana kamu bisa menceraikan lelaki itu. Jika kamu masih hamil?” “Bu, sebenarnya aku masih bingung apa yang harus kupilih.” &l

  • MEREBUT CINTA USTADZ ABIZAR   50. HANCUR

    “Assalamualaikum! Aku Cuma pulang bentar ngambil dompet.” Bondan masuk ke dalam rumah bergegas kekamar, mengambil dompet. Samar-samar dia mendengar suara isak tangis di kamar adiknya. Dia melangkah kearah sumber suara. “Ada apa?” Mata Bondan terbelalak melihat adik dan ibunya menangis sambil berpelukan. “Jawab Bu, ada apa ini?” tanya Bondan sekian kali sambil menggoyangkan tubuh ibunya. Dia khawatir dengan ibu dan adiknya. “Gu..z ma..” “Yang jelas Bu.”&nbs

  • MEREBUT CINTA USTADZ ABIZAR   49. KABUR DARI RUMAH

    Flash back 5 bulan laluMelihat kedekatan Afura dan Abizar yang semakin lengkat membuatnya kesal. Dia berusaha untuk memanipulasi Afura tapi gagal. Beberapa cara dia kerahkan seperti membuat makanan untuk Abizar tapi semuanya gagal. “Semua ini karena ada Zahra di rumah itu. Tapi lihat saja, Zahra bahkan tidak akan bisa melawanku,” batinnya. Dia mencoba sabar di perlakukan Zahra semena-mena. Melihat kemesraan Abizar dan Afura yang semakin menjadi-jadi. “Sial, kenapa mereka sulit banget di pisahin sih!” Hingga suatu hari saat dia pulang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status