Share

Bab 3

MERTUA PELIT, MENANTU CERDIK (3) 

"Aduh, ibuk pingsan, Dek! Buruan bantuin angkat, malah bengong lagi!" kata Purnomo. 

"Iya, iya," kata Lina. Mereka menggotong Bu Romlah naik ke kasur. Purnomo terisak sambil mengolesi hidung sang ibu dengan minyak kayu putih. 

"Sudah, jangan ditangisi, ibuk cuma pingsan saja, kok," kata Lina. 

"Bukan nangisi ibuk, tapi nangisi uangku!" kata Purnomo. 

"Oalah, kirain nangisin ibuk, ternyata uangnya," lirih Lina. 

"Hilang tiga juta itu banyak, kebangetan yang ngambil!" kata Pur. 

"Haaa, tiga juta Pur?" Bu Romlah yang baru sadar, pingsan untuk yang kedua kalinya. Lina menepuk jidatnya kemudian mengambil kipas untuk digunakan mengipasi ibu mertuanya. 

"Alhamdulillah," kata Lina. Bu Romlah sudah sadar, dia langsung duduk di sisi ranjangnya. 

"Ayo kita cari dukun sakti biar kita tahu yang ambil orang apa tuyul!" kata Bu Romlah. 

"Ayo, Buk! Kita siap-siap sekarang!" kata Purnomo. Lina ketakutan, dia masuk ke dalam kamar pura-pura berganti pakaian, padahal dia mondar-mandir mencari ide agar dapat membatalkan mereka berdua ke dukun. Lina tersenyum saat mendapatkan ide yang cemerlang. 

'Ternyata benar kata orang, kalau lagi kepepet ide pasti bermunculan!' batinnya. 

"Linaaa, lama sekali kamu itu!" teriak Bu Romlah. 

"Maaf, Bu, kepalaku terasa sangat berat," kata Lina. 

"Sudah, pusingnya ditunda dulu, Dek! Kita mesti cari tahu kemana uang kita hilangnya!" kata Purnomo. Purnomo mengeluarkan mobil pick-up tua milik keluarganya. Sebelum masuk ke dalam mobil, Lina pingsan. 

"Astaga, apa-apaan Lina pakai pingsan segala," gerutu Bu Romlah. Purnomo mengangkat tubuh istrinya, mereka membaringkan Lina di kasur depan televisi, lina mengintip dari cela-cela matanya, saat sang ibu mertua dan suaminya lengah, Lina mulai mengerang seperti orang kesurupan. Lina bangkit dan mengacak-acak rambutnya sendiri. 

"Kalian mau pergi kemana, ha? Jangan pergi ke dukun atau anak ini akan kusakiti," kata Lina dengan suara dibuat-buat. Lutut Bu Romlah bergetar melihat eyeliner Lina yang sudah luntur kemana-mana ditambah rambutnya yang acak-acakan. 

"Ampun, Mbah, jangan sakiti menantu saya, walaupun makannya banyak, dia tetap menantu saya, Mbah," kata Bu Romlah dengan suara bergetar. 

"Bagus, jangan sampai kalian datangi dukun, kalau mau anak ini selamat!" kata Lina dengan mata lirik kanan-kiri. 

"Maaf, Mbah, kalau boleh tanya, kira-kira siapa yang mengambil uang saya?" 

"Tuyul, dia mengambil uangmu dan lari ke tengah hutan!" kata Lina. Dia menahan tawa hingga terkentut-kentut, dia kembali pura-pura pingsan karena sudah tidak kuat akting. Bu Romlah menepuk-nepuk pipi Lina.

"Alhamdulillah kamu selamet, Nduk! Minum dulu!" kata Bu Romlah. 

"Ya ampun, kamu kerasukan setan dimana, Lin? Mas takut kamu gak bisa kembali," kata Purnomo panik. 

"Gak tahu, Mas, kepalaku terasa pening sekali, mulutku rasanya pahit," kata Lina. 

"Kamu mau makan, Nduk?" tanya Bu Romlah. 

Lina mengangguk ragu, "aku mau bakso, Mas, boleh, ya?" 

"Ck! Nasi banyak kok mau bakso!" kata Purnomo. 

"Yasudah, gak usah makan, lah! Nanti kalau kesurupan lagi juga bukan aku yang repot!" kata Lina. 

"Sudah, ngalah saja kali ini, belikan saja bakso tiga ribu, dapat itu dua pentol kecil sama dua buah tahu, nanti ditambah nasi biar kenyang!" kata Bu Romlah. Lina tersenyum senang dalam hati. 

"Aku ke kamar dulu, ya, Buk, tubuhku rasanya lelah," kata Lina. 

"Iya, Lin, istirahatlah kamu, nanti kapan-kapan saja ke dukunnya," kata Bu Romlah. 

Lina menuju kamarnya, dia terkejut melihat wujudnya sendiri, dia terpingkal-pingkal melihat wajahnya yang lebih mirip orang kurang waras, dari pada orang kesurupan.

Di depan, Bu Romlah menyuruh Purnomo memanggil Mbah Ponijan, orang yang terkenal sakti di kampungnya. 

"Tapi, katanya gak boleh panggil dukun, Buk?" kata Purnomo. 

"Pak Ponijan bukan dukun, ya! Dia orang pintar!"

"Beda, ya, Buk?" 

"Beda, dong!" 

Purnomo mengangguk, dia melajukan motor butut merk Suprem dengan kondisi kepala yang bergetar bak mau lepas dari tempatnya. 

Setelah membeli bakso, dia memanggil Pak Ponijan dan membonceng pria tua itu ke rumahnya. 

Begitu masuk ke dalam rumah, Lina terkejut karena Pak Pon sudah menyalakan dupa dan mengitari rumah mereka. 

"Siapa dia, Buk?" 

"Orang pintar, dia bukan dukun, kok! Kata setan yang merasuki kamu, gak boleh panggil dukun, kalau orang pintar boleh kali, ya?" 

"Oh, iya, Buk," jawab Lina terpaksa. 

"Lo, ada yamg kesurupan?" tanya Pak Pon. 

"Iya, dia kesurupan tadi," kata Purnomo. 

"Wah, gak bener ini! Coba beli bunga tujuh rupa, lima ribu saja!" perintahnya. Purnomo mengangguk, dia buru-buru membeli bunga sedangkan Bu Romlah menyiapkan permintaan Pak Ponijan yaitu, satu buah baskom untuk merendam bunga. 

Lina agak cemas, takut kesurupan bohongannya terbongkar. Tetapi kalau melihat gerak-gerik Pak Ponijan, dia juga tidak yakin bahwa dia bisa melihat sesuatu. 

"Setan, demit, nyingkriho, sopo seng wani ganggu anak putuku tak tantang metuo ketokno wujudmu!" 

Pak Ponijan terus komat-kamit membaca mantra jawa kemudian mencipratkan air rendaman bunga ke seluruh penjuru rumah. 

"Maaf, Yu Rom, ini setannya agak usil, saya diganggu terus, kalau mau yang instan biaya pembersihan agak mahal," katanya. 

"Berapa, Pak Pon?" 

"Waduh, gak enak saya kalau sebut nominal, tapi biasanya saya dikasih orang minimal seratus lima puluh," katanya lagi. 

"Tapi langsung ketemu pelakunya, ya?" tanya Bu Romlah. 

"Langsung, Yu!" 

Jantung Lina seakan hendak melompat dari tempatnya. Tangannya berkeringat, dia gugup takut ketahuan. Setelah ritual selesai, Pak Pon duduk di kursi ruang tamu sambil memegangi kepalanya. 

"Musuhnya begitu berat! Saya sampai lemas, tapi tidak apa-apa saya sudah tahu siapa pelakunya!" kata Pak Ponijan. 

"Siapa, Pak?" tanya Lina. 

"Saya gak bisa sebut nama, nanti peliharaan saya bisa marah karena membocorkan rahasia perusahaan!" 

"Lalu bagaimana kami tahu?" tanya Purnomo. 

"Yang jelas, dia yang mengambil orang terdekat kalian, dia sengaja mengirimkan babi ngepet ke sini!" 

"Waduh, jahat sekali, ya, Mas!" kata Lina. 

'Yaiyalah orang dekat yang ambil, kalau orang jauh mana bisa ambil duit, apa lagi wajah-wajah susah kayak suamiku, mana orang tahu kalau dia duitnya banyak!' batin Lina. 

"Pasti ini kerjaannya Si Rodiyah! Dia itu sirik sama ibuk karena kapan hari pinjam uang gak ibu kasih!" kata Bu Romlah. 

"Jangan fitnah, Buk, belum terbukti, kok!" kata Lina. 

"Belain terus! Kamu ini gak pernah belain mertua! Pokoknya ibu gak ikhlas! Tiga juta itu banyak bisa buat beli emas! Kalau ingat kehilangan uang ibu jadi gak doyan makan," kata Bu Romlah sambil mengusap air matanya. 

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status