Share

BAB 6

Agung terus melihat kearah menghilangnya sang mahluk. Seketika ia tersadar dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya.

Dengan perasaan berkecamuk dan campur aduk pistol yang masih dia pegang kini kembali di masukkan kedalam sarungnya. Sengaja tidak langsung dikuncikan begitu pun dengan bagian kemeja yang di biarkan setengah terbuka. Siapa tahu sewaktu-waktu senjata itu di pergunakan kembali. Tujuan perjalanan Agung memang tidak seberapa jauh lagi, tapi mungkin saja bahaya masih tetap mengintai.

Tas yang tadinya berpindah ketangan kiri kini dipindah kembali ke tangan kanan.

Setelah melewati tanjakan, Agung pun tiba di tempat tujuan yakni kampung Rancabiuk yang rumah-rumah penduduknya tampak berdampingan di kiri dan kanan jalan. Tampak lampu-lampu menyala lebih terang di bandingkan dengan sebelumnya yang terlihat di bawah sana. Namun suasana yang di temui masih tetap sama yakni sunyi senyap mencekam. Tidak tampak adanya manusia di jalan atau hanya sekedar duduk di teras rumah, tidak seperti suasana kehidupan kampung pada umumnya. Kalau pun tanda-tanda kehidupan itu memang ada pastilah terdengar suara samar-samar yang tertangkap di telinga Agung dari dalam sebuah rumah yang ia lewati dan mendorong nya untuk menguping diam-diam.

"... Jangan berlaku ceroboh pak!" terdengar suara wanita yang tertahan.

"Sepertinya mahluk itu sudah pergi, Bu ..." sahut laki-laki dengan suara bimbang.

"Sebentar aku akan mengintip dari jendela." sambungnya sambil melangkah ke arah jendela depan rumahnya.

Sepasang suami istri itu melangkah dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan bunyi dari lantai kayu rumah mereka.

Setelah mengintip ke arah jalan, tampaklah seorang laki-laki, yang masih tampak rapih walaupun baju kemeja yang laki-laki itu kenakan tampak sedikit terbuka di bagian dada.

"Sepertinya ada seseorang di luar buk!" ucap laki-laki yang saat ini melihat ke arah jalanan.

"Hus!! bapak ini, mana ada orang waras di jalanan. Mana sudah malam gini, apa dia mau mengorbankan nyawanya" ucap sang istri yang saat ini tidak melihat apa yang suaminya lihat.

"Coba kamu lihat, itu orang bukan?"

Dengan sedikit ketakutan sang istri mencoba ikut melihat apa yang suaminya lihat.

"Lah iya ya pak, itu orang! tapi bagaimana ada orang di tengah jalan apalagi sudah malam begini!"

"Kelihatannya dia bukan orang sini, apa kita tanyakan saja ya buk, mau kemana orang ini?" ucap laki-laki itu.

"Tapi pak! bagaimana kalau nanti mahluk itu belum pergi, dan laki-laki itu hanyalah umpan untuk kita membuka pintu, lantas kitalah yang akan menjadi korban selanjutnya!"

"Hus! jangan seperti itu buk, mungkin saja dia memang manusia yang butuh bantuan kita, sebaiknya kita bawa masuk saja ke dalam rumah kita!" ucap suami yang meyakinkan istri nya.

"Ah terserah kamu saja lah pak! nanti kalau terjadi sesuatu aku gak mau ikut campur." ucapnya dengan nada sedikit kesal.

Dengan wajah kesal sang istri melengos ke arah kamar, sedangkan suaminya melangkah menuju pintu rumah dengan rasa takut.

"Apa mungkin yang di katakan istri ku itu benar ya! ah tapi memang sepertinya mahluk itu sudah pergi, dan orang yang ada di luar saat ini memang mungkin dia adalah orang sungguhan yang perlu bantuan. Sebaiknya aku pastikan saja lah!"

Dengan mengumpulkan keberanian pak Samin, membuka pintu rumahnya.

Kreeettt .... derit pintu rumah terdengar di telinga Agung yang saat ini memang masih awas dengan keadaan sebelumnya.

Agung melihat ke arah rumah yang saat ini pintunya masih terbuka sedikit. Tak lama muncul lah seorang laki-laki dari dalam rumah dengan wajah ketakutan dan melihat ke penjuru arah untuk memastikan tidak adanya bahaya yang akan menghampiri nya.

Agung menghentikan langkahnya saat melihat ada warga desa yang keluar rumah. Karena sudah terlalu lama tidak mengunjungi sang adik di kampung Rancabiuk itu, agung juga lupa jalan menuju rumah sang adik yang dipersunting juragan ikan di kampung itu.

Saat agung melihat salah satu warga yang keluar dari rumah, Agung berniat untuk sekedar menanyakan alamat pada salah satu warga tersebut.

Agung berjalan menghampiri warga yang saat ini sedang berdiri di depan pintu rumahnya. "Maaf pak! apa boleh saya bertanya alamat?" ucap Agung sopan.

"Eh ... boleh-boleh! tapi sebaiknya kita mengobrol di dalam rumah saja!" ucap laki-laki itu, dengan nada was-was

"Oh baik pak." agung sedikit menunduk ramah dan segera ia menaikan anak tangga rumah tersebut.

Singkat cerita saat ini di ruang tamu di rumah warga sudah terdapat 3 orang dewasa yang sedang duduk dengan wajah yang masih was-was.

"Maaf sebelumnya, nama saya Agung, pak!" ucap Agung memecah kesunyian.

"Ah iya, iya. Sepertinya kamu seorang polisi ya?" ucap wanita pemilik rumah, saat melihat sarung senjata yang berbeda di pinggang agung terbuka.

"Ah iya buk! saya seorang kapten, saya bertugas di lahat buk, tepatnya di Sumatra!" ucap Agung dengan ramah, dan segera mengancing sarung senjata apinya.

"Lantas, kamu datang jauh-jauh kemari, kamu mau kemana?" kini giliran sang suami yang bertanya.

"Saya datang, dengan maksud untuk berziarah pak! saya tidak sempat datang sewaktu adik saya Rina meningal." ucap Agung dengan raut wajah sedikit sedih.

"Rina!!!" ucap suami istri itu serempak, dan mereka saling memandang satu sama lain.

"Rina, istri juragan ikan Ariadi ya?" sang istri meyakinkan.

"Iya buk, dan saat ini saya ingin menuju rumahnya!" ucap Agung dengan sopan.

"Oh seperti itu, tapi ... bukankah lebih baik di lanjutkan esok pagi saja?"

"Ah tidak usah pak nanggung, lagi pula seingat saya rumahnya ada di ujung kampung ini kan?" ucap Agung meyakinkan.

"Iya, benar rumahnya memang tidak jauh lagi dari sini, paling hanya tinggal melewati 5 rumah saja dari sini."

"Apakah bapak bisa hantarkan saya kesana?" Deng tidak langsung agung meminta bantuan agar iya diantarkan ke rumah mendiang adiknya itu.

"Aduh ... bagaimana ya?" ucap sang istri pemilik rumah.

"Memangnya kenpa buk? adakah hal yang aneh di kampung ini?" tanya Agung dengan penasaran.

"Di kampung ini, para warga tidak berani untuk berjalan jauh, apalagi hanya sekedar duduk di teras rumah, ada mahluk yang haus darah!" ucap sang suami.

"Mahluk?" Agung mengangguk-anggukkan kepalanya pelan sambil mengingat kejadian yang mengerikan yang baru saja ia alami.

"Apakah mahluk itu sejenis kera besar?" ucapnya meyakinkan.

"Iya, sepertinya iya, mahluk itu sangat ganas dan haus akan darah , itu sebabnya warga kampung ini tidak berani keluar malam, jangan kan untuk bermain ke rumah teman, bahkan untuk baung air kecil saja kami menyediakan tempat khusus di dapur." ucap istri pemilik rumah tersebut.

Agung membuang nafas kasarnya dan Dengan maksud untuk segera pergi menuju tempat tujuannya.

"Baiklah pak, buk. terimakasih sudah menyambut saya, tapi saya akan tetap melanjutkan perjalanan saya, karena sudah dekat. Kalau begitu saya permisi."

Agung tiba di persimpangan jalan dan di sebelah kiri nya terdapat rumah yang cukup di bilang mewah, rumah panggung yang tampak sangat kokoh, indah dan tampak sangat tradisional namun elegan.

"Ah mungkin ini dia rumahnya ....

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jingga Violletha
semakin kesini semakin menegangkan 🥲
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status