Home / Thriller / MEREKA BEBAS KETIKA KALIAN MATI / BAB 3: Sosok Tanpa Kepala

Share

BAB 3: Sosok Tanpa Kepala

Author: WiRahayuSsi
last update Last Updated: 2022-01-13 11:55:26

Di bawah pohon dengan daun yang cukup lebat, sesosok wanita yang sepertinya tidak asing terlihat duduk sambil manikmati indahnya danau dengan air terjun kecil tepat di sebelahnya. Di antara rinai pepohonan dalam hutan, sangat tentram dengan hanya gemarcik air yang mengisi heningnya suasana.

Cantigi pelan tetapi pasti melangkah mendekati sosok wanita itu. Hawa dingin khas dataran tinggi mulai memeluk erat tubuhnya. Semakin dekat jarak dengan sosok wanita itu, tubuh Cantigi semakin bergetar karena dinginnya.

Keraguan mulai muncul ketika Cantigi dan sosok wanita itu hanya berjarak tujuh langkah saja. Cantigi baru sadar ada serigala yang mencoba mendekati sosok wanita itu juga.

“HEI! AWAS!!!”

Cantigi berusaha memperingatkan sosok wanita itu. Namun, Cantigi tidak dapat bersuara. Sekeras apapun Cantigi berteriak, tetap saja tidak ada suara yang berhasil dikeluarkannya. Terlambat, serigala itu sudah menerjang sosok wanita itu. 

Seperti biasa, kali ini pun mimpi buruk Cantigi kembali. Baru tidur satu jam, namun harus terbangun karena mimpi buruk yang sama. Cantigi pun hanya bisa mengerjap-ngerjapkan matanya.

Kemudian, dari luar tenda terdengar suara langkah kaki. Anehnya, langkah kaki itu seperti hanya berputar-putar saja di sekitar tenda mereka. Cantigi pun berinisiatif untuk keluar melihatnya.

Jarinya baru memegang resleting pintu tenda, tiba-tiba pundak Cantigi ditepuk dari belakang.

“Mau ke mana?” Jhagad bertanya sambil mengusap matanya.

“Duh, bikin kaget saja kau, Gad!” Cantigi menghela napas panjang dengan ekspresi yang lega namun kesal.    

“Ssst… Itu ada suara langkah kaki daritadi, aku mau lihat,” ucap Cantigi sambil meletakkan jari telunjuk di depan mulutnya dan hendak melanjutkan membuka resleting tenda.

Namun, belum sampai resleting tenda terbuka lebih lebar, Jhagad menghentikannya.

“Tunggu, kupikir itu bukan ide yang bagus, Gi.”

“Kau takut?” kata Cantigi sambil memasang ekspresi sebal.

Jhagad yang tidak ingin terlihat sebagai penakut pun mulai memberanikan diri, “Tunggu, biar aku yang keluar dulu.”

Mereka pun akhirnya keluar tenda berdua, melempar jauh pandangan ke sekitar. Tidak terlihat ada orang sejauh mata memandang.

“Tidak ada apa-apa, Gi. Kau salah dengar mungkin” kata Jhagad.

“Jelas-jelas tadi terdengar kok! Langkah ka…”

Sebelum Cantigi menyelesaikan kalimat yang ingin dikatakannya, tiba-tiba Jhagad memberi isyarat dengan meletakkan jari telunjuk di depan mulutnya sendiri. Tanda mereka harus diam sebentar.

“Sttt.. Kau dengar?”

Suara langkah kaki terdengar dari arah belakang mereka. Semakin mendekat, Cantigi dan Jhagad pun reflek memutar tubuhnya mengikuti arah langkah kaki itu terdengar.

Keringat dingin pun bercucuran pada keduanya. Detak jantung kondisinya sudah seperti detak jantung setelah berolah raga karena saking cepatnya.

Dengan suara sedikit bergetar, Jhagad berkata, “Gi!”

“Iya aku juga melihatnya!”

Ketika tubuh mereka telah berbalik sempurna, terlihat ada sosok yang mendekat. Jhagad dan Cantigi hanya berdiri kaku, menatap tegang, sosok yang terlihat semakin mendekat, mereka berdua terdiam, sesekali menelan ludah. Angin malam yang membawa serta hawa dingin khas pegunungan memeluk erat tubuh keduanya.  

“Gi!” panggil Jhagad sambil menarik lengan Cantigi, berusaha mengajaknya kembali ke dalam tenda.

“Apa sih Gad, tunggu sebentar aku tidak bisa ketakutan tanpa tahu penyebabnya secara jelas begini!”

Sayangnya Cantigi masih tetap berkeras untuk tidak beranjak. Jhagad pun mau tidak mau tetap menemani Cantigi, karena tidak bisa membiarkannya seorang diri.

Krik… Krik…Krik…Krik…

Bahkan suara jangkrik yang biasanya cukup bisa menenangkan jiwa siapapun yang mendengarnya, kali ini sungguh tidak berlaku sama sekali. Ditambah, pemandangan sesosok yang terus bergerak dihadapan mereka berdua, suasana tegang mutlak sudah mengambil alih.

Sekali lagi Jhagad meminta Cantigi untuk kembali ke tenda, sambil berkata, “Gi! Serius!”

Cantigi pun menatap lamat-lamat Jhagad sambil berkata, “Aku juga serius Gad! Kau masuk saja dulu kalau begitu!”

“Kau pikir aku setega itu meninggalkanmu sendiri?”

“Ya sudah di sini saja dulu, temani aku. Oke?”

Jhagad pun sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Sementara, semakin dekat sosok itu, semakin mulai terlihat jelas bentuknya. Jhagad dan Cantigi pun takut-takut memperhatikan lamat-lamat gambaran yang terlihat samar.

“Gi, menurutmu itu manusia?”

“Bentuk bagian bawahnya sekilas sih iya kaki manusia, tidak tahu lagi bagian atasnya!”

“Hush.. ngomong apa sih kau!”

Ketika jarak hanya tinggal beberapa jengkal, tiba-tiba saja sorot cahaya menghujam ke arah keduanya. Jhagad dan Cantigi pun reflek menutupi matanya dari silau cahaya dengan mengarahkan telapak tangan ke depan wajahnya. Sesekali masih berusaha mengintip di sela-sela jarinya, sambil mengerjapkan matanya.

“Gad!” ucap Cantigi sambil memukul pelan lengan Jhagad yang berdiri di sebelahnya.

Dengan suara yang bergetar, Jhagad bertanya, “i..itu.. tidak ada ke..pa..lanya?

Kali ini Cantigi tidak menjawab, bibirnya kelu, tidak percaya dengan apa yang ada dihadapannya saat itu. Terlihat samar sosok bertubuh manusia namun tidak terlihat kepalanya. Tiba-tiba saja sosok itu berlari mendekat. Jhagad dan Cantigi reflek terjatuh ke belakang, terduduk di tanah.

Sosok itu sekarang sudah berdiri tepat di depan keduanya. Setelah terlihat jelas, mereka mengusap matanya, memastikan. Jhagad dan Cantigi pun menghembuskan napas, yang tadinya sepersekian detik sempat tertahan.

“Kau tenyata Lan!” ucap Jhagad sedikit kesal.

Sosok yang tidak lain adalah Jazlan itu kemudian mengarahkan senter ke arah wajahnya sendiri dan berkata, “Kau jangan bertanya aneh-aneh, kalau bukan aku siapa lagi? Nih periksa sendiri, muka ganteng begini masa iya disama-samain dengan, begituan!”

Jazlan saat itu sebenarnya ketakukan ketika akan kembali ke tenda. Ia pun membenamkan kepalanya sendiri ke dalam jaketnya. Jelas, dari jauh akan terlihat seperti sosok tanpa kepala. Lantas berlari mendekat, ketika sorot lampu senter yang diarahkannya menangkap siluet Jhagad dan Cantigi yang berdiri di luar tenda.  

“Kau tadi yang berkeliling di sekitar tenda lama sekali?” tanya Cantigi memastikan.

 “Lama apanya? tadi itu aku hanya jalan-jalan kecil sebentar supaya bisa nahan buang air kecil, tapi ternyata tetap tidak tahan. Ya sudah, akhirnya kuberanikan diri pergi cari tempat buang air kecil sendiri. Kalian kupanggil-panggil tidak ada yang merespon. Dasar tidak setia kawan memang!” Jazlan sedikit merajuk.

Mendengarnya, Cantigi dan Jhagad tertawa.Kali ini bukan karena lelucon Jazlan, melainkan malu saja dengan diri sendiri karena sempat benar-benar ketakutan tadi.

“Tunggu, kenapa kalian berduaan malam-malam di luar tenda begini?" Jazlan iseng menyelidik menggoda Jhagad dan Cantigi.

“Pikiranmu sepertinya perlu dibersihkan juga, sana masuk tenda!” jawab Jhagad sambil bersendekap tangan.

“Oke, oke, aku pergi, silakan dilanjutkan. Anggap saja aku tidak melihat apa-apa,” usil Jazlan sambil masuk ke tenda dengan riangnya.

Melihat ekspresi Jazlan, Jhagad dan Cantigi semakin sebal saja. Astaga, sebelumnya mereka dibuat benar-benar tegang untuk kemudian mendengar ocehan Jazlan yang tidak masuk akal. Sungguh malam yang penuh drama. Akhirnya, mereka pun kembali ke tenda juga.

***

Sementara itu, satu titik api tercipta dari puntung rokok yang tergeletak di tanah di area Hutan Terra dekat Pos Tiga. Tidak ada sama sekali yang menyadari keberadaan titik api itu.  Pelan tapi pasti, titik api itu mulai menyambar ranting maupun dedaunan kering di sekitarnya dan menyebar tidak terkendali sama sekali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • MEREKA BEBAS KETIKA KALIAN MATI   BAB 87 : TAMAT

    Bukan hanya Cantigi yang panik, Rosie, Tegar dan Jazlan juga. Kedua orang laki-laki itu tampak melongok ke jembatan yang sudah tergantung ke sisi jurang.Melihat Jhagad bergelantungan, Jazlan mau bergerak menolong. “Gad!?”“Biar aku saja, kau tunggu di sini,” cegah Tegar sambil sudah bergerak, menuruni jembatan itu.“Bertahan, Gad!” teriak Jazlan.Jhagad sendiri tampak sedang bergelantungan, tangannya berpegang ke tali jembatan terbawah sambil kakinya menendang-nendang Mahluk Haus Darah yang memegangi kakinya.“Bantu aku,” Awan tiba-tiba berteriak, membuat Jazlan menoleh.Ternyata, laki-laki itu sedang memegangi tali jembatan yang masih terikat di pohon.Beruntungnya, kebakarannya tidak sampai melahap tanaman di sekitar jembatan gantung itu.“Talinya sudah menipis sekali,” kata Jazlan seketika melihat kondisi talinya.Sementara itu, Tegar tampak sudah akan sampai di posisi Jhagad.“Hati-hati!” teriak Cantigi, Rosie menatap harap-harap cemas.“Naik, buat apa kau turun?!” ucap Jhagad ke

  • MEREKA BEBAS KETIKA KALIAN MATI   BAB 86: Sebuah Pengorbanan

    Para perempuan tampak istirahat. Jazlan dan Tegar juga. Lumayan, masih tersisa beberapa jam sebelum mereka harus berlari nanti.Tinggallah Awan dan Jhagad saja yang masih terjaga. “Kau tidak tidur?” tanya Jhagad kepada Awan.“Bisa kita bicara di luar?” Awan justru bertanya balik.“Bicara apa?”“Tempat buang air,” ucap Awan dengan nada serius sambil melirik ke arah sahabatnya.Paham dengan maksud Awan, Jhagad mengiyakan. “Oh, ok.”Kepada yang lain mungkin Jhagad bisa pura-pura dan menyembunyikan semuanya. Tapi, kepada Awan lain cerita.Di saat orang-orang tidak curiga, hanya Aw

  • MEREKA BEBAS KETIKA KALIAN MATI   BAB 85: Identitas Serigala dan ...

    “Tenang, sepertinya, mereka tidak bisa melihat kita dalam kabut ini,” kata Awan, berdiri di samping Rosie.“Benar. Sebaiknya kita bergegas,” Jhagad yang di depan pun segera memberikan komando.Mereka terus berjalan, sambil melihat ke bayangan di kabut untuk jaga-jaga.Tapi, Mahluk Haus Darah itu tidak menyerang. Sepertinya benar, mereka aman di dalam lingkup kabut itu.Beberapa menit kemudian, sebuah cahaya lampu kuning terlihat.“Jogoboyo?!” sapa Jhagad.“Cepat ikuti aku,” ucap Jogoboyo sambil berjalan.Jhagad dan rekan-rekannya pun mengikuti ke mana Jogoboyo pergi.

  • MEREKA BEBAS KETIKA KALIAN MATI   BAB 84: Serigala Penjaga, Siapa Sebenarnya?

    “Benar, ‘kan? Ini bukan langkah manusia,” ucap Tegar kepada Jhagad. “Aku tahu, tapi tidak perlu membuat orang semakin takut bukan?” sindir Jhagad, membuat Tegar menoleh ke belakang. Melihat Rosie dan rombongan perempuan lainnya, ia pun merasa bersalah karena membuat mereka tegang begitu. “Sorry-sorry, kemungkinan itu suara langkah hewan. Jangan panik” “Heh. Langkahnya semakin mendekat, mengarah ke sini,” kata Jazlan sambil bersiap dengan tongkat pendaki yang ia bawa sejak tadi. “Jangan menyerang lebih dulu. Matikan saja headlampnya,” usul Tegar. “Ha? Serius?” sahut Sivi seolah tidak setuju dengan ide Tegar itu. “Serius. Ini ruangan tertutup, kalau itu hewan buas, kita sebaiknya tidak menyerang, tapi bersembunyi. Satu-satunya cara sembunyi ya cuma membuat gelap ruangan, agar hewan itu tidak melihat.” “Kalau itu hewan yang peka dengan bau manusia bagaimana?” “Iya juga.” Tegar jadi berpikir ulang.

  • MEREKA BEBAS KETIKA KALIAN MATI   BAB 83: Bulan Purnama dan ...

    “Sepertinya benar ini lorong bawah tanah. Ujungnya tidak terlihat, masuklah,” jawab Tegar.Mendengarnya, Jhagad dan Jazlan pun saling tatap. Seolah sudah bersepakat, Jhagad masuk ke dalam peti itu lebih dulu.Jhagad sudah ada bersama Tegar, giliran Jazlan menyusul.Dengan bantuan cahaya headlamp yang redup, mereka bertiga pun mulai melihat lorong bawah tanahnya.“Coba lihat ini!” kata Tegar yang sedang memeriksa sebuah lukisan di dinding sebelah kanan.Jhagad dan Jazlan berjalan mendekat. Melihat lukisan itu, Jazlan berceletuk. “Peta?”“Sepertinya iya. Ini benteng, ini padang rumputnya.” Jhagad berkata sambil menunjuk ke arah peta, menunjuk tempat yang ia sebut.“Dan yang ini, sepertinya jalur lorong ini.” Tegar menunjuk jalur di peta itu. “Kalau dari sini, lorongnya terhubung dengan salah satu gua di dekat jembatan. Benar ‘kan?”“Kupikir juga begitu.” Jhagad setuju.“Hah…!” Jazlan menghela napas lega. “Ok, aku akan menyusuri lorong ini kalau begitu.”“Kalau menurutku, sebaiknya kita

  • MEREKA BEBAS KETIKA KALIAN MATI   BAB 82: Harus Kembali Ke Jembatan Gantung

    Bukannya menjawab pertanyaan Cantigi, Jazlan justru memanggil Awan, “Wan!”Awan pun menoleh. Jazlan menatapnya, mereka pun saling tatap untuk beberapa detik. Sementara, yang lainnya masih menunggu. Jhagad mulai menyadari bahwa ada hal yang serius hanya dari melihat ekspresi Jazlan saat itu. Jazlan orang yang penuh humor tiba-tiba saja menunjukkan ekspresi tegang, jelas bukan pertanda baik. Bahkan Rosie pun juga ikut tegang dibuatnya.“Kau ingat jembatan gantungnya?” tanya Jazlan sambil masih menatap Awan.Untuk sejenak, Awan terlihat berpikir. Mencoba mengingat-ingat kembali tentang jembatan gantung yang menjadi pembatas dan satu-satunya penghubung antara Hutan Terra dan Hutan Terlarang. Ekspresi Awan lantas berubah ketika akhirnya mengingat sesuatu. Hal kecil yang ternyata bisa berdampak kepada risiko dan ancaman yang skalanya lebih besar.“Gerbang jembatan gantungnya terbuka,” ucap Awan dengan nada suara yang tampak menyesal.“Benar,” Jazlan membenarkan.“Gerbang jembatan gantung? M

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status