Selesai memimpin rapat, dia memasuki salah satu ruangan khusus untuk mencari data diri seorang gadis yang memeluknya tadi. Hanya memerlukan waktu beberapa puluh menit, dia menemukannya secara lengkap.
Airyn Gershon, gadis berusia dua puluh tahun yang saat ini sedang duduk di bangku perkuliahan semester lima. Dia berada di fakultas ekonomi, mengambil bagian manajemen bisnis. Sejauh ini perolehan nilai Airyn sangat bagus dengan indeks prestasi komulatif sementara di angka 3.97 dari 4.00.Saat membaca bagian beasiswa yang didapatkan Airyn, pria itu tersenyum miring."Pak Arion, ini dokumen yang Bapak perlukan tadi." Seorang dekan menghampiri pria bernama Arion ini, menyerahkan map berisikan beberapa dokumen penting yang harus dia tanda tangani."Terima kasih, Bu."Mengesampingkan tentang Airyn, Arion lebih dulu mendahulukan berkas pentingnya untuk di tanda tangani segera. Setelah ini dia harus secepatnya kembali ke kantor untuk mengurus kerjaan yang lain. Hari ini Arion hanya mewakili ayahnya yang berhalangan hadir selaku ketua dan yang punya yayasan ini.Selesai menandatangani semuanya, Arion menyerahkan kembali dokumen tersebut ke ruangan dekan. Yayasan ini berniat melakukan pembangunan gedung baru untuk memperluas tiga fakultas yaitu ekonomi, teknik, dan kesehatan masyarakat. Selain itu ada juga renovasi perpustakaan, laboratorium, dan ruang dosen."Bu Laila, saya akan mengurus anak ini untuk melakukan praktik kerja lapangan di perusahaan saya. Tolong hubungi anak yang bersangkutan sesegera mungkin. Jika dia setuju, secepatnya masukkan berkas yang dibutuhkan. Saya tunggu.""Baik, Pak Arion. Kebetulan pada semester ini saya mengajar di kelas Airyn. Ini anaknya sangat pintar dan aktif jika di kelas. Kemarin kalau tidak salah dia juga berkesempatan menerima beasiswa secara full untuk pembebasan biaya UKT."Arion mengangguk, mengulurkan tangan untuk menyalami Ibu Laila. "Kalau begitu saya permisi, Bu. Terima kasih untuk waktu dan kesempatannya hari ini.""Terima kasih kembali, Pak Arion. Saya berharap Pak Abimayu segera pulih dan bisa beraktivitas kembali seperti biasanya.""Amin. Jika ada sesuatu yang harus disampaikan kepada Ayah, bisa segera hubungi saya. Untuk ke depannya, saya yang akan membantu Ayah mengurus yayasan ini.""Baik, Pak Arion. Hati-hati di jalan."***Airyn sangat risih ketika pria berstatus kekasih mamanya ini berada di rumah. Sejak tadi pria itu terus saja mengajak Airyn mengobrol banyak hal, apalagi sambil menatap nakal seolah sedang menelanjangi Airyn.Dia takut.Kata Sera, pria itu sangat baik dan tidak sebrengsek Guntur. Tapi Airyn justru takut dengannya, sangat tidak nyaman dipandang sedemikian rupa. Entah perasaan Airyn saja atau bagaimana, pria itu memang memiliki tatapan yang tajam, sedikit mesum, dan tipe orang yang tidak bisa diam—selalu memiliki topik pembicaraan.Nama dia Deri, dari perawakannya pria itu tidak hanya lebih muda dari papa Airyn, tapi juga terlihat lebih muda dari sang mama."Masih lumayan gerimis, jadi terpaksa saya lebih lama di sini. Kamu tidak keberatan 'kan, Airyn?" Terhitung Deri sudah dua jam berada di rumah Airyn, dan sialnya hujan pun tampak tidak bersahabat.Airyn ingin mandi tapi takut, apalagi sekarang Sera tengah tidur. Bisa-bisanya wanita itu membiarkan anak gadisnya bersama pria lain yang tidak dikenal."Airyn, kamar mandi di mana, ya?""Di belakang, Om."Airyn beberes ruang tengah, sengaja mencari kesibukan agar tidak melulu meladeni obrolan Deri. Hanya saja, Airyn tetap merasa diawasi setiap gerakannya.Melihat raut polos dengan keringat tipis membasahi daerah leher dan dahi Airyn membuat Deri tersenyum miring. Dia baru tahu jika Sera memiliki anak gadis yang cantik."Sedang apa, Airyn?"Airyn terkesiap ketika mendapati Deri berada di belakangnya, bersuara dekat telinga dengan napas yang sengaja dihembuskan."L-lagi jahit celana Papa, Om." Airyn lantas menjauhkan diri, duduk sedikit berjarak dari Deri. "Aku bangunin mama dulu, kayaknya gerimis udah reda." Beranjak cepat menuju kamar, saking gugupnya Airyn sampai tersandung undakan tangga.Tidak bermaksud menduga yang tidak-tidak, tapi sikap Deri barusan semakin membuat Airyn yakin jika pria itu lebih berengsek dari papanya. Dia benar-benar menunjukkan siapa dirinya yang berbanding terbalik saat di hadapan Sera tadi."Ma, hujannya udah reda. Itu Om Deri ajakin keluar sekarang."Sera memukul Airyn karena gadis itu cukup keras mengguncangnya akibat panik. "Kurang ajar kamu Ai bangunin Mama kayak gitu.""M-maaf, Ma.""Kamu kayak nggak senang banget Mama ada di sini. Ngomong apa tadi papa kamu sampai kamu kasar ke Mama?"Airyn menggeleng. Dia tidak bermaksud, ini akibat Deri yang membuatnya ketakutan."Tadi aku buru-buru, Ma, sempat kesandung juga."Sera mendengkus, menepis genggaman Airyn yang berusaha meminta maaf."Kamu beneran nggak ada uang?" Sera memicing, tadi dia sempat diam-diam membongkar barang-barang Airyn, ternyata memang tidak menemukan uang sepeser pun. "Ayolah, Ai, pinjamin Mama seratus deh. Dikit aja, masa kamu perhitungan? Selama ini Mama udah keluarin berapa uang sampai kamu besar?""Ma, aku beneran nggak ada uang."Sera sering meminjam uang Airyn, tapi tidak pernah dikembalikan seperti papanya tadi. Akhirnya Airyn sendiri yang diomelin Guntur karena terlalu takut dan menurut. Mau bagaimana lagi, Airyn tidak tega. Dia selalu menangis dan merasa bersalah jika melihat Sera maupun Guntur sedang perlu uang tetapi dirinya tidak bisa memberikan.Airyn tidak boleh bekerja, jika Guntur tahu pasti akan dijemput dan orang yang memberinya pekerjaan juga kena marah. Guntur hanya ingin putrinya fokus belajar dan kuliah. Urusan uang biar Guntur yang mengusahakannya—kendati selalu dengan cara yang salah. Yang terpenting Airyn tahu, niat Guntur untuk menjadikannya orang sukses sangatlah tulus."Papa kamu nggak ngasih uang sama sekali? Udah, lebih baik berhenti aja kuliah. Mending kerja, Ai, jangan suka nyusahin orang tua. Sadar kamu, papa itu bukan orang kaya.""Ma, aku yakin suatu saat nanti bisa banggain papa hasil kerja keras papa.""Paling lama-lama kalau bosan, kamu juga jadi pelacur di rumah susun. Kamu pikir Mama nggak hafal sifat serakah papa kamu?""Udah, Ma, malu didengar orang kita berantem kayak gini.""Udah besar bukannya berguna, kamu malah makin nyusahin, Ai. Nanti Mama carikan pacar orang kaya, kita harus punya seseorang yang bisa dimanfaatin. Denger nggak kamu?" Sera mencubit lengan Airyn gemas. Anak itu iya-iya terus, tapi tidak pernah melakukan ucapannya. "Mama nggak mau nemuin kamu lagi kalau nggak bisa nurut. Kamu mau Mama tinggalin selama-lamanya beneran?""Enggak, Ma, jangan.""Makanya denger kalau orang ngomong, dilakuin. Sudah dulu, Mama mau pergi sama Om Deri sebelum hujan lagi."Airyn mengangguk. "Hati-hati ya, Ma.""Pinter-pinter simpan sebagian uang pemberian Papa, kasih Mama. Dari dulu Papa itu memang pelit, makanya Mama nggak betah hidup sama dia."Tidak ada jawaban, Airyn tidak tahu harus membalasnya seperti apa selain hanya tersenyum."Baik-baik di rumah. Nanti Mama carikan kerjaan yang bagus buat kamu dan bisa hasilin uang yang banyak." Sera mengusap bahu Airyn, menyelipkan rambut gadis itu ke belakang telinga sambil tersenyum sebelum beranjak menaiki motor Deri.Satu hal yang Sera sadari. Semakin besar Airyn, semakin memesona kecantikan anak gadisnya. Dia mirip Guntur. Mantan suaminya itu ganteng sekali ketika muda dulu, incaran banyak cewek sekitar tempat tinggal mereka."Papa nggak pernah ada niat mau jual aku, Ma, kenapa malah Mama tega lakuin ini? Papa tahu, Mama bisa aja dipukul."Airyn menghela sedih. Dia tidak tega jika membiarkan Sera dimarahi Guntur, tapi mamanya juga yang sering menyulut emosi.Sera gila judi, gayanya selangit, dan sering menghamburkan uang untuk mentraktir teman-temannya untuk sebuah pujian yang sebenarnya tak berarti apa pun.Tak jarang ketika masih bersama Guntur, Sera sering menuntut banyak hal agar keinginannya terpenuhi. Airyn menyaksikan jika papanya sampai dikejar-kejar polisi akibat ketahuan mencuri perhiasan di pasar.Sibuk menyelesaikan jahitannya, ponsel Airyn di atas meja bergetar.Ibu Laila: Selamat sore, Airyn. Kamu mau magang tidak libur semester ini? Kebetulan ada tawanan langsung dari Pak Arion untuk kamu. Kalau bisa jangan ditolak, Nak, siapa tahu ini bisa menjadi jembatan agar kamu punya peluang bekerja di sana ketika lulus nanti. Kapan lagi kamu bekerja di kantor ternama milik Harrison, 'kan?Airyn mondar-mandir di ruang tengah, sebab hingga jam delapan Arion belum juga pulang. Makan malam sudah siap, seketika rasanya tidak tenang, terlebih nomor pria itu tidak bisa dihubungi. Sebal, karena Arion tidak mengabari apa pun sebelumnya."Aneh. Kenapa rasanya nggak enak gini? Apa karena udah jadi suami istri?" Airyn menggigit kuku, memegangi dadanya yang berdebar lebih kencang. "Atau ini perasaan gugup karena kepikiran ancaman Mama tadi?""Aish! Sejak kapan khawatir banget gini sama Pak Arion? Padahal sebelumnya kamu sendiri yang nggak rela nikah sama dia, Ai."Airyn bermonolog sendiri. Tatapan dan gerak-geriknya memang menunjukkan kecemasan, tidak tenang sebelum memastikan Arion baik-baik saja. "Setidaknya kalau pulang telat, bilang!" gerutunya sebal. "Aku bisa makan dan tidur dengan tenang tanpa harus khawatir gini. Senang banget bikin merasa bersalah."Airyn mengambil ponselnya di meja, mencoba menghubungi Bagas sekali lagi. Nomor pria itu aktif, hanya saja tidak diangkat. K
Ketika jam makan siang, tiba-tiba Airyn kedatangan tamu. Sebelumnya dia tidak mengira jika yang datang adalah ibu mertua. Airyn baru saja bangun tidur, belum sempat menyiapkan apa pun karena Arion juga membebaskan Airyn untuk istirahat sepanjang hari ini. Airyn ingin menyapa sebagai basa-basi agar kelihatan tetap sopan, namun urung karena merasa sungkan. Terlebih Megan juga langsung masuk dan meninggalkannya. Wanita itu terlihat membawa sekotak kue."Kamu baru bangun jam segini?"Megan melihat sekitar ruangan tersebut. Kebetulan di wastafel masih ada piring kotor, bekas Airyn menyiapkan sandwich untuk bekal Arion tadi. Keranjang pakaian kotor mereka juga terlihat penuh karena belum dijemput jasa laundry. Niatnya memang setelah ini baru akan Airyn bereskan semuanya."M—maaf, Bun, tadi aku ketiduran. Setelah ini baru beres-beres. Bunda mau aku bikinkan minum apa?" Airyn memainkan ujung tali bathrobe-nya, gugup. Mimik Megan tidak seramah biasanya, Airyn tahu wanita itu sudah terlanjur t
Katanya Arion punya hadiah spesial untuk Airyn. Ternyata benar. Usai Airyn berendam dan menghabiskan banyak waktu untuk merawat diri, dia dikejutkan dengan sebuket mawar di kasur. Tidak lupa, ada kertas kecil yang terselip di sana juga membuat Airyn terkekeh kecil.—Untuk cintaku yang baik hati—Airyn suka aroma mawar segar, menciptakan senyum kecil yang mewakili isi hatinya. Masih menggunakan jubah mandi, Airyn turun ke bawah sambil memanggil Arion beberapa kali. Terdengar suara kecil dari ruang makan, lagi-lagi senyum Airyn merekah."Wow!" pujinya menutup mulut sambil menatap dengan binar takjub. Di meja makan tersedia menu makan malam mereka, Arion yang memasak. "Wangi, pasti enak. Aku laper banget, dari luluran tadi perut aku bunyi."Arion selesai memotong buah, kemudian menghampiri Airyn dan mencium pipinya. "Duduk, Sayang, waktunya isi tenaga."Dengan riang, Airyn duduk ketika Arion menarik kursi untuknya. Kenapa tiba-tiba Arion semanis ini? Airyn sampai keheranan."Kamu juga wa
"Pak Arion, ngapain?" Airyn terkesiap ketika melihat sang suami itu berdiri tak jauh dari posisinya dan Aldo. Bahkan mereka baru saja ingin memulai obrolan, seketika sungkan. "B—boleh tinggalin kami dulu, ada yang mau dibicara sebantar?""Bicara saja, anggap saya tidak ada." Arion memasukkan kedua tangannya ke saku celana, menatap dengan sorot setajam belati—seolah sedang memperingati Aldo agar tidak macam-macam pada miliknya. "Lima menit, setelah ini kamu harus mengantarkan surat ke atas. Pak Abimayu sudah menunggu."Airyn menganga, lantas terpaksa senyum karena tahu mimik Arion tengah kesal. Jangan sampai dia mendebat, nanti malah muncul masalah baru."Ada apa, Aldo? Kamu repot-repot ke sini. Lain kali bilang ya kalau mau ketemu, jangan di sini. Aku posisinya lagi magang, nggak boleh seenaknya terima tamu sembarangan di luar kepentingan dengan Pak Arion." Aldo menatap Arion sekali lagi, dia juga melempar tatap permusuhan. "Lo serius menikah dengan pria aneh ini, Ai?" tanyanya senga
Arion mengusap puncak kepala Airyn ketika wanita itu diam lagi saat dia meminta bantuan memasang dasi. Sejak mereka mandi bersama, Airyn tampak malu dan pendiam, Arion sangat memahami situasi ini untuk mereka yang baru saja menjalani kehangatan sebagai pengantin baru. Bagi Arion, Airyn justru semakin lucu dan menggemaskan.“Ini dasinya, Ai. Apa kamu masih merasa nggak nyaman? Kalau pegal, nanti aku panggil jasa pijat ke sini, kamu nggak usah ke kantor.”Airyn menggeleng cepat, menegak saliva cukup sulit. Dia juga kesusahan mengumpulkan kata yang tercekat di kerongkongan. Wajah Airyn tidak berhenti memanas, rasanya masih tidak sanggup memandangi pria di hadapannya ini.“E—enggak usah. Aku baik kok, aku nggak pa-pa. K—kamu agak nunduk dikit, badan aku nggak sampe.” Dengan pipi kemerahan paham, Airyn berusaha tetap waras. Dia tahu Arion terus saja memandanginya, sesekali berusaha memberi perhatian dengan kecupan hangat dan kalimat manis penuh kekhawatiran. Padahal Airyn baik, dia tidak k
"Ayah tidak percaya akhirnya kamu akan jatuh cinta." Abimayu tersenyum singkat. "Hanya saja, Ayah tidak bisa bohong, kami terkejut mengetahui siapa sebenarnya Airyn. Kamu dan Bagas sejak awal yang membuat kebohongan ini, Arion. Kamu kasih data diri Airyn yang berbeda ke Bunda, tidak salah jika Bunda juga kecewa dengan perbuatan kamu."Arion mengangguk, menyadari dosanya. Memang benar, selama-lamanya menyimpan dusta pasti akan ketahuan juga."Aku tahu aku salah, Yah. Aku juga awalnya terlalu takut memberi tahu siapa Airyn. Takut Ayah dan Bunda nggak setuju. Maaf kalau sikap aku masih kekanak-kanakan sekali.""Tunggu Bunda kamu lebih tenang dulu, lalu datanglah ke sini lagi untuk bicara padanya. Jangan sekarang, Ayah juga tidak bisa memaksakannya saat ini. Biarkan Bunda sendiri dulu, sambil belajar menerima.""Iya, Yah. Aku berharap Bunda bisa memahami pilihan aku. Percaya, aku tahu siapa yang terbaik untuk hidupku."Abimayu menghela panjang, memijat pangkal hidungnya. "Untuk saat ini,