Beranda / Thriller / MERINDUKAN SURGA / JANGAN SEPERTI IBUMU

Share

JANGAN SEPERTI IBUMU

Penulis: DEAR GREEN
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-13 12:58:52

“Nenek nggak setuju!” Suara Nek Minah meninggi. Ini pertama kalinya dia membentak cucu tersayangnya.

Raut kemarahan neneknya membuat Salma seketika menunduk.

“Bagaimana bisa kamu mencintai suami orang, Nduk? Sadar! Jangan bikin malu Nenek!” Nek Minah berujar lirih.

Dirinya dibuat terkejut ketika malam setelah isya, Salma berterus terang ingin meminta restu agar dirinya menikah dengan Yusuf—suami Alya yang juga tetangga barunya.

“Apa aku salah jatuh cinta sama Mas Yusuf, Nek?” tanya Salma dengan suara terisak.

Mata Nek Minah terbuka lebar. “Jelas salah, Nduk! Itu dosa besar! Apa kamu mau jadi pelakor? Nenek membesarkan kamu dengan panduan agama! Kenapa setelah dewasa kamu malah seperti ini?” tegas Nek Minah.

Di tangannya masih tergantung sajadah dan mukena lusuh yang sering digunakan untuk salat ke masjid.

“Meski kita miskin, tak semestinya kamu merebut suami orang yang saat ini kamu pandang dari hartanya, Salma. Nenek kecewa sama kamu!” Nek Minah hendak meninggalkan kamar Salma.

Gadis berhidung mungil itu bergeming. Menatap sang nenek yang beranjak pergi. Sebelumnya dia mengatakan pada neneknya bahwa dia ingin menikah dengan lelaki kaya dan saat ini dirinya tengah mengincar Yusuf.

“Tapi dulu ibuku juga begitu, kan, Nek? Bukakah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya? Orang-orang di kampung ini selalu mengatakan hal itu pada Salma. Biar Salma wujudkan ucapan mereka, Nek.” Suara Salma tegas dan bergetar. Rahangnya mengeras seolah ingin melampiaskan amarahnya.

Nek Minah menghentikan langkah, gemuruh amarah menyelimuti hatinya. Sejak kecil, dia mengasuh dan membesarkan Salma seorang diri dan selama itu pula dia tidak pernah semarah ini. Hatinya teramat sakit, ketika Salma kembali mengorek masa lalu tentang ibunya—anak semata wayang Nek Minah.

Salma keluar dari kamarnya, menyusul sang Nenek yang masih berdiri mematung di depan pintu kamar yang saling berhadapan itu.

“Biar orang-orang puas, Nek. Salma akan wujudkan ucapan mereka. Salma lelah selalu dikatai anak pelakor. Setiap ada lelaki yang menggoda Salma, mereka langsung menuduh Salma yang macam-macam. Apa nenek tega melihat Salma diperlakukan seperti itu terus menerus?” Suara bergetar itu terdengar sangat putus asa.

Air mata Nek Minah mengalir. Dia tidak merubah posisinya. Baru saja hari ini dia kembali sehat setelah beberapa minggu hanya bisa istirahat di rumah. Namun, hari ini pula dirinya harus merasakan sakit yang lain. Bukan sakit secara fisik, tapi hati dan perasaannya yang tergores.

“Nduk, jangan hiraukan kata orang .…”

“Salma capek, Nek! Nggak ada satu pun yang ngertiin perasaan Salma!” teriaknya dengan penuh emosi.

Air mata Nek Minah mengalir deras. Tangannya memegang dada yang terasa sangat sesak.

“Apa pun alasannya, Nenek tidak bisa merestui kamu dengan Yusuf. Kalau ibumu dulu seperti itu, setidaknya kamu jangan! Seharusnya kamu buktikan pada semua orang, bahwa kamu berbeda!” Nek Minah memohon.

Salma mendekati neneknya, berdiri di depan wanita tua yang sedang terisak itu.

“Mbak Alya sudah mengizinkan Salma untuk menjadi madunya, Nek. Mbak Alya sendiri yang mengatakan kalau Salma boleh menjadi istrinya Mas Yusuf,” ucapnya dengan tatapan antusias dan senyuman yang terlihat mengerikan.

Nek Minah menepis tangan cucunya dengan kasar. “Kamu gila! Kamu benar-benar hilang akal, Salma!” bentak Nek Minah, lalu masuk ke dalam kamar, mengunci pintunya rapat-rapat dan menangis tersedu di balik pintu.

****

Dua puluh tahun silam.

Arini, wanita cantik yang dijuluki Kembang Desa itu dipinang oleh lelaki tampan dan kaya. Saat itu, rasa bangga dan bahagia tengah dirasakan Nek Minah sebagai seorang ibu. Arini yang bekerja di sebuah restoran di kota besar, mampu meluluhkan hati seorang pengusaha bernama Zulfan.

“Kamu kenal dari mana, Nak?” tanya Nek Minah kala itu, ketika putrinya mengenalkan calon suaminya yang berasal dari kota.

Arini tersenyum malu. “Dia pelanggan setia di restoran tempat Arini kerja, Bu. Ternyata diam-diam dia menyukai Arini. Selain tampan, dia juga kaya. Siapa yang mau menolak pria seperti itu,” ucapnya dengan rasa bangga.

Nek Minah merasa sedikit keberatan, karena sebelumnya ada lelaki di kampung ini yang ingin serius dengan Arini dan setia menunggunya. Pria itu bernama Wahyu, kekasih Arini sejak masa remaja. Namun, mereka harus rela terpisahkan oleh jarak karena Arini memutuskan untuk bekerja di kota, karena Nek Minah tak mampu membiayai Arini yang ingin lanjut sekolah. Arini pun harus berhenti sekolah saat memasuki kelas tiga SMA. Apalagi, ayahnya sudah meninggal sejak ia masih balita.

“Bagaimana dengan Wahyu, Nak. Dia pemuda yang baik. Dia setia menunggu kamu di sini, dan terus bekerja keras demi menikahimu,” peringat Nek Minah.

Arini mendengkus kesal. “Nikah kalau cuma modal cinta nggak akan bahagia, Bu. Mas Wahyu hanya bekerja sebagai petani. Sampai kapan kita hidup susah terus, Bu? Apa ibu nggak capek dihina terus sama orang?”

Nek Minah terdiam. Sejak lama dia membayangkan Arini menikah dengan Wahyu. Pemuda sederhana yang giat bekerja dan penyabar.

“Ya sudah, terserah kamu saja. Tapi setidaknya, kamu bicara baik-baik dengan Nak Wahyu agar dia tidak sakit hati,” titah Nek Minah.

Pernikahan Arini dan Zulfan digelar di Desa Pandan. Saat itu, perayaan pernikahan yang diadakan oleh Zulfan terbilang mewah bagi kalangan orang-orang di Desa Pandan. Zulfan mengatakan, menikah sah secara agama lebih dulu, baru nanti ketika kembali ke kota, akan mengurus semua berkasnya dan menikah ulang secara hukum negara.

Orang-orang desa sangat antusias karena hidangan pesta pernikahan Arini saat itu sangat mewah. Semua orang bersuka cita kecuali Wahyu. Dia tidak ingin menghadiri pernikahan mantan kekasihnya itu. Hatinya hancur oleh pengkhianatan yang dilakukan Arini. Hingga suatu siang, ada seorang wanita turun dari mobil dan menghampiri Wahyu yang tengah melamun di depan teras rumahnya.

“Selamat siang, Mas. Saya mau tanya.” Wanita yang berpenampilan elegan itu menghampiri Wahyu.

Pemuda yang gemar memakai kaus oblong putih polos itu mendekati si Wanita.

“Ada yang bisa saya bantu, Mbak?”

“Mas, tahu nggak alamat rumahnya Arini?” tanya wanita itu dengan raut wajah yang membingungkan Wahyu. Antara sedih dan marah.

“Oh, Mbaknya mau kondangan?” tebak Wahyu.

Wanita itu tidak menjawab. Ia malah menangis tersedu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Wahyu jadi bingung.

“Mbak, kok malah nangis?”

Wanita itu tidak menjawab lagi. Dia justru merebahkan kepalanya ke dada Wahyu. Orang-orang yang lewat mengira Wahyu cepat melupakan Arini dengan wanita lain.

“Mbak, maaf. Tapi nanti bisa menimbulkan fitnah.” Wahyu mengangkat kepala wanita itu perlahan.

“Maaf, Mas. Saya nggak sengaja,” ucap wanita itu sambil mengusap pipinya yang basah. Dia berusaha untuk menenangkan diri.

Wahyu menerka dalam hati, apakah wanita ini senasib dengannya.

“Mbak ditinggal nikah sama mantan pacar yang sekarang menikah dengan Arini?” tebak Wahyu.

Wanita itu mendongak dengan mata terbuka lebar. “Saya istrinya Mas Zulfan,” ungkapnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MERINDUKAN SURGA   MERINDUKAN SURGA || TAMAT

    “Maaf, Yusuf. Aku harus sampaikan ini sama kamu,” kata Dokter Cindy dengan berat hati dan wajah muram.“Ada apa, Cin?” Yusuf tak bisa menyembunyikan rasa cemasnya.“Aku turut berduka cita atas apa yang terjadi. Aku ngerti betapa hancurnya hati kalian, aku mau menjelaskan sebisa mungkin meskipun aku belum bisa memastikan tanpa adanya pemeriksaan lanjut.” Cindy menyampaikan dengan suara pelan dan hati-hati.Suara isakan terdengar dari Ibunya Alya. Pak Hamdan segera memeluk istrinya dan membuatnya tenang.“Kenapa bisa?!” Suara Yusuf meninggi, terdengar seperti membentak.Cindy seketika menunduk.“Maaf, Cin. Aku nggak bermaksud marah sama kamu.”“Aku ngerti perasaan kamu, Suf. Pecahnya ketuban yang terjadi pada Alya, menjadi faktor pemicu, tapi bukan hanya itu satu-satunya penyebab. Beberapa kemungkinan yang perlu kita investigasi lebih lanjut adalah infeksi yang menyebabkan aliran darah dan oksigen ke plasenta berkurang.”Yusuf terduduk dan membingkai kepalanya yang tiba-tiba berdenyut n

  • MERINDUKAN SURGA   LAHIR

    “Mas, perutku sakit.” Alya meringis sambil memegangi perutnya yang sudah membesar. Dia merasakan sensasi aneh dan rasa sakit yang luar biasa yang membuat dia harus segera menelepon sang suami yang saat ini sedang berada di kebun apel.Tangan kiri Alya bertopang pada jendela kamarnya, sedangkan yang satunya memegang ponsel. Matanya menatap pemandangan sawah di mana pepadian telah menguning dan tak lama lagi akan memasuki musim panen.“Aku pulang sekarang!” Yusuf mengakhiri panggilan. Enam bulan berlalu begitu cepat. Tetapi bagi Alya dan Yusuf, waktu berjalan begitu lambat. Tak sabar rasanya menunggu kehadiran buah hati. Saat ini, adalah masa-masa menegangkan di mana usia kehamilan Alya memasuki minggu ke 37. Selama waktu itu pula, Yusuf telah menjatuhkan talak pada Salma disaksikan Aldi, Alya dan Paman Didi. Dia akhirnya menuruti permintaan Salma pada surat itu, bukan karena Aldi ingin menggantikannya, tapi demi kesehatan mental mereka semua, jika memang itu yang diinginkan Salma.“

  • MERINDUKAN SURGA   BIAR AKU YANG GANTIKAN

    “Itu Salma, Mas!” Alya menunjuk rekaman CCTV yang ditunjukkan Cindy pada layar komputernya.Kening perempuan berjas putih itu mengerut heran, kenapa dua temannya itu mengenal pasien yang ia tangani kemarin.Yusuf mengangguk, dia juga melihat Salma menangis sedangkan Rico berusaha menenangkannya.“Mas, telepon Rico, tanyakan di mana Salma. Aku mau ngomong sama dia,” pinta Alya, menarik lengan baju suaminya seperti anak kecil.Yusuf membawa istrinya duduk agar tenang. “Ingat kata Cindy barusan? Kamu nggak boleh stres!” peringat Yusuf dengan nada pelan.Alya akhirnya mengangguk patuh. Dia mengusap perutnya, menarik napas dan berusaha menenangkan diri.“Cin, makasih banyak, ya. Kita pamit dulu, nanti bakalan rutin periksa ke kamu,” ucap Yusuf berpamitan dengan senyum seolah tak ada masalah.Cindy dengan raut bingung, mengangguk saja. Padahal dia masih ingin mengobrol karena penasaran kenapa Yusuf dan Alya bisa mengenal perempuan itu, tapi dia tidak berhak tahu dan tidak berani bertanya le

  • MERINDUKAN SURGA   TAK BISA MEMAAFKAN

    “Mas, kenapa? Kok, kelihatannya lagi mikirin sesuatu?” Alya sejak tadi memperhatikan suaminya yang tampak berubah.Setelah menerima berita bahagia, ekspresi yang sebelumnya ceria tiba-tiba berubah redup setelah kembali dari rumah Salma.Yusuf menoleh sejenak, sedang tangannya sibuk mengemudikan mobil.“Nggak ada, Sayang.”“Kamu mikirin apa?” tanya Alya dengan nada tegas tapi lembut. Dia tahu, suaminya sedang menyembunyikan sesuatu.Ibu yang sejak tadi di belakang, hanya diam dan mendengarkan.Yusuf masih diam. Sesekali dia menarik senyum seperti dipaksakan.“Apa kamu masih marah sama aku, Mas? Tebak Alya.Yusuf menggeleng cepat. “Enggak, Sayang. Aku cuma ….”“Apa ada sesuatu yang kamu temukan di rumah Salma tadi?” Alya menebak lagi. Sekarang wajah Yusuf tampak terkejut, namun akhirnya mengangguk.“Salma meninggalkan surat.” Yusuf melirik kaca spion depan, melihat ibu mertuanya dengan tatapan sungkan.Sejak tadi dia menyembunyikan hal itu karena tidak ingin ibu mertuanya mendengar. Di

  • MERINDUKAN SURGA   TERIMA KASIH, SAYANG

    Beberapa hari kemudian, kondisi ibu semakin membaik dan diperbolehkan untuk pulang. Sementara ayah, masih dalam perawatan. Aldi mengabaikan tugas akhir kuliahnya untuk sementara demi menjaga sang ayah. Dia yang membantu mengisi memori baru ketika ayahnya tersadar dan tidak mengingat apa pun bahkan namanya sendiri.Kemarin, ibu ikut pulang ke Desa Pandan. Alya sangat senang bisa bersama sang ibu meski belum bisa berkumpul kembali dengan ayahnya.“Sayang, aku mau ke kebun dulu, ya. Sudah beberapa hari aku jarang mengontrol proyek. Kasihan Paman Didi,” ucap Yusuf berpamitan, ketika selesai sarapan.Alya mengangguk dan tersenyum, sambil membereskan piring di atas meja.“Bu, Yusuf pamit, nanti siang kita ke rumah sakit lagi, jengukin ayah, ya.” Yusuf mencium punggung tangan mertuanya.Wanita yang gemar memakasi songkok jika berada di dalam rumah itu mengangguk dan tersenyum hangat.Alya mengantarkan suaminya ke depan pintu setelah membereskan piring kotor. Dia berjalan pelan seperti tidak

  • MERINDUKAN SURGA   IBU KUAT

    “Bagaimana keadaan ayah saya, Dok?” tanya Aldi seketika, setelah dokter keluar dari ruang operasi. Dari sisi lain, Yusuf berlari menghampiri Aldi. Dia meninggalkan Salma yang masih belum sadarkan diri dan dalam perawatan di ruang IGD sebelum dokter menentukan ruangan rawat. Dengan napas terengah-engah. Yusuf berdiri di samping Aldi. “Kabar baiknya, Alhamdulillah pasien sudah berhasil ditangani.” “Kabar buruknya?” tanya Yusuf ragu. “Kemungkinan beliau akan mengalami amnesia,” jawab sang dokter. Yusuf menepuk bahu Aldi untuk menenangkannya. Dokter dan rekannya pamit dari sana. Tak lama kemudian, Pak Hamdan dibawa ke ruang ICU. Aldi terduduk lemah. Dia bersyukur ayahnya masih selamat, meski setelah sadar nanti, sang ayah tidak akan mengenalinya. “Terima kasih, Allah. Setidaknya ini akan membuat ayah melupakan masa lalu tersakitnya. Biarkan aku yang menanggung rasa bersalahnya ya Allah ….” Keluh Aldi sambil menangkupkan tangan dan menjatuhkan wajahnya di atas tangan yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status