28
Mika masih menarik nafas yang sangat panjang setelah ciuman yang tadi ia kira takan ada hentinya itu. wajah Raka sekarang.... sungguh! Ini sebuah siksaan untuk Mika. Kalau tadi ia tanpa sadar membalas ciuman laki laki itu.
Sekarang dengan tampilan Raka yang acak acakan dan nafas yang sama seperti Mika, saling beradu untuk mendapatkan udara.... Mika ingin sekali mencium Raka dengan kesadaran penuh. Tapi tiba tiba tubuh Mika lemas dan hendak terjatuh.
Dengan sigap, Raka meraih tubuh Mika dan menopang tubuhnya.
“Kamu baik baik kan?” tanya Raka dengan sangat khawatir. Bibir Mika yang sen
29 Pagi seperti bergulir sangat cepat. Mika bahkan tak percaya pada keputusannya sendiri, tentang arti hubungannya dengan seorang dokter bernama Raka. Menepuk wajahnya berusaha menyadarkan diri, Mika melihat pintu sekali lagi. Raka belum juga muncul, padahal di pihak Mika. Wanita itu sudah siap dan bulat akan tekadnya. Memantapkan diri dengan jawabannya pastinya. “Ah masih tiga puluh menit.” Gerutu Mika dengan raut wajah kecewa karena jam Raka untuk memeriksanya masih tiga puluh menit kedepan. Dan Mika seketika di landa rasa bosan. Rasanya tiga puluh menit yang ini berlangsung lebih lama dari waktu semalaman ia menunggu fajar.&
Langkah sebal Mika, kian menghentak saat meninggalkan Pevita. “Dasar perempuan nyebelin!! Engga kenal berani komentar.” Mika menghentak hentakan kakinya lagi sampai ia merasa kalu selang infusnya menegang di nadi lengan kanannya. “Aw..!” Mika meringis karena meraskan sakit, kesal dan marah sekaligus. Kesal karena bertemu manusia spesies seperti Pevita, juga marah karena tak bertemu dengan Raka setelah hampir memutari rumah sakit seharian. “Aw... kaki jadi sakit begini...” keluh Mika sambil mengambil posisi duduk dan memijit betisnya yang pegal pegal. Baru kali in
Brian pergi setelah melihat sebuah pertunjukan yang menarik itu. ia melangkah menuju lift dan menuju ke ruangannya sendiri. Melenggangkan kaki dengan sangat santai, dan sesekali berbicara dengan beberapa perawat yang menyapanya terlebih dahulu. Tentu saja dengan nada sensual penuh rayuan untuk mematahkan hati para gadis. “Hei!” sapa Brian pada Raka yang baru saja muncul dengan wajah kusut tanpa tau alasannya. “Kamu kenapa? Bro...” ledek Brian, tangannya di tepis oleh Raka. Padahal, Brian ingin merangkul sahabat seperjuangannya itu. Raka mendesis sebal karena Brian kembali lebih cepat dari cuti yang dia ambil. Ini menyebalkan, karena Raka harus di ganggu Brian di saat suasana ha
Flash back on Mika menatap Ken dalam dalam. “Aku memang tidak pantas buat kamu, kamu tau itu kan.” Jelas Mika pada Ken. Kalau alasannya tidak di terima oleh keluarga Ken adalah karena asal usulnya, maka mereka sudah mengambil keputusan yang tepat. Dengan menjadikan Mika sebagai menantu keluarga Ken, sama saja mengambil mantu dari panti asuhan. Karena Mika sendiri di abaikan oleh keluarganya, jadi apa bedanya dengan anak yang di telantarkan....?? “Mika, bukan itu poin masalahnya...!!”geram Ken dengan tak sabaran, Mika menangkap pesan yang salah dari kata katanya.
Raka masih menatap Mika, ia sedang mencari jawaban atas pertanyaanya dari pancaran mata wanita itu. “Iya, apa kamu sedang menjauhi saya?” tanya Raka lagi, mengulangi pertanyaanya di awal. “Menolak saya.” Tegas Raka. Mika masih menatap Raka tak percaya. Raka..... terlalu sulit untuk di tebak dan di mengerti. Jadi, sejak tadi? Laki laki ini sedang mengartikan hal salah dari kecanggungan mereka? Akhirnya, di sinilah Raka dan Mika sekarang. Terduduk di sudut lantai rumah sakit dengan saling memunggungi tubuh masing masing. Kesulitan mencari topik, tapi setelah sekian lama terdia
Morgan duduk di kursi makan keluarga. Bersampingan dengan istrinya, Keyza. Malam ini adalah waktu jamuan keluarga. Biasanya, akan di hadapkan dengan makanan, dan juga wejangan. Morgan ingin berbicara lebih malam ini. Ia ingin menghadirkan sosok yang telah luput dari pandangan orang orang. Adiknya. “Sayang....?” tanya Keyza dengan nada khawatir sambil meremas tangan suaminya di bawah meja makan. Ia khawatir, apa yang akan di sampaikan oleh suaminya itu akan mengundang mala petaka untuk mereka. Morgan mengangguk, mencoba menenangkan Keyza dengan ekspresi. Tidak apa apa, semuanya akan baik baik saja. Dan Keyza hanya pasrah, ia tak bisa mengekang keinginan Morgan untuk menyuarakan pada keluarg
Raka kembali ke apartemennya dengan semburat senyum yang tak lepas dari bibirnya sejak ia memegang kendali mobil, atau saat ia sedang memikirkan Mika. Laki laki itu masih tersenyum saja dengan alasan yang sederhana itu. Dan di saat yang bersamaan, Mika juga tak melepaskan senyumannya. Ia masih tersenyum hanya untuk hal hal tidak penting.^^^ Ken pulang dengan berat hati, ia seperti belum siap saat di tampar keadaan apartemennya. Pasti Alana akan mengabaikannya dengan banyak hal. Dan seperti ada rasa tidak siap di hati Ken untuk mendapatkan sikap acuh wanita itu. Sakit.... “Alana...?” sapa Ken dengan keterkejutan yang terlihat jelas. Alana masih terjaga walau sudah semalam ini
Raka menatap Mika yang tak mengetahui makna kekhawatirannya. Gadis itu masih tertawa. Bahkan Raka sempat heran bagaimana Mika bisa sampai secepat itu akrab dengan Brian. Dan itu bisa menjadi hal baik juga buruk. Raka mencoba mengabaikan tatapan Mika, dengan kembali membalik map di tangannya. Mika terkekeh geli dengan cara Raka mengabaikannya. Kentara sekali kalau laki laki itu sedang marah akan ‘Suatu’ hal yang ada di pikirannya. “Kamu marah?” tanya Mika dengan suara lembut, tapi masih berusaha mengabaikan reaksi dingin Raka. Menghela nafas dengan sangat pelan,”Engga.” Jawab Raka dengan lemah sebelum kemudian menutup mapnya dan berjalan kembali ke arah Mika.