Di saat itu sosok perempuan di ujung ruangan seolah melambai ke arah Nayla dan Angel. Terdengar suaranya yang serak dan menakutkan. Bersamaan dengan suara gamelan yang tak tau berasal dari mana
"Tolooong aku ... Tolooooooong ..."
Nayla dan Angel semakin panik dan takut mendengar suara perempuan itu. Mereka yakin jika suara itu bukanlah suara manusia.
Kedua gadis itu semakin panik. Mereka berusaha keras agar pintu lift bisa tertutup. Sesekali Nayla dan Angel melihat ke arah perempuan di ujung ruangan.
"Nay, kok sepertinya cewek itu semakin dekat ya." Suara Angel bergetar.
"I-iya. Tadi enggak di situ deh, Ngel. Mana ini lift enggak ketutup-tutup lagi "
Belum hilang takut mereka, hidung Nayla dan Angel mengendus bau busuk yang menyengat. Seakan mengaduk perut mereka ingin muntah.
"Bau apa ini?" tanya Angel.
"Bau ini," ujar Nayla lirih tapi masih terdengar oleh Angel.
"Bau apa, Nay?
Tepat di depan mereka ada dua gadis berwajah China. Lalu di sebelah Nayla dan Angel ada seorang laki-laki yang sedang duduk sambil membaca buku.Tanpa sengaja laki-laki itu menatap ke arah Nayla tajam sambil sesekali ia melihat ke belakang.Nayla merasa jika ada yang sedang memperhatikannya. Tetapi Nayla berusaha fokus untuk training hari ini. Walaupun ia belum bisa melupakan sosok Kusumawardhani yang meminta tolong dibebaskan jiwanya.Merasa terus diperhatikan, membuat Nayla mulai risih. Nayla melirik sekilas ke arah laki-laki itu. Dari arah pintu, seorang wanita berkerudung dengan pakaian batik yang rapi memasuki ruang training.Buru-buru semua peserta kembali duduk di tempat masing-masing. Semuanya merapikan penampilan mereka.Wanita berkisar empat puluh tahun itu menyapa semua peserta dengan sangat ramah. Sekitar tiga jam memberikan materi training sebagai teller, terdengar suara adzan berkumandang.Wa
"Kamu indigo?" tebak Nayla langsung"Hu'um. Sejak aku umur lima tahun, aku udah bisa melihat mereka yang enggak terlihat dengan mata biasa.""Pantes kamu bisa lihat."Obrolan Nayla dan Dion terhenti sesaat. Mereka mengambil piring dan lauk yang mereka inginkan.Saat akan mencari tempat duduk, Dion kembali mendekati Nayla dan berbisik."Kamu bisa mencegah korban selanjutnya, Nay.""Hah?!" Nayla tersentak kaget dan menatap Dion dengan tajam."Jangan keras-keras, semua pada lihatin kita," bisik Dion lirih. Sambil menunduk malu Dion mengambil steak.Angel mendekati Nayla dan bertanya pada temannya itu kenapa ia tadi berteriak. Setelah menceritakan semuanya pada Angel. Mereka pun mengejar Dion yang sudah duduk di kursi paling ujung sendirian.Kedua gadis itu menarik kursi kosong. Dan duduk tepat di depan Dion yang sedang menikmati makanannya."Kamu tau caranya biar enggak ada korban selanj
"Semoga saja Rasti tau caranya memusnahkan perjanjian itu," ucap Nayla lirih namun masih bisa di dengar oleh Dion."Rasti siapa?""Teman aku. Dia juga indigo kayak kamu.""Hmmm ... Oh ya apa kamu membawa sesuatu yang menjadi simbol perjanjian Kusumawardhani itu?""Maksudnya?""Ya misalnya, suatu benda atau yang lain gitu.""Ada. Sebuah tusuk konde.""Boleh aku lihat?""Ada di tas. Di kelas.""Hmm ... ya sudah nanti saja selesai kelas." Dion yang sudah selesai makan pun beranjak berdiri sambil membawa piring kosong dan gelas miliknya."Dion ...!""Ya, kenapa, Nay?""Apa boleh aku meminta bantuanmu menyelesaikan hal gaib yang aku hadapi ini?" ujar Nayla dengan nada lirih namun terdengar seperti orang memohon.Beberapa detik Dion terdiam lalu menghembuskan napasnya sambil tersenyum lebar. Memperlihatkan deretan giginya yang putih terawat."Dengan senang hati aku bisa memb
Nayla menatap kedua mata Dion yang menunjukkan keseriusannya. Hingga akhirnya kepala Nayla pun mengangguk pelan."Terimakasih, Nay. Aku akan bantu kamu sebisa aku.""Makasih banyak kamu udah mau bantu aku." Nayla tersenyum. Lalu kembali turun dan diikuti oleh Angel. Sementara Dion masih diam di tempat dengan memandangi tusuk konde di tangannya.'Aku seperti enggak asing dengan nama Kusumawardhani ini, tapi siapa ya?' batin Dion.Sekilas Dion melihat batu berwarna merah di tusuk konde tersebut menyilau. Membuat Dion terhenyak."Aku pasti bisa mencari tahu tentang semua ini," ucap Dion sambil sudut bibir kanan terangkat ke atas.Dengan cepat Dion berlari menuruni tangga mengejar kedua gadis itu."Nay, Ngel! Tunggu dong!"Nayla dan Angel berhenti sampai Dion pun berhenti dengan napas yang tersengal-sengal."Ka-kalian mau kemana?""Kami mau ketemu Rasti. Udah janjian.""Aku boleh ikut, N
Tatap tajam ketiga gadis itu tak kunjung lepas. Membuat Dion pun menyerah."Haaahh!"Dion menghela napasnya. Kemudian sambil membenarkan duduknya ia mengeluarkan tusuk konde yang sedari tadi ia bawa."Kok bisa di kamu tusuk kondenya?" Rasti terkejut."Hmm ... aku tadi yang tunjukin tusuk konde itu ke Dion, Ras. Dia juga bilang merasakan aura jahat dari tusuk konde itu."Kali ini, Rasti kembali melihat Dion dengan tajam. Seakan tatapannya hendak memangsa Dion bulat-bulat."Kamu pasti tau siapa nama yang kamu sebut tadi. Enggak mungkin kamu asal menyebutnya. Tuan Jayakatwang kalau enggak salah?" Suara Rasti terdengar sangat serius.Sekian detik Dion terdiam sambil sesekali ia menundukkan kepalanya."Memangnya siapa Tuan Jayakatwang itu?""Oke! Aku akan ceritakan siapa Tuan Jayakatwang.""Nah gitu dong dari tadi! Cepat ceritakan pada kita!" sahut Rasti."Tuan Jayakatwang itu yang kamu l
"Apa boleh sama Tante kamu, Nay?""Ya, boleh lah! Ayo!" Ajak Nayla bersemangat. Mereka berempat akhirnya meninggalkan cafe kopi tersebut setelah dua jam mengobrol. Setelah membayar, mereka keluar bersama-sama.Mereka menunggu angkutan umum sesuai arah tujuan mereka masing-masing.Tinggal Nayla dan Rasti yang masih belum mendapatkan angkot. "Oh ya, waktu yang tepat menghancurkan perjanjian itu saat bulan purnama, Nay," kata Rasti tiba-tiba."Kamu tahu itu dari mana?""Waktu aku dan Mbah Waci meraga sukma. Kami melihat waktu Kusumawardhani dan Kakek kamu membuat perjanjian itu saat bulan purnama. Mbah Waci menyimpulkan, waktu yang tepat menghancurkan perjanjian itu juga saat bulan purnama juga."Di saat mereka sedang berbicara serius dan celingukkan menunggu angkot, tiba-tiba sebuah mobil mewah keluaran Jepang berhenti tepat di depan Nayla dan Rasti.Sesaat Nayla dan Rasti saling berpandangan. Sampai seorang laki-laki muda berparas tampan keluar dari dalam mobil."Siapa ini, Nay?" bis
Rok bahan selutut yang ia pakai membuat langkah larinya menjadi tak leluasa. Ditambah sepatu pantofel dengan heels 5cm sangat membuat larinya menjadi lambat. "Ayo, Ras! Aku khawatir sama Tante dan Rahma di rumah.""Siapa Rahma?""Anak Tante aku."Setelah tiga menit berlari, sampailah Nayla dan Rasti di depan rumah Tante Dewi. Namun mereka tak melihat sosok perempuan memakai kebaya seperti yang diceritakan satpam tadi.Sejenak Nayla dan dan Rasti berdiri di depan pagar. Mata mereka menyapu sekitar rumah berwarna cream itu. Nayla membuka pagar dan berjalan masuk ke halaman rumah. Terlihat Rasti mengikutinya dari belakang. Terdapat mobil Tante Dewi yang terparkir di halaman. Saat Nayla dan Rasti berdiri di teras rumah. Hidung mereka berdua mengendus aroma wangi bercampur anyir. Aroma itu langsung membuat kepala Rasti pusing. Hingga gadis itu hampir saja terjatuh. Beruntung Nayla sigap menangkapnya agar tidak terjatuh dan menyuruhnya duduk."Kenapa, Ras?" Wajah Nayla terlihat cemas.
Melihat gelagat Dion yang aneh, Mas Agung kembali bertanya. Hingga membuat Mama Dion juga ikut penasaran."Kenapa? Ada apa di depan?""Enggak, Mas.""Tapi wajah kamu kok kayak habis lihat setan?" Dion terhenyak dengan kalimat kakaknya itu. 'Iya, dia sinden tusuk konde itu. Sinden yang mengikuti Nayla. Tapi kenapa dia sekarang juga mengikuti aku? Padahal aku belum berbuat apa-apa,' batin Dion sendiri. "Dion!" panggil sang Mama yang sedang berjalan mendekati putra bungsunya. Wanita itu sedikit melongok keluar. Pintu yang mau ditutup Dion dibuka oleh Mamanya. "Enggak ada orang Dion. Siapa yang kamu lihat?""Memang gak ada, Ma. Ya sudah ayo masuk, Ma, udah malem." Dion langsung memeluk Mamanya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.Setelah mengantar sang Mama ke dalam kamar. Dion berniat untuk ke kamarnya yang berada di lantai dua.Baru menaiki beberapa anak tangga, Dion melihat sekelebat bayangan dari arah dapur yang lampunya sudah dimatikan. Sejenak Dion menghentikan langkahnya. Di