24.
William berjalan ke ruangannya, Mayleen segera mengikutinya. Dengan tidak sabaran maka Mayleen segera saja mencegat langkah Wiliam, "Katakan di mana?"
William hanya menyeringai, "Apa kita sudah sepakat?"
Mayleen menghela napas, lalu menjawab jika dia menyetujui permintaan William. Mendengar Mayleen setuju, maka hati William pun merasa senang.
"Aku akan memberikannya ketika tugasmu sudah selsai nanti," tukas William.
"K-kau …" gumam Mayleen dengan marah.
William menarik tangan Mayleen, dan mengamatinya. Tangannya masih berbalut kain kasa.
"Apa masih sakit?" tanya William.
Mayleen sed
William berdiri pintu, memasukan satu tangannya ke saku celananya. Satu tangan lagi mengendurkan dasinya. Mayleen menyadari kedatangan William, lalu menghentikan gerakan menyisir rambutnya.Mayleen meletakan sisirnya, mengambil parfum lalu memakainya lagi di beberapa titik yang biasa akan dicium oleh William. Melihat William sedang berdiri memandanginya, Mayleen pun berdiri dan menghampirinya."Tuan Muda ..." sapa lembut Mayleen dengan suara menggoda.Mayleen melepaskan dasi William, lalu membuka dua kancing atas kemeja William. Dengan tangannya yang lembut Mayleen mengusap lembut leher William lalu turun ke tulang selangka William."Tuan Gu ..." bisik Mayleen.Mayleen menciumi leher William, semerbak wangi khas tubuh Mayleen pun menyeruak ke indera penciuman William. Kedua tangan Willian merangkul pinggul ramping Mayleen. William memejamkan kedua matanya merasakan sensasi nikmat ciuman Mayleen di lehernya.William mengangkat satu tangannya
Gu Hansen tidak bisa menahan diri lagi, lalu berkata, "Apa kalian baru saja tidur bersama?"Mayleen menghentikan gerakan tangannya yang sedang membereskan berkas pekerjaannya, lalu menjawab, "Kami suami dan istri, tidur bersama atau tidak bukan urusanmu," jawab ketus Mayleen.Hati Gu Hansen terbakar panas mendengar penyanggahan dari mulut Mayleen, tapi tanda jejak merah di lehernya tidak bisa berbohong kenyataan jika tadi malam Mayleen dan Willam telah bercinta. Dengan impulsifnya Gu Hansen pun berjalan ke arah Mayleen lalu menariknya lalu mendorongnya ke dinding.Gu Hansen menundukan kepalanya dan mencium paksa bibir Mayleen. Dengan sekuat tenaga dia mendorong tubuh pria yang tengah dirasuki kemarahan, lalu sebuah tamparan keras mendarat di wajah Gu Hansen, "Kau sama brengkseknya dengan dia!" hardik marah Mayleen seraya langsung pergi meninggalkan ruangannya sendiri.Di koridor Mayleen bertemu dengan William, saat ini hatinya merasa sangat terluka. Tiba-tiba air matanya menetes terja
Terlihat raut kesal di wajah William, lalu Mayleen berkata, "Aku ada cara agar kau tidak selalu kesal, berikan aku surat cerai maka kau akan bebas." Mayleen berpikir jika William akan menyetujui permintaan cerainya itu, karena itu dia berkata seperti itu."Cerai ... cerai hanya itukah yang ada di pikiranmu?" tanya William. "Kau pikir dirimu siapa, hah!" hardik marah William seraya bangkit berdiri dari ranjang dan mendekati Mayleen. "Li mayleen, bukankah sudah aku katakan kepadamu, kau tidak akan pernah aku ceraikan di sepanjang hidupmu ini!" William sangat jengkel sampai-sampai dia meninju dinding di dekat telinga Mayleen, Tapi, sepertinya dia tidak peduli. Mayleen merasakan angin dari pukulan yang membuat telinganya terasa hangat, dia tertegun dan terkejut dengan kemarahan William yang tidak dapat dijelaskan itu. "Tuan Gu! kau tidak mencintaiku, dan aku juga tidak mencintaimu. jadi perceraian hanya tinggal menunggu waktu saja. melihat sikapmu yang seperti ini, orang yang tidak ta
William berdiri, lalu berjalan ke arah Mayleen. Menundukan Kepala lalu berkata, "Mulai malam ini dan seterusnya kau tidur sekamar dengan aku, maka aku akan izinkan kau menemui kakakmu. Jika patuh maka kapan kau mau bertemu dengan kakakmu akan aku beri izin." Mayleen menggigit ujung bibir bawahnya, William melihat ini dia pun menelan salivanya, menekan perasaan aneh dihatinya lalu berkata lagi, "Pikirkanlah penawaranku!" ujar William seraya pergi meninggalkan ruang makan. Reina meremas tangannya keras-keras, sampai-sampai kuku panjangnya menancap di telapak tangannya. Lalu dia pun ikut berdiri dan menyusul langkah William. Mayleen menahan sesak di dadanya, berpikir senjenak lalu memutuskan patuh pada pengaturan suaminya itu demi bisa bertemu dengan kakaknya.Anggap saja ini adalah jalan pintas untuk mendapatkan izin, karena jika tidak maka meski bertengkar sampai menangis maka William tetap tidak akan mengizinkan untuk menjenguk kakaknya itu. Mayleen pun meminta pelayan agar meminda
Mendengar hardikan Reina, Mayleen pun tertawa lalu berkata, "Apa kau tidak memiliki cermin?" "Aku adalah istri sah William, sementara kau. Hanya sebuah kertas yang tipis yang tidak memiliki ikatan apa-apa!" imbuh sarkas Mayleen. Mendengar kalimat hinaan dari Mayleen, tangan Reina dengan cepat ikut menambahkan jejak warna merah di pipi putih Mayleen. "Sakit kan!" imbuh marah Reina. "Jika masih tidak tahu diri, kau akan merasakan sakit yang lebih sakit dari ini!" ancam Reina. Mayleen mengeratkan rahang bawahnya, menahan marah dan sakit. lalu menstabilkan emosinya dengan cepat. Dia mendekati Reina, tapi bukan untuk membalas tamparannya. "Bukan aku yang tidak ingin melepaskan William. Tapi, dia yang tidak bersedia melepaskanku!" "Jika kau bisa merubah pikirannya dan membuat dia mau melepaskanku, maka dengan senang hati aku akan langsung pergi dari hadapan kalian berdua. Dan selamanya tidak akan muncul di depan kalian!" imbuh Mayleen seraya pergi meninggalkan Reina. Tubuh Mayleen ma
"Si Penguasa Tua!" jawab si kakek. lsgi-lagi wajah Mayleen berubah bingung, benar-benar merasa tidak tahu apalagi yang harus dia lakukan dengan si kakek asing. Mayleen berkata lagi, "Kakek jika nanti lapar, bisa menghubungi pihak hotel untuk memesan makanan, Ini menunya di sini. Nanti makanan akan diantar ke kamar kakek!" "Apa kakek mengerti?" tanya Mayleen. Si Penguasa Tua hanya mengangukan kepala sambil tersenyum puas melihat kamarnya yang luas. Mayleen berlata lagi. "Nah sekarang aku akan pergi ke kamarku ya!" "Mengapa tidak tidur di sini saja?" tanya si Penguasa Tua. "Ha ha ha... Kakek, kau ini sedang bercanda ya. Mana boleh kita tidur satu kamar!" imbuh Mayleen yang berpikir jelas tidak bisa sekamar dengan pria asing apalagi belum satu hari berkenalan. Dengan perlahan Mayleen menjelaskan. "Perusahaan sudah mengatur kamar untukku, jadi akan sia-sia jika aku tidak menidurinya!" Si Penguasa Tua pun menganggukan kepalanya. Mayleen pun pergi meninggalkan Si Penguasa
Mayleen menarik napas dalam-dalam lalu mulai bercertia dengan alaminya, semua rasa dihatinya dia keluarkan. Mulai dari awal mengapa dia bisa terpisah dengan kakaknya. Matanya sedikit memerah ketika menyelesaikan ceritanya. "Karena itu kau mau menolongku. karena kau tahu bagaimana rasanya kesepian?" tanya Si Penguasa Tua, Mayleen mengangguk seraya mengusap air matanya yang hampir saja terjatuh. Dia pun berdiri lalu berkata lagi, "Kakek, aku disini hanya beberapa hari saja. Jika Kakek sudah mengingat tempat tinggal kakek maka aku akan mengantar kakek pulang. Jika belum, dengan sangat terpaksa aku akan pergi melapor ke polisi dan menitipkan Kakek di sana, demi keamanan kakek!" Si penguasa Tua hanya diam saja, sembari memakan makan malamnya. Mayleen pun pergi meninggalkan kamar kakek asing itu. Merasa hari ini benar-benar lelah dan pusing bukan kepalang. Dia pun membuka laci dan mengambil toples kecil yang berisi garam. Garam Epsom, atau magnesium sulfat, telah lama digunakan untuk
"Mati jadi hantu pun, kau tetap milikku!" imbuh William lagi. Gerakan tangan Mayleen terhenti lalu dia berkata, "Itu artinya kau sangat mencintaiku ya!" William terdiam sesaat, lalu berkata, "Jangan bodoh! Kau hanyalah boneka-ku, yang jika saatnya aku buang, meski pria lain ada yang menginginkanmu. Maka mereka juga tidak akan berani mendekat dan menyentuhmu. Karena kau adalah 'bekas' milik-ku!" Barang kepunyaannya meski sudah tidak dia pakai lagi, mana boleh dimiliki oleh orang lain. William lebiih memilih menghancurkannya. Mayleen melepaskan handuk basahnya, lalu mulai membesihkan luka di tangan suaminya itu. Pada saat ini asisten William datang membawa dokter bersamanya. Melihat itu, Maka Mayleen pun langsung berdiri dan mempersilakan dokter untuk mengobati tangan William. Mayleen mundur perlahan, wajahnya masih terlihat pucat pasi ketika tadi melihat darah mengalir jatuh dengan jarak yang sangat dekat dengan wajahnya. Napas Mayleen pun masih sedikit tersengal. Ingin menjel