Share

Hujan

Siang ini langit terlihat gelap, di hiasi awan hitam yang bergelayut tak mau pergi. Di iringi suara Guntur yang membuat ku merinding. Seberkas cahaya berkilatan dilangit, menambah seramnya cuaca sore ini. Guntur saling bersahutan tak mau kalah, menggelegar memekakkan telinga. Sesekali aku menutup telinga ku karena kaget dan takut.

Aku duduk sendirian di salah satu bangku di dalam kelas, berada disudut dekat jendela. Netra ku melihat keluar jendela, memandangi setitik demi setitik air yang mulai turun membasahi bumi. Bukankah jatuh itu sakit? Tapi tidak dengan hujan. Ia berkali-kali jatuh, tapi tak pernah sedikitpun ia mengeluh dan tak berhenti memberikan ketentraman serta kesuburan pada bumi. Harusnya kita belajar pada hujan, meski ia jatuh berkali-kali tapi ia selalu berakhir baik untuk semua makhluk.

Ku bingkai senyum tipis dengan tulus, tak lupa mengucap syukur pada Tuhan. Aku tak begitu menyukai hujan, karena saat ini membuat ku tertahan di dalam kelas tanpa bisa melakukan kegiatan rahasia ku. Aku merindukan nya. Hujan, bisakah kau sampaikan rindu ku ini padanya? Rindu untuk seseorang yang tak ku tahu siapa namanya. Rindu pada seseorang yang masih asing bagiku, tapi tidak dengan hatiku. Rindu pada seseorang yang selalu ku sematkan dalam do'a, ku lambungkan namanya di langit.

Wajahnya terlanjur terpatri indah di dinding hatiku. Nama yang tak pernah hilang dari relung hati ku yang paling dalam. Terkadang aku berpikir, apa aku terlalu bodoh karena mencintai seseorang yang masih misterius, bahkan tak ku ketahui namanya.

Tidak tau dimana ia tinggal, tidak tau dia siapa. Gila, mungkin hanya kata itu yang cocok untuk ku. Tapi aku tak perduli, yang ku tau hanya mencintai nya dalam diam. Mengagumi nya tanpa bosan, melihat nya dari jauh saja sudah membuat ku bahagia. Kadang aku berpikir, apa mungkin kisah cinta ku nanti akan jadi nyata?

Akan terjadi dengan indah,sesuai harapan dan ekspektasi ku. Akankah kisahnya nanti seindah drama Korea yang sering ku tonton? Ah entahlah. Aku hanya bisa berharap dan berdo'a semoga suatu saat nanti semua nya akan indah. Semoga cinta ku akan terbalas dan cinta kami akan menjadi satu. Ya.. semoga saja.

Dan hari ini, aku tak bisa melihat wajah teduhnya. Tak bisa merasakan bagaimana tak karuan nya jantungku ketika berada disana. Aku yakin ini bukan sekedar cinta monyet. Aku hanya yakin aku mencintai nya. Itu saja.

Aku berdiri, lebih mendekat ke jendela untuk menikmati hujan. Semua nya basah, tak ada kupu-kupu yang biasa beterbangan di taman sekolah. Tak ada anak-anak yang bermain basket di lapangan. Tak ada apra siswi yang duduk bergosip bangku taman. Tak ada mereka pasangan bucin yang duduk bermesraan dibangku taman dibawah pohon. Yang terkadang kelakuan mereka sukses membuat jiwa jomblo ku meronta-ronta.  Semua nya menghindari hujan, tak ingin kebasahan oleh nya.

Aku memeluk lengan untuk menghalau dingin yang menyapu kulitku. Hujan diluar sana sangat deras, hingga terasa dingin menusuk kulit. Ku usap lengan ku agar terasa hangat, tak berniat beranjak untuk mengambil jaket di dalam tas. Mata ku menatap lurus ke depan tanpa menghiraukan teman lain yang saling bercanda.

Ada yang bermain gitar seraya bernyanyi, ada yang sibuk bermain ponsel, ada yang sibuk pacaran mengumbar kemesraan. Aku tak memperdulikan mereka semua. Aku hanya ingin sendiri, hanyut dalam pikiran dan perasaan ku. Menyelami dalam nya perasaan yang tak terbalas, bukan tidak. Mungkin hanya belum saja. Karena aku belum melakukan langkah apapun untuk semua ini. Ku yakin kan hati ku agar terus bertahan dalam cinta sendiri ini.

Aku memejamkan mata, menikmati bau tanah yang basah. Seberkas titik hujan seperti embun mengenai wajahku kala jendela kelas kubuka sedikit. Aku tak suka hujan, tapi aku mencoba menerimanya. Bukankah hujan merupakan anugerah dari Tuhan?

"Dingin ya?" Suara seorang pria hadir mengagetkan ku, ku buka mataku perlahan.  Sehelai jaket ia letakkan di bahu ku di iringi senyum manis yang tersemat di wajahnya.

"Deri? Umm.. terimakasih. Tapi aku tidak apa-apa." Ku kembalikan jaket nya. Tak ingin menerima kebaikan nya, karena ku tau ia hanya modus. Deri adalah Playboy terkenal di kelas ku. Aku tak ingin terjebak dalam perhatian semu yang ia berikan.

"Pakai saja, aku lihat kamu kedinginan." Ia memberikan kembali jaketnya padaku tapi dengan sigap segera ku tolak.

"Aku bawa jaket kok." Tolak ku dengan lembut.

"Kok nggak di pake? Kasian kan kamu kedinginan begitu."

"Lagi males aja. Ntar kalo udah nggak tahan baru aku ambil."

"Pakai ini aja, nanti kamu sakit. Aku nggak mau kamu sampai sakit."

Aku memutar bola mata ku dengan jengah, buaya seperti dia membuat ku mual. Ingin sekali aku muntah sekarang juga.

"Pakai ya." Deri kembali ingin memakai kan jaket itu, tapi dengan cepat aku menjauh dan menghindar.

"Maaf aku nggak mau. Jangan memaksa !! Aku.." Belum selesai aku berbicara, ponsel ku bergetar. Segera aku ambil dari saku seragam ku. Terlihat nama kak Leo tertera disana. Ku geser ikon berwarna hijau untuk mengangkat panggilan telepon. Aku mengambil jarak dari Deri, agak menjauh sedikit.

"Iya baiklah." Hanya itu yang ku ucapkan dan kak Leo segera memutuskan sambungan telepon nya.

"Siapa?" Tanya Deri ingin tahu.

"Kakak ku, maaf ya Deri aku duluan. Kak Leo sudah menunggu ku di depan." Ujar ku seraya meninggal kan nya, meraih tas kesayanganku dan segera berlari keluar kelas. Ku lihat wajah Deri yang kecewa, memaksakan senyum dan mengangguk.

Aku tak perduli pada pria seperti dia, yang dengan mudah mendekati semua gadis dan dengan mudah pula meninggalkan nya. Aku tak ingin memberikan kesempatan sekecil apapun padanya. Walau hanya sebutir pasir, karena bagiku memberikan nya kesempatan sekali saja akan membuka kesempatan lain baginya untuk selalu mengganggu ku.

Baru berada di dekatnya sebentar saja sudah membuat ku malas. Aku tak bisa membayangkan dia selalu bergentayangan di hidup ku. Ah, itu pasti sangat mengerikan. Dan aku tak mau bila itu terjadi. Jangan sampai!!

Aku berjalan dengan sedikit berlari kecil menyusuri koridor sekolah, terkadang berlari lebih kencang agar cepat sampai. Kak Leo yang melihatku sampai di depan sekolah, segera berlari kecil untuk menjemput ku dengan payung di tangan kanan nya, menerjang hujan yang tak mau berhenti sedari tadi.

Aku tersenyum, lihatlah betapa baik nya kakak ku itu. Walaupun terkadang ia sangat menyebalkan, tapi percayalah ia kakak yang paling baik di dunia ini. Itu versiku, bagaimana versi mu?

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Awan
Leo idaman bgt ya
goodnovel comment avatar
Pelangi
Mau dong punya kk seperti leo
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status