Share

3. Menemukan Kamu

Selesai memimpin rapat, dia memasuki salah satu ruangan khusus untuk mencari data diri seorang gadis yang memeluknya tadi. Hanya memerlukan waktu beberapa puluh menit, dia menemukannya secara lengkap.

Airyn Gershon, gadis berusia dua puluh tahun yang saat ini sedang duduk di bangku perkuliahan semester lima. Dia berada di fakultas ekonomi, mengambil bagian manajemen bisnis. Sejauh ini perolehan nilai Airyn sangat bagus dengan indeks prestasi komulatif sementara di angka 3.97 dari 4.00.

Saat membaca bagian beasiswa yang didapatkan Airyn, pria itu tersenyum miring.

"Pak Arion, ini dokumen yang Bapak perlukan tadi." Seorang dekan menghampiri pria bernama Arion ini, menyerahkan map berisikan beberapa dokumen penting yang harus dia tanda tangani.

"Terima kasih, Bu."

Mengesampingkan tentang Airyn, Arion lebih dulu mendahulukan berkas pentingnya untuk di tanda tangani segera. Setelah ini dia harus secepatnya kembali ke kantor untuk mengurus kerjaan yang lain. Hari ini Arion hanya mewakili ayahnya yang berhalangan hadir selaku ketua dan yang punya yayasan ini.

Selesai menandatangani semuanya, Arion menyerahkan kembali dokumen tersebut ke ruangan dekan. Yayasan ini berniat melakukan pembangunan gedung baru untuk memperluas tiga fakultas yaitu ekonomi, teknik, dan kesehatan masyarakat. Selain itu ada juga renovasi perpustakaan, laboratorium, dan ruang dosen.

"Bu Laila, saya akan mengurus anak ini untuk melakukan praktik kerja lapangan di perusahaan saya. Tolong hubungi anak yang bersangkutan sesegera mungkin. Jika dia setuju, secepatnya masukkan berkas yang dibutuhkan. Saya tunggu."

"Baik, Pak Arion. Kebetulan pada semester ini saya mengajar di kelas Airyn. Ini anaknya sangat pintar dan aktif jika di kelas. Kemarin kalau tidak salah dia juga berkesempatan menerima beasiswa secara full untuk pembebasan biaya UKT."

Arion mengangguk, mengulurkan tangan untuk menyalami Ibu Laila. "Kalau begitu saya permisi, Bu. Terima kasih untuk waktu dan kesempatannya hari ini."

"Terima kasih kembali, Pak Arion. Saya berharap Pak Abimayu segera pulih dan bisa beraktivitas kembali seperti biasanya."

"Amin. Jika ada sesuatu yang harus disampaikan kepada Ayah, bisa segera hubungi saya. Untuk ke depannya, saya yang akan membantu Ayah mengurus yayasan ini."

"Baik, Pak Arion. Hati-hati di jalan."

***

Airyn sangat risih ketika pria berstatus kekasih mamanya ini berada di rumah. Sejak tadi pria itu terus saja mengajak Airyn mengobrol banyak hal, apalagi sambil menatap nakal seolah sedang menelanjangi Airyn.

Dia takut.

Kata Sera, pria itu sangat baik dan tidak sebrengsek Guntur. Tapi Airyn justru takut dengannya, sangat tidak nyaman dipandang sedemikian rupa. Entah perasaan Airyn saja atau bagaimana, pria itu memang memiliki tatapan yang tajam, sedikit mesum, dan tipe orang yang tidak bisa diam—selalu memiliki topik pembicaraan.

Nama dia Deri, dari perawakannya pria itu tidak hanya lebih muda dari papa Airyn, tapi juga terlihat lebih muda dari sang mama.

"Masih lumayan gerimis, jadi terpaksa saya lebih lama di sini. Kamu tidak keberatan 'kan, Airyn?" Terhitung Deri sudah dua jam berada di rumah Airyn, dan sialnya hujan pun tampak tidak bersahabat.

Airyn ingin mandi tapi takut, apalagi sekarang Sera tengah tidur. Bisa-bisanya wanita itu membiarkan anak gadisnya bersama pria lain yang tidak dikenal.

"Airyn, kamar mandi di mana, ya?"

"Di belakang, Om."

Airyn beberes ruang tengah, sengaja mencari kesibukan agar tidak melulu meladeni obrolan Deri. Hanya saja, Airyn tetap merasa diawasi setiap gerakannya.

Melihat raut polos dengan keringat tipis membasahi daerah leher dan dahi Airyn membuat Deri tersenyum miring. Dia baru tahu jika Sera memiliki anak gadis yang cantik.

"Sedang apa, Airyn?"

Airyn terkesiap ketika mendapati Deri berada di belakangnya, bersuara dekat telinga dengan napas yang sengaja dihembuskan.

"L-lagi jahit celana Papa, Om." Airyn lantas menjauhkan diri, duduk sedikit berjarak dari Deri. "Aku bangunin mama dulu, kayaknya gerimis udah reda." Beranjak cepat menuju kamar, saking gugupnya Airyn sampai tersandung undakan tangga.

Tidak bermaksud menduga yang tidak-tidak, tapi sikap Deri barusan semakin membuat Airyn yakin jika pria itu lebih berengsek dari papanya. Dia benar-benar menunjukkan siapa dirinya yang berbanding terbalik saat di hadapan Sera tadi.

"Ma, hujannya udah reda. Itu Om Deri ajakin keluar sekarang."

Sera memukul Airyn karena gadis itu cukup keras mengguncangnya akibat panik. "Kurang ajar kamu Ai bangunin Mama kayak gitu."

"M-maaf, Ma."

"Kamu kayak nggak senang banget Mama ada di sini. Ngomong apa tadi papa kamu sampai kamu kasar ke Mama?"

Airyn menggeleng. Dia tidak bermaksud, ini akibat Deri yang membuatnya ketakutan.

"Tadi aku buru-buru, Ma, sempat kesandung juga."

Sera mendengkus, menepis genggaman Airyn yang berusaha meminta maaf.

"Kamu beneran nggak ada uang?" Sera memicing, tadi dia sempat diam-diam membongkar barang-barang Airyn, ternyata memang tidak menemukan uang sepeser pun. "Ayolah, Ai, pinjamin Mama seratus deh. Dikit aja, masa kamu perhitungan? Selama ini Mama udah keluarin berapa uang sampai kamu besar?"

"Ma, aku beneran nggak ada uang."

Sera sering meminjam uang Airyn, tapi tidak pernah dikembalikan seperti papanya tadi. Akhirnya Airyn sendiri yang diomelin Guntur karena terlalu takut dan menurut. Mau bagaimana lagi, Airyn tidak tega. Dia selalu menangis dan merasa bersalah jika melihat Sera maupun Guntur sedang perlu uang tetapi dirinya tidak bisa memberikan.

Airyn tidak boleh bekerja, jika Guntur tahu pasti akan dijemput dan orang yang memberinya pekerjaan juga kena marah. Guntur hanya ingin putrinya fokus belajar dan kuliah. Urusan uang biar Guntur yang mengusahakannya—kendati selalu dengan cara yang salah. Yang terpenting Airyn tahu, niat Guntur untuk menjadikannya orang sukses sangatlah tulus.

"Papa kamu nggak ngasih uang sama sekali? Udah, lebih baik berhenti aja kuliah. Mending kerja, Ai, jangan suka nyusahin orang tua. Sadar kamu, papa itu bukan orang kaya."

"Ma, aku yakin suatu saat nanti bisa banggain papa hasil kerja keras papa."

"Paling lama-lama kalau bosan, kamu juga jadi pelacur di rumah susun. Kamu pikir Mama nggak hafal sifat serakah papa kamu?"

"Udah, Ma, malu didengar orang kita berantem kayak gini."

"Udah besar bukannya berguna, kamu malah makin nyusahin, Ai. Nanti Mama carikan pacar orang kaya, kita harus punya seseorang yang bisa dimanfaatin. Denger nggak kamu?" Sera mencubit lengan Airyn gemas. Anak itu iya-iya terus, tapi tidak pernah melakukan ucapannya. "Mama nggak mau nemuin kamu lagi kalau nggak bisa nurut. Kamu mau Mama tinggalin selama-lamanya beneran?"

"Enggak, Ma, jangan."

"Makanya denger kalau orang ngomong, dilakuin. Sudah dulu, Mama mau pergi sama Om Deri sebelum hujan lagi."

Airyn mengangguk. "Hati-hati ya, Ma."

"Pinter-pinter simpan sebagian uang pemberian Papa, kasih Mama. Dari dulu Papa itu memang pelit, makanya Mama nggak betah hidup sama dia."

Tidak ada jawaban, Airyn tidak tahu harus membalasnya seperti apa selain hanya tersenyum.

"Baik-baik di rumah. Nanti Mama carikan kerjaan yang bagus buat kamu dan bisa hasilin uang yang banyak." Sera mengusap bahu Airyn, menyelipkan rambut gadis itu ke belakang telinga sambil tersenyum sebelum beranjak menaiki motor Deri.

Satu hal yang Sera sadari. Semakin besar Airyn, semakin memesona kecantikan anak gadisnya. Dia mirip Guntur. Mantan suaminya itu ganteng sekali ketika muda dulu, incaran banyak cewek sekitar tempat tinggal mereka.

"Papa nggak pernah ada niat mau jual aku, Ma, kenapa malah Mama tega lakuin ini? Papa tahu, Mama bisa aja dipukul."

Airyn menghela sedih. Dia tidak tega jika membiarkan Sera dimarahi Guntur, tapi mamanya juga yang sering menyulut emosi.

Sera gila judi, gayanya selangit, dan sering menghamburkan uang untuk mentraktir teman-temannya untuk sebuah pujian yang sebenarnya tak berarti apa pun.

Tak jarang ketika masih bersama Guntur, Sera sering menuntut banyak hal agar keinginannya terpenuhi. Airyn menyaksikan jika papanya sampai dikejar-kejar polisi akibat ketahuan mencuri perhiasan di pasar.

Sibuk menyelesaikan jahitannya, ponsel Airyn di atas meja bergetar.

Ibu Laila: Selamat sore, Airyn. Kamu mau magang tidak libur semester ini? Kebetulan ada tawanan langsung dari Pak Arion untuk kamu. Kalau bisa jangan ditolak, Nak, siapa tahu ini bisa menjadi jembatan agar kamu punya peluang bekerja di sana ketika lulus nanti. Kapan lagi kamu bekerja di kantor ternama milik Harrison, 'kan?

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Noviyadep
Terima kasih, Bunda Ina. Semoga selalu suka sama karya aku🩷
goodnovel comment avatar
Ina Agustina
wuih makin seru nih...tp udah ngantuk bsk sambung bab brktnya...makasih kaka Author cetitanya menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status