Share

Raja dan Arum

“Kita harus cepat Dek terus berlari, aku mendengar kabar bahwa desa-desa di sekitar gunung Anjasmara mulai dihancurkan,” teriak Raja pada Arum yang terus berlari di depan Raja sambil terus melontarkan panah api dari busur api yang Arum pegang ke arah puluhan anjing setan yang terus mengejar dan menyerang mereka.

Sedangkan Raja terus menghantam dan memukul serta menendang para anjing setan yang melompat hendak menerkam ke arahnya. 

Mereka berdua menghindar jauh dan mundur terlalu jauh dari medan peperangan kota Jombang. Sebab kota itu sudah dikuasai oleh para manusia pembawa setan dengan makhluk-makhluk ganas yang disebut kodam dari jenis setan berbagai macam bentuk dan rupa. 

Raja dan Arum bukan satu-satunya pasangan pejuang yang terus melawan demi merebut kembali kota mereka Jombang tercinta. Ada beberapa lagi seperti mereka yang tersebar di seluruh kota yang terus berjuang. Namun kali ini mereka harus mundur dan mau tak mau mereka melepaskan kota ke tangan para cenawan. Bukan mengaku kalah dan bukan menyerah tapi demi mengatur ulang strategi untuk kembali menyerang.

“Awas Mas belakang mu,” teriak Arum mengingatkan Raja akan serangan yang mengarah di belakangnya. 

Sebuah lontaran bola api besar meluncur deras dari arah samping kanan. Melesat dari sela-sela pepohonan hutan Wonosalam daerah pegunungan Anjasmara. 

Slap, duar, 

Raja dengan cepat menghindar dan berpindah tempat. Sebuah lontaran bola api yang berasal dari mulut panglima setan yakni banas pati ternyata jua ikut mengejar mereka. Setan jenis ini adalah setan kodam panglima yang telah menelan banyak korban dari para pejuang teman-teman Raja. 

“Allahuakbar kenapa banas pati jua mengejar kita Dek. Ayo lekas kita pergi ke desa-desa terdekat dari sini untuk berlindung sementara dari serangan para setan. Setidaknya kita bersembunyi disalah satu rumah warga,” ucap Jaka terus berlari diikuti Arum yang kini berada di belakang Raja.

Raja dan Arum adalah sepasang pendekar berstatus suami istri yang terus berjuang melawan huru-hara atau goro-goro yang diciptakan oleh para cenawan atau dukun ilmu hitam. Kala masa sudah teramat sulit jangankan untuk hidup untuk senyum saja teramat sulit.

Kota Jombang telah hancur dan hanya tersisa reruntuhan dari gedung-gedung pencakar langitnya yang sudah rata dengan tanah. Kota Jombang seakan menjadi sebuah kota mati sebab telah terbantainya seluruh penduduk yang menghuni kota. Adapun yang tersisa mereka menjadi tawanan-tawanan para dukun. Untuk menjadi santapan para setan dan budak nafsu para dukun muda bagi para kaum wanita. 

Dalam keadaan yang sangat tidak mungkin untuk bertahan hidup dan berjuang untuk tetap hidup. Ada secercah harapan dari pemuda-pemudi keturunan para Kiai yang memiliki kekuatan-kekuatan gaib yang diturunkan oleh para leluhur. 

Seperti pasangan pendekar Raja dan Arum yang terus melawan hingga titik darah penghabisan. Namun kali ini iya terpaksa harus mundur jauh ke dalam hutan hingga jauh ke tengah gunung demi untuk mengatur ulang siasat untuk kembali merebut kota perjuangan Jombang tercinta.

Akhirnya Raja dan Arum menginjakkan kaki di sebuah desa yang sudah luluh lantak akibat seluruh rumah terbakar habis dilalap si jago api.

“Astagfirullah Hal Adzim, Ya Allah, Ya Rahman, desa ini sungguh mengenaskan Dek. Bau busuk dan anyir darah ada dimana-mana dan mayat-mayat bergelimpangan bahkan banyak dari mereka yang sudah tak utuh lagi,” ucap Raja memandang sekitarnya.

“Bukankah ini desa Kembang Sri Mas. Desa awal masuk dari rentetan desa hingga desa paling atas yakni desa Ujung Batu yang berada di gunung Anjasmara ini. Kenapa jadi begini keadaannya sungguh kejam para cenawan itu,” ucap Arum terduduk sedih di samping Raja.

“Kita harus terus bergerak Dek ke atas gunung. Semoga masih ada desa yang belum terjamah dari acara masa goro-goro yang diciptakan para dukun keparat itu,” kata Raja meraih tangan Arum untuk segera berdiri dan kembali berlari.

Titit, titit, 

Sebuah pesan singkat telah masuk di ponsel Raja yang iya taruh disaku celana bagian samping. Satu cat wa dari salah satu pejuang kelompok mereka terlihat di dalam notifikasi layar ponsel milik Jaka yang telah ia ambil dari saku celananya. 

“Siapa Mas?” tanya Arum dengan mimik muka penasaran sembari ikut melihat saat Jaka membuka pesan. 

“Posisi,” sebuah kata singkat dari pesan singkat cat wa dari Suhendra kawan seperjuangan dari mempertahankan kota Jombang.

Raja segera mengetik untuk membalas pesan dari Suhendra. Untuk memberitahukan posisi dimana mereka berada sekarang. Namun belum sempat Raja mengirim pesan kepada Suhendra sebuah serangan dari anjing setan kembali menyerang mereka dari belakang.

“Aduh Mas tolong!” kaki Arum tergigit oleh gigi-gigi tajam nan beracun milik salah satu anjing setan dari tanah kegelapan. Sehingga tubuh Arum terseret-seret jauh dari posisi semula di samping Raja.

Dengan cepat anjing setan lain berjumlah puluhan ekor mengejar Arum yang tengah diseret oleh salah satu anjing setan.

“Dek Arum tidak!,” teriakan Raja terdengar pilu akan rasa takut kehilangan sang istri tercinta. Sebab beberapa saat yang lalu iya telah melihat dengan mata kepalanya sendiri. Saat anggota keluarganya terbantai di depan mata. Iya tak mau kali ini kehilangan istrinya dengan membabi-buta Raja terus menghantam, memukul serta menendang para anjing siluman.

Tetapi Arum terlanjur jauh di bawa ke dalam hutan kembali. Saat Jaka telah berhasil menyusul Arum yang diseret anjing setan. Raja harus menelan pil pahit bahwa sang istri telah dipegang oleh panglima setan bernama banas pati. 

Arum masih sadarkan diri iya tersenyum kepada Raja seraya berkata, “Mas pergilah Mas, lari menjauhlah. Kau harus tetap hidup dan binalah anak-anak yang lahir dimasa sulit ini, agar menjadi penerus untuk merebut kembali kota kita Jombang tercinta. Lari Mas, pergi, tetaplah hidup,” ucap Arum yang sudah muntah darah dari mulutnya mengalir darah segar akibat tak kuat menahan panasnya bara api dari tubuh setan api si banas pati.

“Tidak! Tidak Dek, jangan berkata demikian. Aku akan menyelamatkanmu tenanglah, jangan takut aku ada disini kau pasti selamat sayang,” ucap Raja terus menghantam para anjing setan yang terus berdatangan seakan tiada habisnya.

Terlihat wajah seram banas pati dengan lidah yang begitu panjang menjulur ke tanah sambil memegang rambut Arum dengan cara menjambaknya ke atas. Raja melihat sang istri sudah tak sadarkan diri di tangan banas pati. Lalu tangan banas pati dengan kukuh-kukuh yang tajam mengarah pas ke punggung Arum hendak menusuknya tapi tiba-tiba nyala api dari tubuh banas pati seketika padam. 

Tubuh Arum terlempar jauh menyusur tanah. Anjing setan yang semula terus berdatangan menyerang Raja sudah tak terlihat lagi. Tahu bahwa ada kesempatan menolong sang istri Raja berlari menghampiri Arum yang tak berdaya tergolek di tanah.

“Dek, Dek Arum sadar Dek, bangun Dek,” ucap Raja meneteskan air mata melihat kondisi Arum yang sangat memprihatinkan. 

Duar, 

Terdengar suara ledakan yang membuat mata Raja tercengang. Ketika setan panglima banas pati hancur lebur menjadi abu. Dalam hati Raja bertanya, siapa yang melakukan hal ini?. 

“Mendung belum tentu selamanya pasti ada pelangi di akhir hujan. Hujan tak selamanya lebat pasti ada rintik lalu terang dan panas kembali datang,” sebuah kata-kata dari seorang tua bertopi caping mirip topi pak tani datang dan langsung menghancurkan banas pati disaat yang tepat. Tersenyum pada Raja dan kembali menghilang membentuk cahaya terang lalu seketika redup kembali dan hilang. Seakan cahaya tersebut menelan pak tua bertopi caping dan cahaya inilah yang rupanya membuat sekumpulan anjing setan pergi ketakutan saat pak tua baru muncul beberapa saat lalu.

“Siapa pun kau Pak Tua bertopi caping. Aku Raja berterima kasih atas pertolonganmu. Seandainya kau tidak datang tentu istriku sudah tak selamat lagi,” teriak Raja sambil mengucap syukur dalam hati. 

“Raja akhirnya kau kami temukan. Ya Allah kenapa dengan Arum Raja?” ucap Suhendra dan beberapa pejuang lain yang sampai setelah melakukan perjalanan panjang atas pertempuran hidup dan mati mempertahankan kota Jombang. 

“Raja kami datang,” ucap seluruh pejuang yang telah hadir berjumlah puluhan orang dari para pemuda-dan pemudi keturunan Kiai. 

“Ono cerito akhire tanah Jawa. Kuto-kuto podo musnah tanpo nomo,” sebuah dendangan kembali terdengar nyaring dari sela-sela hutan belantara Wonosalam namun tiada tahu siapa yang mendendangkan dan dari arah mana jelasnya arah syair di lagukan. Sebuah syair berbahasa Jawa yang berarti, ada cerita di akhir jaman kota-kota di tanah Jawa hancur hilang namanya.  

  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status