Share

Makhluk dan Tuan Dewangga

        Setelah mengunci kamar Nyonya Sandra,  Sulati kembali menuruni tangga. Bersiap di belakang pintu sambil memejamkan mata mengigit bibirnya kuat-kuat membaca sebisa yang ia ingat di dalam hati.

        "Makhluk itu mungkin tidak bisa masuk dengan tubuh aslinya tapi entah jika  memanfaatkan raga Tuan Dewangga. Tuhanku beri aku jalan keluar, selamatkan kami." Sulati terus memohon, hingga ketukkan pintu berubah menjadi gedoran kasar. 

       "Bagaimana jika ia mendobrak pintu ini?" 

       Baru saja ia berpikir seperti itu, tiba-tiba suara gebrakkan terdengar. Pintu terkuak dengan paksa, Tuan Dewangga memandang beringas menatap Sulati dengan mata merah membara. 

        Sulati mundur beberapa langkah lidahnya mulai reflek mengucap kalimat tauhid matanya menatap tajam mata yang merah itu.  Lelaki yang kerasukkan jin itu tidak berani melangkah mendekati Sulati. Ia menepi, menempelkan tubuhnya ke dinding demi bisa melewati Sulati dengan tetap menjaga jarak. 

       Begitu melihat peluang meninggalkan Sulati, Tuan Dewangga  segera berlari menuju tangga. Sang pelayan berlari keluar rumah,  karena cukup menyadari dirinya tidak akan mampu menangani sendirian. Ia pergi ke tetangga seberang rumah. Suara berdentang dari gembok yang dipukul olehnya pada besi tempat diletakkan membuat pemilik rumah keluar. 

        "Bu,  tolong! Nyawa Nyonya saya dalam bahaya!" pintanya dengan panik. 

        "Sebentar saya panggil suami saya." Wanita itu berbalik masuk rumah, tidak lama suaminya muncul. 

        "Pak, Tuan saya kerasukkan jin, tolong antar saya memanggil Pak Kyai Ahmad Sobari," Sulati langsung mengutarakan maksudnya,  begitu laki-laki itu mendekat.

       Mendengar permintaan tersebut, segera ia mengeluarkan motor dan memboncengnya menuju ke rumah Pak Kyai. 

      Sementara itu di dalam rumah kontrakkan, Tuan Dewangga mulai menggedor-gedor pintu kamar istrinya. Nyonya Sandra beringsut ketakutan,  tangannya mencengkeram kuat sprei, suara menggeram dan erangan semacam binatang buas mengiringi  pintu yang mulai digebrak.

       Kekuatan lelaki yang sudah dikuasai makhluk gaib itu menjadi berkali lipat sehingga gebrakkan ketiga pintu kamar terkuak lebar. Tuan Dewangga menatap istrinya dengan mata merah menyala seakan siap menghabisi nyawanya.

       "Mas, sadarlah!" teriak Nyonya Sandra ketakutan. 

       "Grrrgh!" hanya suara semacam itu jawabannya. Ia melangkah maju mendekati pembaringan Nyonya Sandra dengan tangan siaga mencengkeram.

    

     "Aku istrimu!" ucapnya dengan isakkan,  berusaha membangunkan kesadaran pemilik tubuh lelaki itu. Namun sia-sia.

  

     Nampaknya makhluk itu sudah menguasai setiap inci tubuh dan pikiran suaminya. 

      "Kau harus mati,  tidak ada yang boleh menempati rumah ini selain Nyonya Larasati!" Suara berat seperti radio rusak keluar dari mulut Tuan Dewangga. 

       Ia terus merangsek maju,  sementara istrinya beringsut mundur hingga menempel dinding.

      Sekarang Tuan Dewangga berada tepat di depannya,  kedua tangan mulai mencekik Nyonya Sandra. 

      "Ma–as, a–aku is–trimu," ucapnya terbata-bata. Kedua tangannya memegang tangan suaminya berusaha mengurai cengkeramannya di leher. Air matanya meleleh ketakutan. 

       Dari luar rumah, dua motor berhenti,  Kyai Ahmad Sobari dan tetangga yang tadi diminati tolong masuk bersama Sulati. Mereka berlari ke atas menuju kamar Nyonya Sandra.

       "Nyonya!" Sulati terkesiap melihat istri tuannya dicekik oleh suaminya sendiri. Tubuh wanita itu terangkat menempel didinding, nampak melotot berusaha bernapas. 

      Si tetangga rupanya membawa kayu pukul,  menghampiri punggung Tuan Dewangga.

     "Allahu Akbar!" teriaknya sembari memukul lelaki yang tengah kerasukan itu. 

     "Aaargh!" Tuan Dewangga mengerang kesakitan. Cengkeramannya terlepas,  tubuhnya berbalik. Nyonya Sandra jatuh luruh ke lantai dengan terbatuk-batuk sambil memegang lehernya. 

        Kyai Sobari mulai membaca ta'awudz dengan lantang kemudian melantunkan ayat kursi,  suaranya menggema di telinga memekakkan pendengaran bagi Tuan Dewangga. 

      "Eeergh!" Erangan dan amukkannya semakin menjadi,  tubuhnya serasa terbakar api. Menggeliat, memukul ke segala arah, meja dan lemari hancur berantakan. 

       Akhirnya Kyai Sobari berhasil menangkap tangan kanannya. Secepat kilat si tetangga berusaha menangkap tangan kirinya dan berhasil. Lalu lelaki berkopyah putih itu menjegal kaki Tuan Dewangga hingga jatuh terjerembab, tangan kanan yang tadi ia pegang diletakkan ke dada sambil menekan dengan lutut.

       Nyonya Sandra berlari mendekati Sulati, mereka berdua berpelukkan sambil menangis. 

      Kyai Ahmad Sobari membaca surat Al-Baqarah yang ia hafal di luar kepala. Reaksi Tuan Dewangga luar biasa. Ia meronta-ronta hingga menjerit kesakitan,  terkadang melonglong pilu seperti lolongan srigala.

      Dua jam lamanya terjadi pergulatan dua lawan satu. Selama itu pula Pak Kyai konsisten melafalkan Al-Qur'an, keringatnya bercucuran. Tubuh suami Nyonya Sandra mulai melemah lalu menghentakan tubuhnya dan pingsan. 

     

       Mereka yang menyaksikan itu menghembuskan nafas lega setelah menghela panjang. 

       Pak Kyai masih tetap melantunkan ayat-ayat suci dengan suara lebih pelan dari semula hingga Tuan Dewangga sadar. Ia tampak kebingungan melihat sekitarnya. 

     Setelah Pak Kyai yakin makhluk itu telah pergi dari tubuhnya,  ia berhenti. 

      Nyonya Sandra mendekati suaminya dan memeluknya sambil menangis. 

       Sekarang semua duduk di depan Pak Kyai menedengar petuahnya. 

       "Sebaiknya kalian segera meninggalkan rumah ini. Saya tidak tau mengapa jin yang menghuni rumah ini begitu ganas," saran Imam masjid itu. 

    "Terutama untuk Tuan Dewangga, jika tidak ingin makhluk itu masuk kembali menguasaimu, maka anda wajib shalat dan mengingat Allah hampir disetiap detik agar tidak menjadi peluang bagi makhluk itu kembali. Ingat sekali bisa dimasuki akan lebih mudah untuk dimasuki kedua kalinya. Hanya satu cara menangkalnya perdalam ilmu agamamu, insyaallah mereka bukan hanya tidak berani merasuki,  bahkan mendekatipun takut."

     Mereka mengangguk-angguk. Kemudian Pak Kyai Ahmad Sobari pamit pulang, Nyonya Sandra sempat berusaha menyelipkan uang ke sakunya. Namun ditolak mentah-mentah olehnya. 

     "Saya melakukannya bukan untuk ini," Pak Kyai menjelaskan alasannya menolak. 

     "Kalau begitu, terima kasih banyak, Pak Yai," ucap Nyonya Sandra terharu, dijawab anggukan oleh lelaki itu. 

       Si tetangga juga berpamitan, Nyonya juga mengucapkan terima kasih. 

      Sekarang mereka bertiga berada di rumah saling tatap. 

     "Dek,  Mas minta maaf," ucap Tuan Dewangga memandang istrinya dengan rasa bersalah. 

     "Adek tahu itu bukan perbuatan Mas," ujar Nyonya Sandra.

     "Kita bereskan barang malam ini juga. Besok pagi-pagi kita pindah," perintah Tuan Dewangga. 

     Keesokkan paginya mereka memesan taxi online dan truk pengangkut barang.

     Lalu berpamitan pada pemegang kunci rumah yang letaknya membelakangi rumah mereka, sebenarnya jaraknya dekat karena dinding belakang saling menempel tapi untuk ke sana harus memutar jalan. 

       Seorang nenek keluar menyambut kedatangan mereka untuk menerima kunci. Seolah dirinya tahu penghuni kontrakkan akan meninggalkan rumah pagi ini. 

       "Ini Nek, kuncinya,  kami tidak bisa tinggal lebih lama di situ," ucap Nyonya Sandra. 

       "Seharusnya kalian usir makhluk itu selamanya," ucapnya lirih nyaris tidak terdengar. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status