Share

Bab 2

MERTUA PELIT MENANTU CERDIK (2)

Purnomo buru-buru menyembunyikan uangnya karena dirasa tidak aman. Dia mengajak Bu Romlah sang ibu untuk membeli perhiasan tanpa sepengetahun Lina. 

"Ayo, Buk! Mumpung Bude Siti belum datang! Kita beli emas dulu!" 

"Nanti saja! Sini biar ibu yang simpankan!" kata Bu Romlah. Lina menguping pembicaraan mereka, dia segera masuk ke dalam kamar. Lina cemberut, hatinya teramat dongkol. Dari awal pernikahan, suaminya memang bekerja hanya sebagai buruh las harian yang gajinya hanya cukup digunakan untuk makan sehari-hari, karena itu Lina tidak keberatan hidup super hemat, untuk membantu ekonomi keluarga, Lina sengaja berjualan online dengan sistem dropship, karena Lina takut ketahuan suaminya. Suaminya sangat menentang jika istrinya itu bekerja, maka dari itu Lina bekerja diam-diam. 

"Ma, ini apa?" tanya Novi.

"Oh, itu rayap, Nak!" jawab Lina. 

"Oooh, rumahnya bisa tinggi gini, ya, Ma?" 

"Iya, nanti habis dimakan rayap itu celana ayahmu, tolong ambilkan sapu, ya!" kata Lina. Dia mengambil celana khusus untuk suaminya bekerja, mereka menyebutnya 'telesan' celana itu tidak pernah dicuci sama sekali, Lina menimbang-nimbang celana itu.

"Kok berat," gumamnya. Dia meraba kantong celana itu, terdapat satu plastik uang koin yang sudah disolasi rapi, dan beberapa gulungan uang seratus ribuan, iseng, Lina membuka ikatan karet itu, masing-masing uang dikareti satu juta rupiah. Lina tersenyum simpul. Dia menyembunyikan uang-uang itu dan hanya menyisakan uang koinnya saja. 

"Dek, ada bude di depan!" kata Pur. 

"Ya!" jawab Lina. Lina mengikat rambutnya dengan karet gelang kemudian menuju ruang tamu untuk menyalami tamunya. 

"Makin kurus aja kamu, Lin?" tanya Bu Siti. 

"Eh, sudah gemuk ini, Mbak! Dulu belum jadi mantuku kurus kering!" sahut Bu Romlah. 

'Gemuk apanya, berat badanku saja turun delapan kilo!' batin Lina. 

"Ambilkan kue yang ada di kulkas, Lin!" pesannya. Lina mengangguk kemudian menuju kulkas. Dia bergidig melihat kue bolu seminggu lalu yang sudah ditumbuhi jamur, kue itu adalah oleh-oleh dari Desi tetangga mereka. 

"Buk, Ibuk," teriak Lina. Bu Romlah menghampiri Lina di dapur. 

"Ada apa, Lin?" 

"Kuenya jamuran," kata Lina. 

"Ck! Begini saja tidak bisa, mana pisaunya!" Bu Romlah mengiris bagian atas dan samping kue yang ditumbuhi jamur. 

"Nanti kalau bude keracunan bagaimana?" 

"Gak mungkin!" jawab Bu Romlah sambil mengunyah kue itu kemudian membawanya menuju depan. 

"Oh, ya, Lin, jangan lupa kalau bikin teh, tambahkan seribu manis sedikit! Biar hemat gula!" pesan Bu Romlah lagi. 

"Ya, Bu," jawab Lina. 

"Hidup di sini bertahun-tahun lamanya sepertinya aku juga sudah mulai kebal dengan bakteri dan virus," gumam Lina sambil mencicipi tehnya. 

Setelah menyuguhkan teh, Lina masuk ke dalam kamar, lamat-lamat dia mendengar suara Sani yang menjemput mertuanya. Lina langsung keluar dari kamarnya. 

"Mbak Sani apa kabar?" tanya Lina. 

"Baik, Lin, kamu apa kabar?" 

"Mbak Sani jangan pura-pura gak tahu kalau kabarku ngenes!" kata Lina pelan. 

Sani terkikik geli, "mau dikasih tahu triknya?" 

"Mau, dong, Mbak! Gimana caranya Mas Rifki tobat?" 

Sani membisikkan sesuatu di telinga Lina. Senyum manis langsung terukir dari wajah Lina. 

"Makasih, Mbak, nanti aku coba!" kata Lina. 

Setelah lama mengobrol, mereka pamit pulang Sani memberikan uang kepada Bu Romlah untuk diberikan kepada Novi. Saat itu Lina sedang mengambil pisang di belakang. Lina mencebik, 'alamat gak dikasih ini uangnya!' batinnya. Benar saja, setelah seharian mertuanya tidak memberikan uang itu kepada dirinya. 

"Mas, tanyakan ke ibu tadi Novi dikasih uang sama Mbak Sani, lumayan buat pegangan."

"Kamu ini uang dua puluh ribu saja diminta! Perhitungan sekali!" kata Purnomo. 

"Dua puluh ribu juga uang! Perhitungan mana aku sama kamu, yang ngasih belanja cuma sepuluh ribu perhari!" 

"Ssst! Malu didengar tetangga! Sepuluh ribu cuma buat beli lauk orang berasnya juga punya ibu!" 

Lina mendengkus, dia berlalu dari hadapan sang suami. Dia tidak mau rugi, dong! Lina menakar beras kurang lebih dua kilogram dan menjualnya kepada Rania secara sembunyi-sembunyi. 

"Ran, jadi beli, kan?" 

"Jadi! Mana berasnya?" 

"Ini!" kata Lina sambil menunjuk perutnya. Rania terkikik geli menerima beras dari Lina. 

"Tumben kamu jualan beras?" tanya Rania. 

"Sebagai ganti uang Novi yang ditilep ibuk, enak aja gak dikasih ke aku!" kata Lina. 

"Tumben pinter, biasanya oon," kata Rania sambil tergelak. 

"Baru dapat hidayah!" kata Lina. 

***

"Dek, kamu masih marah?" tanya Pur. 

"Hmm," jawab Lina sambil pura-pura memejamkan mata. 

"Dek, jangan marah, ya, maafkan aku, tapi aku lakukan semuanya demi keluarga kita, wong aku juga gak foya-foya apa lagi selingkuh," kata Pur memelas. 

"Bod*h kalau ada yang mau selingkuh sama kamu, gak ada duitnya buat apa?!" ketus Lina. 

"Jangan gitu, lah, Dek, maafkan mas, mumpung Novi udah tidur, kita berkembang biak, yuk, Dek!" kata Purnomo. 

"Udah sana membelah diri aja, aku capek!" 

"Kamu dosa, lho nolak ajakan suami!" kata Purnomo. 

"Kamu juga dosa nolak permintaan istri! Aku hanya minta tas buat Novi saja tidak dituruti apa lagi minta emas permata!" ketusnya. 

"Iya, besok tak belikan tas di Comboran, sudah jangan ngambek!"

"Gak mau! Aku mau belikan Novi tas baru di pasar! Biar dia milih sendiri!" 

"Waduh, boros! Gak-gak! Gak mau kalau ke pasar, baru saja lebaran beli baju masak sekarang minta tas baru, bisa bangkrut aku!" 

"Mboh, lah, Mas sak karepmu!" kata Lina. Purnomo mencolek-colek pundak sang istri tetapi Lina tetap diam memeluk guling buluk miliknya. 

***

Pagi ini, Lina memasak sayur pepaya muda kuah santan, untuk Novi dia membuat sayur bening bayam. 

"Dek, Dek!" teriak Purnomo dengan wajah memucat. 

"Apa?" 

"Kamu lihat uangku?" tanyanya dengan suara menahan tangis. 

"Uang apa?" tanya Lina.

"Uang di saku celana telesanku!" Purnomo terduduk di lantai sambil mengusap air matanya. 

"Mana aku tahu, aku gak pernah pegang celana kamu, memangnya berapa?" 

"Ada tiga juta lebih! Masak kita kemalingan?" tanya Purnomo panik. Sang ibu yang sedang menyapu halaman mendengar suara teriakan anaknya langsung tergopoh-gopoh ke kamar mereka. 

"Apa yang hilang?" tanyanya. 

"Uang Mas Pur," jawab Lina. 

"Waduh, jangan-jangan ada tuyul itu, Pur! Kita mesti waspada!" kata Bu Romlah. 

"Masak iya uangku hilang, Buu," kata Purnomo dengan derai tangis mirip orang ditinggal mati. 

"Ayo sekarang cari cuyu biar buat mainan tuyul! Nanti jangan lupa kasih kaca di tempat menyimpan uangmu!" Bu Romlah heboh sendiri. Lina tertawa jahat di dalam hati. 

'Maafkan aku, ya,Yul, kamu difitnah,' batinnya. 

"Ayo, kita siap-siap ke rumah Mbah Dukun! Kita cari tahu kemana hilangnya uangmu!" kata Bu Romlah sambil berkali-kali mengusap dadanya karena panik anaknya kehilangan uang. Wajah Lina mendadak pucat pasi. Mereka berdua membantu Purnomo berdiri, tiba-tiba saja, bug! Bu Romlah pingsan. Lina tersenyum menang. 

'Belum tahu dia jumlah uang anaknya yang hilang, kalau tahu bisa kejang di tempat nanti,' batinnya. 

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status