Share

Tempat Persemayaman Dia

      Satu bulan telah lewat tanpa ada gangguan dari makhluk jelaga. Meskipun begitu keluarga Kyai Sholeh masih senatiasa rutin membaca Al Qur'an. Hingga suatu hari yang dinanti sang mkhluk tiba.

     Jam 05.00 setelah subuh. 

      "Abi, perut Umi sakit!" Umi memegangi perutnya, sambil meringis menahan rasa mulas yang datang dan pergi dalam waktu berdekatan. 

      Abi menghentikan bacaan Al-Qur'an kala mendengar rintihan istrinya.

     "Mungkin sudah waktunya melahirkan," pikir Abi. Ia bergegas menghampiri istrinya. 

     "Abi antar ke bidan sekarang ya? Tunggu di sini," kata Kyai Sholeh. Ketika hendak berdiri, istrinya menahan tangan kanannya, wajahnya meringis menahan rasa sakit luar biasa. 

     "Abi,  bolehkan Umi tinggal sementara 3 bulan pasca melahirkan di rumah orang tua Umi?" mohonnya. Abi tidak jadi berdiri,  ia duduk di depan istrinya, tangan kanan menyentuh pipi putih wanita di hadapannya seraya berkata. 

        "Jika itu membuat Umi merasa nyaman,  Abi izinkan, sabar, ya! Oh, ya, tas yang harus dibawa mana?" tanya Abi.

        "Itu, di sudut lemari, yang besar pakaian Umi,  yang tas kecil pakaian calon dedek, " jawabnya sambil tangannya menunjuk dua tas yang dimaksud pada samping lemari. 

      Kyai Sholeh mengeluarkan motornya. Lalu meletakkan dua tas besar dan kecil dengan menumpuknya di depan. Lalu kembali ke kamar menuntun istrinya. 

       "Duduk dulu di ruang tamu,  Abi mau ke atas memberitahu Umar," ujarnya,  lalu berjalan ke arah tangga. 

      "Umar, Abi sama Umi mau pergi ke bidan dulu, ya!" teriak Abi di bawah tangga. 

     "Nggeh, Abi." Umar keluar kamar menunjukkan dirinya untuk memberi jawaban.

     Abi dan Umi keluar mengendarai motor dengan laju sedang. Udara subuh menerpa wajah mereka. 

      Sementara penghuni pohon blimbing tersenyum menyeringai.

      "Waktu balas dendam segera tiba, ha ... ha ... ha ... ha ...!" tawanya menyebabkan angin di seputar rumah seperti angin ribut. 

      Umar merasa heran dengan suara angin yang berputar di sekitar rumahnya,  sampai pohon blimbing terdengar berderak-derak. 

Ia menyibak hordeng kamar atas tempat tidurnya lalu melongok ke bawah. Tanpa sengaja matanya menangkap sepasang warna merah di pohon blimbing. Seketika angin berhenti makhluk itu menatap tajam Umar yang memergokinya dari balik kaca jendela kamar tidurnya. 

        "Astaghfirullah, Laa haulaa walaa quwwata illa billah," ucap Umar spontan ketika menyadari bahwa itu adalah sepasang mata yang pernah ia lihat. 

        "Rupanya di situ tempat ia bersemayam. Nanti jika Abi pulang biar ditebang saja pohon itu," gumamnya. 

       Umar mengambil mushaf* yang ia letakkan di meja samping tempat tidurnya dan mulai membacanya dengan tartil, penuh penghayatan. Suaranya yang nyaring dan merdu bukannya membuat makhluk tak kasat mata itu terbuai oleh lantunannya. Ia justru gelisah luar biasa. Berkali-kali ia menggeram,  seandainya kakinya sudah sembuh ia memilih mengungsi ke atap-atap tetangga. Sayang sekali dia tidak bisa melakukannya sekarang ini. 

       Kraak! Buuum! 

     Dahan tua pohon belimbing patah, anehnya diiringi suara bedebum. Umar tidak lagi peduli dengan suara-suara aneh,  dia sudah mengira biang sebabnya.

     "Sialan!" umpat makhluk itu dengan kaki terseok-seok ia menyembunyikan diri di dalam got depan rumah. 

      Abi dan Umi tiba di rumah dari klinik bersalin sore hari. Tidak hanya mereka berdua rupanya,  bahkan ada Emak Umi yang turut serta membawakan adik Umar yang masih merah. 

     Rupanya Abi pagi tadi menghubungi  Emak mertua lewat wartel di samping klinik bersalin. Ia memberi kabar gembira bahwa cucunya telah lahir. Tentu saja sang mertua segera datang. 

       Ting! Tong! 

      Mendengar bel berbunyi, Umar menuruni tangga dengan berlari. Lalu membukakan gerbang untuk mereka.  Umar  lalu menyalami nenek tirinya. 

      

     "E,  copot,  copot,  copot!" teriak latah Emak karena kakinya terantuk dahan patah, tangan kanannya mengelus-elus dada. 

    "Astaghfirullah!" Emak menyadari ia keceplosan latah,  ditepuk-tepuk mulutnya, ia malu kebiasaannya didengar oleh menantu. 

     "Mengapa dahan pohon blimbing ini bisa patah padahal bukan dahan kering," pikir Abi,  ia merunduk untuk menyingkirkan patahan dahan lalu membuangnya ke kotak sampah. 

       "Umar buatkan teh buat nenek dan Umi, ya!" perintah Abi ketika melangkahkan kaki masuk ke rumah dengan kaki kanannya. 

      "Nggeh,  Abi!" jawab Umar patuh. 

     Semua duduk di ruang keluarga ketika Umar datang menghidangkan teh dan sedikit makanan ringan yang masih mereka miliki. Ibu sambungnya tengah memberi ASI pada adiknya. 

     "Laki-laki atau perempuan, Mi?" tanya Umar,  mendekati adiknya. 

     "Perempuan," jawab Umi, "Umar tadi sudah makan, belum?" tanyanya kemudian, ia ingat saat berangkat tidak sempat memasak. 

     "Sudah, Mi. Umar biasa masak sendiri di pesantren. Umi tidak perlu khawatir," jawab Umar sambil tangannya mencolek pipi adiknya yang menggemaskan. 

     "Emak nanti tidur di kamar sebelah, ya! di sana sudah ada dipannya." Abi memberitahu pada mertuanya yang dijawab dengan anggukkan.

      "Ayo, Nduk!  Mandi dulu sana biar segar,  anakmu biar Mak mandikan," suruh Emak pada anak perempuannya. 

      Abi ke dapur menjerang air untuk mandi anaknya yang baru dilahirkan. 

      Azan magrib berkumandang, Abi dan Umar bersiap ke masjid. Remaja yang baru lulus pesantren itu lupa menceritakan apa yang dilihatnya pagi tadi. Juga tidak ingat untuk meminta Abinya menebang pohon blimbing 

       Tinggallah di rumah hanya 3 orang perempuan, Emak mertua, Umi dan bayinya. 

       Emak terus-terusan menimang bayi dalam gendongannya yang tidak kunjung tertidur. Ia terlihat bergerak gelisah sesekali terdengar merengek. Setiap kali matanya hampir menutup tidur, selalu tersentak kaget membuatnya menangis histeris. 

      Makhluk tak kasat mata itu tengah memejamkan mata, ia berusaha masuk dalam tiap mimpi sang bayi. 

Bersambung.... 

       

(Tahun kejadian di tahun sebelum maraknya ponsel, hanya bisa menggunakan telpon umum ya.) 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status