Aku masih disini, di bawah pohon di seberang cafe tempat ku mengintai. Ya, mengintai buruan ku. Hihihi..
Terkadang, aku selalu insecure, aku sadar bahwa tak mungkin bisa mendapatkan nya tanpa ada usaha. Sikap cuek yang selalu terpasang di wajah nya membuat ku paham,tipe lelaki macam apa dia. Sesering apapun aku muncul di sekitar nya, dia tak akan memperhatikan aku walau sekilas.Bahkan mustahil bagi nya untuk melirik ku, gadis biasa yang berpakaian biasa dengan potongan rambut yang super biasa juga.Di samping itu, aku juga mengkhawatirkan sesuatu yang selalu ada dalam pikiran ku. Apa yang akan terjadi dua detik setelah aku menegur nya nanti? Apa kira-kira yang akan terlintas di pikiran nya tentang aku?Bagaimana nilaiku di matanya nanti? Apakah dia akan tetap cuek, sinis, galak atau malah senang?
Ahhh aku bisa gila memikirkannya. Perasaan ini benar-benar nyata, rasa suka yang menggebu. Eh bukan, ini tak bisa di katakan rasa suka lagi. Fix, ini cinta. Ya aku yakin rasa ini bukan hanya sekedar rasa suka tapi sudah berubah menjadi cinta. Rasa cinta yang setiap hari semakin tumbuh, hingga tak kusadari bisa sebesar ini.
Ya, aku yakin !! aku telah jatuh sejatuh jatuh nya pada pesona yang ia miliki. Hingga aku bertekad, suatu hari nanti aku harus mengalami dua detik menegangkan itu dan merasakan tarikan nafas lega merasuki paru-paru ku.Aku mengambil lollipop rasa vanila dari saku seragam ku. Ku buka plastik yang menutupi lollipop bulat itu, segera ku masukkan kedalam mulut ku. Aku memejamkan mata menikmati rasa manis yang kuat. Menyapu lidahku dengan manja, ahh entah kenapa aku sangat menyukai rasa manis. Menurutku, rasa manis bisa memperbaiki mood ku. Coba saja jika kalian sedang badmood, nikmati lollipop ini dengan sepenuh hati. Pasti mood kalian akan baik lagi. Percaya deh. Hehe..Aku menikmati lollipop itu dengan suka cita,ya lumayan lah untuk mengganti kan Arum manis kesukaan ku. Entah kemana penjual Arum manis yang selalu nongkrong di depan gerbang sekolah ku. Biasanya ia tak pernah absen berjualan disana. Harusnya aku tanyakan nomor telepon nya biar aku bisa menanyakan keberadaan nya. Apa bapak itu sedang Sakit kah? cuti kah? Atau lelah ? Ah mana ku tempe. Sudah, lupakan penjual Arum manis itu.
Sekarang kembali fokus pada lelaki incaran ku. Dia masih duduk disana, dengan berjuta pesona yang menyihir mata ku.
Yang selalu saja bisa membuat jiwa ku meronta-ronta karena pesonanya.Aku masih fokus pada satu titik di seberang sana, pada Mr. Ice.Hingga kurasakan ada sebuah tangan menarik telinga ku, hingga ku rasakan perih dan panas menjalar.
"Oh, pinter ya. Dicariin di sekolah nggak ada. Tau nya disini lagi." Suara kak Leo menggelegar bak petir di siang bolong.Aku meringis, menahan tangan nya yang masih setia bertengger di telinga ku. Diam-diam otak ku bekerja. Mencari seribu alasan yang akan aku lontarkan nanti nya. Kulihat wajahnya yang tak ramah sama sekali, membuat ku berpikir pasti kita berdua akan baju hantam karena masalah ini. Tapi, bukan Alexa namanya jika tidak bisa mengatasi hal kecil begini."Ampun kak, lepasin dong. Sakit nih." Rengek ku. Jiaah, jurus pertama !! Meminta belas kasihan.Dan yeah, jurus ku berhasil. Kak Leo melepaskan tangan nya dari telinga ku, segera aku mengusap telinga ku yang ku pastikan sudah memerah. Lumayan panas rasanya, karena kak Leo cukup keras menarik telinga ku yang imut."Kamu ngapain sih suka kesini? Mau jadi penunggu pohon ini?" Kak Leo berkacak pinggang memulai interogasi."Anu kak, itu.. anu." Aku kelabakan, bingung mencari alasan yang belum aku siapkan. Tiba-tiba otak ku lemot, mungkin karena otak ku sudah di penuhi oleh Mr. Ice.
"Apa?! Anu anu." Kak Leo mendelik. Seram juga kalau melihat kak Leo begini. Aku menggaruk kepala ku yang tidak gatal. Siapa tau dengan menggaruk kepala, ide cemerlang akan muncul. Hihihi..."Kamu pengen masuk cafe itu? Tapi nggak punya duit? Iya?" Tebak kak Leo asal.
"Nggak kok, nggak gitu." Aku tergagap, bingung harus menjawab apa.
"Terus apa? Naksir sama pelayan cafe itu?"
"Astaga kakak, kalau ngomong itu disaring dulu kenapa?"
"Ya abisnya, kamu setiap hari selalu kesini. Berdiri dibawah pohon besar ini. Nanti kesambet kan kakak juga yang repot."
"Nggak akan kak, pohon ini udah jadi sahabat terbaik aku. Dia nggak mungkin jahat sama aku."
"Dih, aneh! Pohon diajak sahabatan. Kayak nggak ada stok manusia aja di muka bumi ini."
"Aku kan emang aneh, rada sedikit gesrek plus sengklek. Tapi aku cantik dan sangat manis." Ujarku seraya tersenyum semanis mungkin seraya mengedipkan sebelah mataku. Membuat kak Leo berlagak ingin muntah.
"Hoeekk.. emang gula manis?" Cibirnya.
"Eh kakak tau nggak? Gula aja kalah manis dari aku."
"Ya Allah dek, beneran pengen muntah kakak dengernya. Punya adik kok gini amat ya." Kak Leo menepuk jidatnya pelan.
"Bersyukur aja kak, ikhlas menerima takdir. Ikhlas punya adik yang cantik dan manis nya nggak ketulungan."
"Nih anak bener-bener ya."
"Bener-bener apa? Bener-bener cantik ya?"
"Bener-bener gila!" Ketus kak Leo yang semakin membuat ku geli. Aku pun terkikik mengenang ucapan ku barusan.
"Kakak nungguin udah lama di gerbang sekolah, tau nya kamu keluyuran sampe kesini. Ngapain sih? suka banget disini? di culik penunggu pohon ini baru tau rasa kamu ! " Cerocos Kak Leo yang membuat kepala ku mendadak pusing."Kakak kayak emak emak deh. Ngoceh nya panjang banget, dah kayak rel kereta. Udah dibilang kan, kalo pohon ini sahabat aku." Aku bersungut-sungut. Tak terima di marahi meski sebenarnya aku memang salah. Yah, begitulah diriku. Hehe"Dih, nih anak di bilangin malah ngeyel.""Dih kakak, makin kayak Mak- Mak kompleks deh." Ujar ku tak mau kalah.Pletak..!!!Satu jitakan mendarat sempurna di kepala ku. Dengan refleks, tangan ku mengusap kepala yang lumayan sakit."Aduh, sakit tau." Protes ku tak terima."Makanya, kalo di bilangin itu jangan bandel." Kak Leo masih memasang wajah garang nya."Tadi di jewer, sekarang di jitak. Ini namanya kekerasan!! Mau kalo di laporin ke KOMNASHAM PERLINDUNGAN ANAK?" Teriakku kesal."Hilihh.. anak kecil sok-sok an. Ayo balik !!Dah sore nih. Nanti mommy khawatir." Ujar kak Leo dengan berjalan begitu saja meninggalkan ku yang masih merajuk."Nggak mau !!" Teriak ku dengan jengkel."Ya udah, kalo gitu selamat jalan kaki." Ucapnya tanpa menoleh dan terus berjalan menjauh meninggalkan ku."Kakak jahat !!" Teriak ku dengan kencang. Aku pun terpaksa mengikuti nya dengan kaki yang sengaja ku hentak kan ke aspal. Menyalurkan rasa kesal dan dongkol yang menyelimuti hatiku saat ini.Belum puas rasa nya aku menikmati wajah tampan sang Mr. ice pujaan ku. Dan kakak, selalu saja mengganggu kegiatan rahasia ku. "Tunggu aku Mr.ice" Seru ku dalam hati dengan senyum penuh damba. Aku berhenti sejenak untuk menoleh ke cafe dimana Mr. ice berada.Aku melambaikan tangan seolah say good bye padanya. Aku seperti orang yang tidak waras saja, hingga aku segera berlari ketika kudengar suara mesin motor kak Leo yang telah menyala.Dengan cepat aku berlari, takut jika kak Leo benar-benar akan meninggalkan ku."Kakak tunggu..!!" Teriak ku dengan sekuat tenaga, berlari dengan kecepatan penuh.Aku dan Jin pergi lagi, kali ini pergi ke Taman ria. Aku ingin menepati janji yang ku ingkari tempo hari.Kami pergi ke taman Ria yang paling terkenal di kota ini. Taman yang di minati banyak orang, bahkan ada juga yang datang dari luar kota. Mulai dari taman, kolam renang arus, sampai berbagai wahana segala rupa memiliki daya tarik masing-masing bagi setiap pengunjung. Tempat ini menarik bayaran yang cukup mahal, namun tak sedikit orang yang datang.Kami bermain dan berenang bersama, tertawa dan menaiki wahana sampai rasanya ingin muntah. Yang paling seru adalah rollercoaster, permainan itu membuat jantungku terasa ingin lompat dari tempatnya. Hampir semua orang berteriak dan menjerit. Bahkan ada juga yang sampai menangis dan memohon untuk di turunkan.Aku dan Andy duduk bersebelahan, saling memejamkan mata karena takut. Kami sama-sama menjerit ketika rollercoaster itu bergerak dengan cepat, aku berdo’a dalam hati. Jika terjadi kecelakaan, pasti aku sangat menyesal. Dan yang paling a
Aku dan Jin menghabiskan waktu bersama hingga malam. Hanya sekedar bercerita di bawah pohon sebuah taman kota. Duduk berdua di bangku panjang dengan di temani beberapa camilan serta soda. Aku tidak terlalu suka dengan tempat yang ramai, karena menurutku di tempat seperti ini kita bisa bebas bercerita dan mendengarkan tanpa terganggu suara bising yang hanya akan mengganggu pembicaraan. Kami berbincang ringan di bawah pohon yang tidak terlalu besar, lampu taman yang berkerlipan membuat suasana menjadi lebih romantis menurutku. Tapi tetap saja, semua ini tidak bisa di bandingkan dengan lukisan maha karya Tuhan sewaktu bersama My mr. Ice waktu itu. Astaga, bayangan itu kembali berkelebat di benakku. Aku tersenyum pahit, dan mengusir jauh bayangan yang terasa menyakitkan itu. Jin paling pintar membuat lelucon yang super lucu. Sehingga wajahku terasa keram karena terlalu banyak tertawa. Inilah salah satu kelebihan yang membuatku tertarik padanya, dan harus aku akui bahwa aku nyaman berada
"Alexa, hey!!" "Alexa.. bangun!" Kurasakan tubuhku bergoyang. Aku membuka mataku, sinar keemasan menyilaukan mata. Hari apa ini? Ohya, kemarin hari Sabtu. Berarti sekarang aku bisa bermalas-malasan seharian. Ku lirik mom yang berdiri di samping ranjangku, terlihat gusar. Wajahnya terlihat tidak sabar. "Pagi,mom." Sapaku, kuberikan senyum imut dan senyum terbaik di pagi hari seraya duduk. "Akhirnya kamu bangun juga pemalas. Ini, ada telepon untukmu." Mom memberikan telepon padaku. Lalu keluar kamar setelah memberikanku tatapan peringatan terlebih dulu. "Halo?" Terdengar suara seorang pria di seberang telepon. "Eh, halo? Siapa ini?" aku bicara malas sambil menguap. "Alexa... Ini aku, Jin. Ada apa dengan ponselmu?" Aku mengerjapkan mata berulang kali supaya hilang rasa kantukku. "Umm.. ku rasa baterainya habis. Entahlah..." "Hari ini bisakah kita pergi
Bab 41"Aku harus ke toilet!" Aku segera meninggalkan meja kami dengan cepat. Bukannya ke toilet, tapi aku berbelok mengejar Dokter Beni. Di depan sana, aku melihat Dokter Beni sedang berjalan bersama seorang wanita."Dokter! Tunggu!"Dokter Beni dan wanita itu segera menoleh, menatapku dengan heran.Wajah wanita itu terlihat bingung, tapi tidak dengan Dokter Beni. Ia terlihat tenang dan hanya memandangku dengan datar."Ada apa?" tanya Dokter Beni dingin. Tidak ada basa basi dan langsung ke inti."Bisakah kita berbicara empat mata?" Aku memohon.Dokter Beni memandangku sejenak, lalu berpindah pada wanita yang ada di sebelahnya."Tunggu di mobil sebentar! Aku tidak akan lama." ucapnya pada wanita itu dan langsung di balas anggukan. Wanita itu segera berlalu keluar cafe melalui pintu samping. Apakah mereka bekerja disini? Mengapa mereka tidak lewat depan? Ah itu tidak penting. Aku harus berta
Beberapa hari kemudian aku pulang diantar Jin dengan mobilnya. Kami lewat cafe yang dulu seringkali Bintang kunjungi. Ingatan beberapa tahun lalu melintas di pikiranku, di balik pohon besar itu aku seringkali mengintai si Mr. Ice sampai berjam-jam. Aktivitas yang tak sebentar ku lakukan demi melihat pria dingin yang menyebalkan itu. Kini aku menyadari betapa bodohnya aku dulu. Aku terlalu bucin hingga menghabiskan waktu hanya untuk mengintai Mr. Ice dan mengaguminya dalam diam. Setelah cintanya ku dapatkan, semua berakhir begitu saja dan tak hubungan kami tak berlangsung lama. Tampaknya takdir sebercanda itu padaku.Jin menghentikan mobilnya tepat di depan cafe. Membuatku terkejut dan langsung menoleh padanya."Mengapa berhenti disini? Aku ingin pulang aja.""Aku ingin mencoba kopi yang terkenal itu. Katanya kopi disini sangat enak, dan aku ingin sekali mencobanya." ujar Jin."Baiklah, kita pesan kopi saja d
Semakin hari, aku semakin dekat dengan Jin. Kami sering menghabiskan waktu bersama, ia selalu menjemput dan mengantarkanku pulang. Sedikit demi sedikit, hatiku mulai pulih. Tak lagi meratapi kepergian Bintang .Hingga suatu hari saat itu datang juga. Saat Jin menyatakan cintanya kepadaku.Malam itu, di mobilnya. Jin memutar sebuah lagu instrumental yang aku tak tahu milik siapa di CD player mobil. Jin tak sekalipun membuang senyumannya sampai dia meraih sebuah tas kecil berwarna merah muda. Dari dalamnya, Jin mengeluarkan sesuatu. Ia membawakan aku sebuah apel merah yang mengkilap, di hiasi pita merah muda yang super cantik. Munculnya apel itu juga di iringi sebuah pisau yang tampak begitu tajam."Terima dan makanlah apel ini, jika aku layak berada di dekatmu. Tapi belah saja apelnya jika aku ini tak pantas untukmu."katanya seraya menatapku.Jujur, sebenarnya aku mulai menyukai Jin. Jadi ku pik