Sekian menit kemudian, helikopter Bell itu bergerak mendekati Teta Hospital.Pesan Radio dari dokter Ann disampaikan melalui radio yang berada di Teta Hospital. Pesan bahwa Zan harus mendarat di helipad Tower Teta Tech.Zan yang sudah hendak menuju ke helipad rumah sakit Teta mengurungkan niat. Ia mengarahkan helikopter itu seperti yang diperintahkan.Beberapa saat kemudian, helikopter mendarat di tempat tujuan dengan sukses. Kedatangannya disambut oleh dua orang laki-laki yang bertugas sebagai teknisi helikopter.Zan bergegas menuju lift yang karena kedatangannya sumber daya yang ada digunakan di sana.Lift itu membawa pemilik Teta Tech itu ke satu-satunya ruangan yang masih beroperasi di lantai dasar gedung itu, ruang IT.Zan berjalan di lorong-lorong yang hanya diterangi oleh lampu-lampu emergency. Gedung yang sebelumnya memperkerjakan ribuan orang itu kini bagaikan gedung terbengkalai tak perpenghuni.Lalu, ia tiba di ruangan yang dituju.“Selamat datang!” sambut Max dengan kesal.
Sementara itu, Neo yang baru saja keluar dari ruang pribadinya sedang dikejar oleh asisten pribadinya.“Bos, team ANFIS menemukan sesuatu,” bisik laki-laki muda yang mengenakan stelan jas lengkap itu.“ANFIS?” Dan kata itu membuat langkah Neo terburu. Ia memasang earpiece sambil berjalan dengan cepat menuju ruang yang dimaksud. “Sambungkan dengan Andro.”Dan ketika perintah itu dilaksanakan oleh orangnya, sambungan lain ikut bergabung.Neo masuk ke dalam ruangan dan melihat seorang laki-laki yang mengenakan jas putih duduk di depan layar-layar komputer. Laki-laki itu terlihat antusias melihat kedatangan bosnya.“Apa yang kalian temukan?” Neo mendekat dan duduk di dekat layar yang grafiknya menunjukan garis datar.“Layar yang memantau Hana memang tak bisa terbaca.” Laki-laki itu menunjuk layar komputer di dekat Neo.“Ya, jarak membuat kita kehilangan jejak chip di tubuh Hana,” balas Neo dengan cepat.“Tapi, layar yang memantau sinyal penerima di gedung Teta menunjukan aktivitas.” Laki-
“Wah! Kamu nggak tahu betapa bahagianya aku melihatmu bangun?” Zan mengabaikan kekagetan Hana. “Ka-” Keterkejutan Hana seolah tak berujung. Tapi, setelah keterkejutannya mereda gadis itu memukuli bahu Zan dan mendorong laki-laki itu dengan sisa-sisa tenaganya. “Pergi!” “Hana ....” Tapi, Zan terus berusaha memeluknya. Sampai akhirnya, gadis yang masih lemah itu kembali dalam pelukannya. Dan Hana kembali menangis. Ia terus berusaha mendorong bahu Zan menjauh, tapi makin ia lakukan itu, ia justru merasakan dekapan yang makin erat. Hana nggak lagi bisa menolak karena sisa-sisa tenaganya makin berkurang. Ia terpaksa membiarkan dirinya kembali mendengar detak jantung Zan yang ia akui sedikit membuatnya tenang. Hening dan sisa isak tangisnya mendominasi suara di ruangan itu. Hana menjauhkan tubuhnya dari dada Zan, lalu ia turun dari ranjang. Tapi, Zan tak melepaskan gadis itu begitu saja. Ia tetap menggenggam tangan Hana dengan erat. Dan apa yang diperkirakan Zan terjadi, gadis itu li
Sekilas Hana melirik ke arah Zan. Tapi, laki-laki itu terlihat santai dan menikmati sarapannya.Tapi, ia melihat Ryan yang membaca reaksi samar Zan dan kemudian memutuskan untuk beranjak dan berjalan ke arah radio XBR itu.Tanpa pura-pura lagi, gadis itu memperhatikan Ryan yang sedang menekan tombol Push To Talk. Lalu, ia kembali ke kursi duduknya meskipun radio itu kini mengeluarkan bunyi gemerisik.Hana menoleh ke arah Ryan. “Apa itu satu-satunya alat komunikasi di sini?”Laki-laki yang sebagian rambutnya sudah memutuh itu mengangguk pelan. “Itu yang paling lancar, di sini telepon genggam bernasib buruk.” Lalu, ia tersenyum.“Oh.” Hana mengangguk pelan. “Tapi, apa Kamu nggak menjawabnya, bukankah pesan tadi berkode satu?” Ia menyelidik dengan samar.“Oh, itu.” Sekilas Ryan menoleh ke arah Zan. Tapi, ia melihat anak asuhnya itu tak melakukan sesuatu yang terlihat mencolok. “Em, biasanya pesan yang masuk diberi kode seperti itu biar cepat ditanggapi, jadi tak perlu dipusingkan.”Ryan
“Jadi, apa yang sebenarnya kalian hingga bisa terdampar di sini dan dianggap telah mati oleh orang-orang di luar sana?” Hana tak lagi bisa menahan rasa penasarannya.Laki-laki itu menghela napas dalam. Lalu, ia kembali mengalihkan pandangan dan menatap satu titik abstrak di awang-awang.“Ini salah kami yang serakah. Karena keserakan itu kami rela berurusan dengan pihak-pihak yang mendominasi dunia hitam,” sesalnya lirih.Kedua mata Hana menyipit. “Dunia hitam?” Pikirannya segera menangkap kata kunci itu.Laki-laki itu mengangguk tanpa ragu. “Dan karena kesalahan yang kami lakukan, beberapa pihak ingin kami lenyap dari muka bumi.”Kening Hana mengernyit. Ia seperti mendengar hal yang begitu familiar dengan seseorang yang dekat dengannya.“Lalu, siapa yang membawa kalian ke sini?” desak Hana yang seperti menemukan benang merahnya.Laki-laki itu tersenyum. “Hanya laki-laki yang bernama Zanzard Ducan yang bisa membawa kami ke sini. Kamu juga ‘kan, Nak?”Kemudian, ia mengarahkan pandangan
Zan membawa Hana ke kamarnya. Ia merebahkan gadis itu di ranjangnya. “Istirahatlah!”Lalu, ia menarik meja kecil di mana di atasnya sudah tersedia beberapa makanan dan suplemen penambah energi.“Ini makanan yang disarankan Ann untukmu. Aku tadi mengambilnya di kota yang ada di dekat sini. Makanlah sebelum tidur! Besok tubuhmu pasti lebih sehat.” Zan mengusap puncak kepala Hana.Lalu, ia mengganjal punggung gadis itu dengan bantal, kemudian meninggalkan gadis itu sendiri.Hana menatap makanan di depannya dengan antusias meskipun ia merasa lemah. Informasi bahwa makanan itu akan membuat badannya sehat sekok hari membuatnya bersemangat.Dalam beberapa saat makanan itu lesap. Lalu, gadis itu berjalan pelan ke kamar mandi, membersihkan diri dan kembali ke ranjangnya.Tak lama kemudian, Zan masuk ke dalam kamar.Hana memejamkan mata, pura-pura tidur.“Ah ... cepat sekali dia tidur.” Zan tersenyum. Lalu, ia menarik selimut gadis itu hingga ke batas leher. “Padahal aku ingin sekali bicara den
Helikopter Bell mendarat di Helipad Tower Teta Tech.Zan disambut oleh Max dan dua orang teknisi.Dua orang teknisi itu mengambil alih helikopter, sedangkan Zan dan Max berjalan menuju lift yang akan membawa mereka ke lantai dasar.Max terlihat kesal. “Zan, kenapa baru datang setelah sehari dari pengiriman kode darurat?”Zan menghela napas dalam. “Aku harus berpura-pura bahwa kode daruratmu tidak begitu penting.”Max mengerutkan kening. “Kenapa?”“Gadis itu bersamaku,” balas Zan singkat.“Ah ...,” desah Max lirih.“Jadi, Veronika tertangkap? Kenapa bisa begitu?” Zan menahan kesal.Lift bergerak ke lantai dasar.“Karena akhirnya aku harus setuju denganmu bahwa mereka adalah kumpulan orang-orang bodoh! Dalam situasi segenting itu, mereka masih memikirkan kesenangan-kesenangan.” Max mengepalkan tangan.“Bukankah aku meminta untuk menjauhkan mereka dari gadget, media sosial dan apa pun yang mungkin yang bisa membuat mereka terendus wartawan?” Zan terheran-heran.“Aku sudah menyampaikannya
Zan mendongak.Semenit berlalu. Tapi, lampu itu masih menyala.Lalu, ia mengangkat telapak tangannya sebagai isyarat untuk membiarkan apa yang sedang terjadi. “Kita lanjutkan pembicaraan kita!”“Baik, Bos,” sahut Kepala IT patuh.Dan yang lain mengikuti apa yang dilakukan kepala timnya.“Apa kita bisa mencari cara lain untuk menemukan orang itu?” tanya Zan dengan penuh penekanan.“Ya. Jika kita menekukan hacker ini, kita bisa mengatasi gadis itu. Pertama-tamanya kita harus pisahkan dulu mereka,” sahut Max dengan yakin.Kepala IT menggeleng pelan dengan wajah sayu. “Maaf, Bos. Kita sudah melakukan segala cara. Bahkan, sejak sistem kita mendapat serangan pertama.”“Agh!” dengkus Max berang. “Kenapa kita selalu mendapat jalan buntu? Bukankah kita ini korporasi besar?!”Zan menatap Kepala IT. “Apakah ada cara untuk menghindari pelacakan semacam ini?”Kepala IT mengangguk. “Sepuluh digit angka merupakan blok pembuka bagi para peretas. Hindari ini dengan mengkonfirmasi email khusus yang tid