Baik Marcell ataupun Keyza, sedang sama sama mengingat kenangan masa lalu itu. keyza yang terang terangan mengejar Marcell, dan Marcell yang terang terangan tak menggubris Keyza, juga Morgan yang diam diam menyukai Keyza. Entah rasa cinta karena simpati, atau memang karena jatuh cinta pada pandangan pertama.
Tapi satu hal yang membuat Morgan tak suka adalah. Marcell yang memperlakukan Keyza dengan sangat tidak berperasaan. Tak bisa menghargai perasaan wanita selembut Keyza. Keesokan harinya, setelah insiden mengantarkan kue itu. Morgan mendapati kalau kotak kue itu teronggok di tempat sampah. Tentu bukan Morgan yang membuangnya. Marcell sendiri lah yang membuangnya tanpa menyentuh isi di dalamnya.
Selalu saja seperti itu hingga bertahun tahun... Keyza dengan kesabarannya menghadapi tingkah
Brian terdiam. Ada hal yang aneh yang terlihat dari ekspresi Mika yang hanya diam dan tak bergeming, malahan memanggil nama Kakaknya ketimbang menanyakan hal yang seharusnya menggaljal di hatinya. “Kak Morgan....” panggil Mika lagi saat Morgan sudah berjalan lumayang dekat dengannya, hanya berjarak beberapa langkah. Ada sedikit genangan air mata di pelupuk Morgan. Entah untuk apa? Apa karena ia sudah tersadar? Tentu.... Mika tak tau. “Kamu baik baik saja kan?” tanya Morgan dengan hati hati, Mika sedikit meringis, kembali rulang rusuknya baru saja di buka untuk membuat organ bernama jantung di dalam tubuhnya berdetak. Rasanya... saat terbangun dan mendapati kalau Brian yang sedang memeriksanya, alih alih Raka. Mika mulai tersadar... kalau pen
Wajah Raka nampak terlihat kebingungan, di tengah tengah keputus asaanya karena Mika sudah tak ada di ruangannya. Sekarang, Mika malah mengatkaan selamat atas pertunangan sialannya dengan Pevita seperti sedang mengucapkan perpiasahan. “Mikaila Abraham....” geram Raka dengan sangat marah dan membanting pintu ruangan Mika, Mika bisa mendengarnya dengan sangat keras kalau Raka sedang marah besar. Tentu saja. Kalau saja Mika melihat kondisi Raka saat ini. Dari pada mengucapkan selamat atas pertuangnannya dengan Pevita, lebih baik memeluk Raka dan menanyakan kondisinya. Yah... kondisi Raka benar benar kacau. Babak belur?? Sudah pasti. Berantakan!? Sangat...!!! Apa lagi?? “Raka....” Mika memanggil nama itu dengan sangat nelangsa. Ia pernah membayangkan mati, Mika sering se
Seluruh kamar terlihat berantakan, bahkan lantai yang di penuhi dengan pecahan vas adalah pemandangan yang paling menyita perhatian. Di tengah keremang – remangan kamarnya, Pevita mencengkeram buku jemarinya. Ia marah, kesal, tapi juga sedih secara bersamaan. Raka pergi meninggalkannya, di pertunangan mereka. Bahkan setelah babak belur pun, Raka tetap nekat untuk pergi. Pevita mendengar pintu di ketuk. Lebih tepatnya di gedor. Itu pastilah ayah atau ibunya yang khawatir terhadap kondisi puterinya. “Pevita... sayang.... “ rayu suara yang lemah lembut itu, “Kamu bisa keluar sebentar? Mommy sangat khawatir,” bujuk wanita bersanggul rapi yang memasang tampang khawatir.
Sementara di sisi lain, Ibu tiri Mika baru saja selesai mengeluarkan amarahnya. Hampir semua barang pecah belah di ruangan itu. Suara gaduh barang – barang yang di banting terdengar sampai ke beberapa ruangan. Namun para pelayan tidak ada yang berani untuk mendekati majikannya itu, bahkan setelah amarahnya reda. Mereka tidak berani untuk mendekat, sebelum mereka mendapatkan perintah langsung. “Mama..... “ Marcell berlari cepat menghampiri ibunya yang terengah setelah membanting puluhan vas. Marcell melihat darah segar mengalih dari telapak tangan ibunya, tapi ibunya tidak memperhatikan luka di tanganya, Marcell yang panik langsung mempercepat langkahnya dan saat ia hendak mera
“Aku tidak apa – apa.” ucap Mika. Mika berusaha semaksimal mungkin untuk membuat Raka yakin bahwa kejadian kemarin tidaklah mengganggunya. Tapi Raka masih menatapnya sangsi. “Sungguh,” lanjut Mika, karena sepertinya, aktingnya kurang meyakinkan Raka. Kemarin Morgan datang dan menanyakan hal yang sama pada Mika. Tentu saja kejadian kemarin membuat hatinya sakit, tapi apa boleh buat? Mika tidak bisa berbuat apa – apa. “Aku lapar.... “ Mika merengek seperti anak kecil yang kelaparan, ia mengusap perutnya yang tidak di isi makanan semalaman. “
Mika masuk ke dalam apartment lamanya. Rasanya seperti kembali ke rumah. Mika mengelilingi ruang TV. Tempat yang paling sering ia guakan untuk menghabiskan waktu untuk bermalas – malasan. Mika melirik ke arah pintu kamarnya yang tertutup rapat. Kemudian ke arah dapur, area yang paling jarang terjamah olehnya. Semua barang – barang masih berada di tempatnya semula. Saat di perjalanan, Keyza menceritakan kalau Morgan bersikeras untuk membiarkan apartment ini tetap terawat sampai Mika keluar dari rumah sakit. Dan nyatanya, dengan sifat keras kepala Morgan, ia berhasil merebut key card. Menjaga apartment ini untuknya. “Kamu lelah?” tanya Keyza tiba – tiba, Keyza masuk dan langsung ke arah dapur, ia membawa banyak sekali tas belanjaan tanpa memperbolehkan Mika
Flashback. Mika menutup telfonya dengan Morgan, tak lama, Keyza mengirim pesan singkat yang isinya meminta Mika untuk mengirimkan lokasinya agar Keyza bisa segera datang. Setelah Keyza tau lokasi Mika. Mika menutup ponselnya, ia berpura – pura mengelilingi mini market, seolah mencari barang tersembunyi yang sulit di temukan. Saat Mika tengah menjauhi kerumunan orang yang berbelanja, namun belum sempat Mika melancarkan aktingnya, seseorang menepuk bahunya. “Bisa minta waktunya sebentar?”&nbs
*** Raka tidak bisa mengundurkan diri dengan mudah, ia tidak bisa lolos dengan mudah seperti belut yang akan terus lolos karena kulitnya yang licin. Raka tidak bisa lolos begitu saja seperti belut, Raka harus mengurus beberapa berkas yang tidak bisa di wakilkan. Dan setelah keluar dari ruangan Tata Usaha rumah sakit, Raka menurunkan topinya, menutupi sebagian wajahnya dan berjalan menuju parkiran. Beberapa perawat yang memang menganali Raka perawakannya yang tak asing, menyapa Raka. Raka membalas sapaan dengan sopan dan singkat. Beberapa perawat bahkan masih membicarakannya meski Raka sudah berjalan cukup jauh. Beberapa ada yang menyayangkan keputusan Raka. Beberapa ada yang menyalahkan keadaan. Dan masih ada banyak hal yang bisa di gosipkan dari keputusan resign Raka yang mendadak ini. Tapi Raka tak ambil pusing, hari ini ia akan menemui ayahnya. Bukan untuk berdamai, tapi untuk mengajukan tawaran. Raka m