Share

TUJUH

“Takdir yang indah.”

Saat ini Ara dalam perjalanan pulang ke rumahnya. Gadis itu diapit

oleh kedua abang, sedangkan orang tuanya berada di depan karena hari

ini enggan memakai sopir.

Dua remaja laki-laki yang saat ini bersama Ara merupakan anak

kelima dan keenam Tuan Sauqi dan Nyonya Rossa, yaitu Alden Addieson

Anderson Elizabeth dan Alvaro Dirgantara Anderson Elizabeth yang

kerap disapa Alden dan Aro. Alvaro sendiri merupakan saudara kembar

dari Ara.

Mobil Tuan Sauqi sudah berada di halaman rumah mewah nan besar

miliknya. Ara turun dari mobil, menatap kagum bangunan di depan,

lebih tepatnya mansion atau wastu.

“Ini sekarang menjadi rumah Ara juga,” kata Sauqi seakan mengerti

akan perasaan takjub anak gadisnya.

“Ayo, Princess,” ajak Alden untuk masuk, tetapi Ara tetap berdiam di

depan pintu rumah.

Heran, Aro bertanya, “Kenapa Princess diam saja?”

“Ara takut. Bagaimana kalau mereka nggak mau nerima Ara lagi?”

“Mereka sekarang sangat merindukanmu, Sayang. Mana mungkin

mereka tidak menerimamu,” tutur Rossa lembut. Tangannya mengusap

kedua pundak Ara, menuntun perempuan itu untuk kembali melangkah.

Pintu dibukakan oleh para bodyguard yang menjaga sembari menunduk

hormat meski dalam benak bertanya-tanya akan kehadiran seorang

remaja yang dibawa keluarga Anderson Elizabeth tersebut.

Lagi-lagi Ara menatap takjub dan kagum melihat isi dalam rumah

yang begitu indah juga luas. Rasanya sangat tidak mungkin bahwa ia

terlahir dari orang terpandang.

Seluruh penghuni mansion berkumpul di ruang keluarga. Senyum di

bibir Rossa bahkan tidak surut, sedangkan Ara mengerut canggung juga

sedikit takut tentang respons dari abang-abangnya.

“Vian sudah datang?” tanya Sauqi terhadap salah satu pengawal.

“Tolong panggilkan.”

Tak lama setelah pengawal undur diri, seorang yang dicari muncul.

Dia adalah putra keempat.

Dahi laki-laki itu tampak berkerut bingung saat melihat seorang

perempuan duduk di sebelah mamanya. “Kenapa, Dad?”

“Sini, duduk,” pinta Sauqi seraya menepuk sofa di sebelahnya.

“Sebentar, dia siapa?” tanya laki-laki itu sambil menunjuk Ara yang

tengah menunduk.

“Dia adikmu,” jawab pria itu dengan senyum merekah. Tentu saja

Vian terkejut bukan main saat mendengarnya. “Ini Ara. Dia kembali.

Setelah sekian lama, dia kini kembali ke keluarga kita,” jelasnya diakhiri

tawa bahagia.

“Maksudnya ... dia Ara?”

“Sayang, angkat kepalamu. Dia Abang Vian, kamu ingat?”

“Hallo ...,” sapa Ara pelan. Sejujurnya, ia lupa wajah dari semua

bagian keluarganya.

“Jadi, benar, ini kamu?!” Langsung saja laki-laki itu menghampiri,

kemudian memeluk Ara erat. Ia terisak, rindunya tersalurkan. “Abang

rindu banget sama kamu.”

Dekap erat menghangatkan hati Ara, mengundang haru bahagia. Air

matanya lolos begitu saja. Keluarga yang dirindukan akhirnya kembali.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status