Berkisah tentang Arion Harrison yang jatuh cinta pada pandangan dan sentuhan pertama Airyn Gershon. Memiliki ketertarikan setelah tiga puluh tahun menjomlo dan selalu dibilang tidak normal karena tidak pernah menjalin hubungan kasih. Gadis muda yang lemah lembut ini ternyata mampu memecahkan akal sehat Arion, menjadi fokus utama, dan tujuan pulang. Namun, sayang sekali kisah cinta mereka tak berjalan dengan mulus sesuai harapan. Airyn tidak menyukai Arion, segala hal tentang pria itu membuat Airyn takut dan tidak nyaman. Semakin Arion tergila-gila untuk memiliki Airyn, semakin jauh Airyn dari genggamannya. Mampukah Arion menaklukkan cinta gadis muda yang memesona ini?
View MoreSekitar jam tujuh pagi, terlihat seorang gadis sedang duduk di depan meja rias miliknya. Bukan untuk merias wajah, melainkan hanya memandangi wajahnya yang sembab dan penuh air mata hingga detik ini. Tatapan itu selalu kosong ketika rasa sakit menyerang hatinya. Terhitung sejak semalam dia tak bisa tidur nyenyak hanya karena memikirkan nasibnya yang selalu tidak beruntung. Dada terasa sesak, kepala penuh masalah, dan lagi-lagi dia merasa diambang kematian.
Gebrakan pintu membuat isak tangisnya terhenti seketika, menekan dada yang tiba-tiba sakit akibat terlampau terkejut."Airyn, kamu punya simpanan uang? Beri Papa uang sedikit dong. Pinjam, Papa ngutang dulu sama kamu, besok Papa ganti. Papa butuh banget buat pagi ini."Pria paruh baya yang terdapat banyak uban di kepalanya itu tak memedulikan tangis maupun kepiluan hati putrinya, langsung menggeledah tas gadis bernama Airyn tersebut.Apa Airyn akan menolak dan berontak?Tentu saja tidak. Dia tidak punya keberanian dan itu juga akan berujung sia-sia.Kalau papanya berkata A, dia akan melakukan segala cara agar mendapatkannya tanpa mendengarkan rengekan Airyn buat berhenti.Ketika menemukan uang sekitar seratus tiga puluh ribu, pria itu mengukir senyum lebar dengan mata berbinar terang."Papa pinjam semuanya. Kamu berangkat kuliah sendiri dulu ya, naik angkot. Ah, ini Papa sisain sepuluh ribu buat ongkos bolak balik. Cukup, 'kan? Kalau kurang, ngutang dulu sama Kang Ujang, bilang nanti Papa yang bayar kalau menang judi.""Pa, sampai kapan mau kayak gini terus?"Tidak ada jawaban.Papanya pergi begitu saja setelah meletakkan uang sepuluh ribuan di atas tempat tidur Airyn. Naik angkot cukup, bahkan masih ada kembalian. Hanya saja, jalur angkot tidak sampai ke depan kampusnya. Airyn harus jalan kaki yang terbilang jauh atau naik ojek lagi untuk mempersingkat waktu tempuh. Bolak balik rumah setidaknya memerlukan lima belas sampai dua puluh ribu.Airyn malu kalau harus minta tolong Kang Ujang, apalagi dengan alasan ngutang untuk kesekian kalinya. Papa Airyn lupa jika hutang yang sebelumnya saja belum dibayar, tidak mungkin ngutang lagi."Papa kapan mau berubah?" Bibir Airyn kembali bergetar. "Pantas aja Mama tinggalin kita, sikap Papa dari dulu nggak pernah mau lebih baik. Setiap hari sibuk mengurus pelacur, mabuk, judi, dan bikin masalah. Aku malu, Pa, aku juga sedih liat Papa kayak gini terus."Tidak lama sekitar dua bulan lalu, Mama dan Papa Airyn resmi bercerai—setelah berbulan-bulan mamanya pergi dari rumah. Wanita itu memaksa sang suami untuk menceraikannya agar bisa bebas bersanding dengan pria lain.Airyn tidak mungkin ikut mamanya, meski sangat ingin. Wanita itu bersikeras melarang Airyn tinggal bersamanya, sebab tak sanggup jika harus menanggung biaya hidup dan Airyn juga masih duduk di bangku perkuliahan.Sebenarnya mama dan papa Airyn sama saja. Mereka punya sikap sebelas dua belas. Oleh karena sama-sama keras, akhirnya pernikahan mereka tidak bisa diselamatkan lagi.Menyudahi aksi menangisnya, Airyn mengambil tas dan langsung pergi ke kampus. Dia ada kelas tepat pukul delapan.Tidak ada rasa senang selama menjalani perkuliahan, Airyn justru sangat tertekan. Papanya yang sangat ingin Airyn masuk perguruan tinggi dengan biaya nekat. Akhirnya setiap masa pembayaran tiba, pria itu selalu membuat masalah untuk mendapatkan uang. Entah mencopet, menipu, atau merampas secara paksa kepunyaan orang-orang lemah yang tak bisa melawan. Dia seseorang preman yang diakuti di daerah mereka."Airyn, di mana Mas Guntur?" Seorang wanita berpakaian seksi menghampiri Airyn, menghadangnya di pinggir jalan. Dia salah seorang pelacur yang dirawat oleh papanya."Papa di tempat biasa, main judi." Airyn tersenyum simpul, tidak malu mengakuinya karena sudah sangat terbiasa dengan orang-orang sekitar. Asal tidak teman-temannya yang tahu, Airyn tidak masalah."Ada anak baru mau gabung, cantik dan masih muda. Kayaknya masih perawan, mahal ini sekali mainnya. Mas Guntur pasti suka."Airyn tidak menanggapi, memilih melanjutkan langkahan menuju terminal angkot.Selain preman, papa Airyn juga bekerja sebagai mucikari—merawat dan memfasilitasi para pelacur yang ingin bekerja pada rumah bordil. Bahkan rumah yang saat ini Airyn tinggali bersama papanya masih berada di kawasan para pelacur. Rumah khusus untuk mereka yang diberi nama rumah susun Anggrek.Tidak heran Airyn memilih tak punya teman dekat sejak dulu, dia takut dikucilkan jika di antara teman-temannya mengetahui siapa Airyn sebenarnya. Meski dia tak pernah melacur, tapi tempat tinggalnya membawa pengaruh buruk bagi pandangan setiap orang.Sesampainya di terminal angkot, Airyn mengerutkan kening jika tak ada satu pun angkot yang berada di sana."Pak, angkot pada ke mana?""Sebagian dipesan untuk acara nikahan, sebagian lagi sedang narik, Neng.""Astaga, aku telat dong." Airyn mendesah kecewa, padahal waktunya tidak banyak lagi jika harus menunggu ada angkot yang kembali ke terminal.Saat Airyn nyaris frustasi memikirkan cara untuk sampai ke kampus, pertolongan datang. Kang Ujang tiba-tiba menawarkan tumpangan."Ayo, Neng, saya antarkan seperti biasa."Tatapan Airyn menyendu. "Utang yang kemarin udah dibayar Papa, Kang? Aku nggak enak, soalnya Kang Ujang juga susah cari duit buat keluarga.""Tenang, Neng Airyn, kemarin udah dilunasin."Senyum kecil Airyn terbit, dia sangat lega. Selama ini beban pikiran Airyn terbagi-bagi, dia bahkan sampai menghindari Kang Ujang dan beberapa orang lainnya karena malu akibat hutang maupun perlakuan kejam papanya.***Ternyata setibanya di kelas, Airyn dikabari temannya jika perkuliahan hari ini terpaksa harus dikosongkan karena dosen pengampu memiliki rapat penting yang tidak bisa ditinggalkan. Untunglah ada mata kuliah kedua yang akan masuk satu setengah jam akan datang, jadi Airyn tidak terlalu merasa sia-sia sudah mengorbankan waktu, tenaga, dan biaya untuk sampai ke kampus."Ai, ternyata rumah lo di daerah rumah susun Anggrek? Gue baru tau. Nyokap lo pelacur sana atau lo juga bagian dari mereka?" Salah seorang cowok sekelasnya mencegat Airyn di pintu, geleng-geleng dengan kedua tangan terlipat di dada.Semalam cowok itu ke rumah susun Anggrek, tidak disangka melihat Airyn tengah mengobrol dengan seorang pria paruh baya di sana. Ternyata setelah dia pastikan, Airyn anak dari salah seorang mucikari."Polos-polos gini ternyata pelacur?" Dia mengulum senyum, berusaha menyentuh pipi Airyn. "Jadi penasaran gimana rasa lo.""Aldo, cukup!" Airyn geregetan pada cowok bernama Aldo ini. Dia pernah menyukai Airyn, tetapi dengan tegas Airyn tolak untuk melindungi dirinya sendiri.Siapa yang tidak tahu kelakuan Aldo, dia cowok berandalan yang selalu sombong dengan kekayaannya. Seolah apa pun bisa dia dapatkan dengan uangnya."Berapa semalamnya, Ai?"Airyn memicing, menatap ke arah luar di mana dua teman Aldo sedang menunggu cowok itu selesai bicara padanya."Gue mau semalam. Gue bayar dua atau tiga kali lipat. Atau perlu hubungin bokap lo dulu kalau mau nyewa pelacurnya?"Karena sejatinya Airyn ini banyak takutnya, akhirnya dia hanya bisa menangis mendengar Aldo merendahkan dirinya. Bukan tidak bisa melawan, lebih tepatnya takut semakin dipermalukan hingga harga dirinya habis terinjak-injak. Aldo bisa melakukan apa pun, Airyn takut sisa perkuliahannya berujung sia-sia."Kenapa menangis, sih? Gue nggak nyakitin lo, Ai, setop berlebihan nanggepin gue. Jawab aja, berapa? Nanti sekitar jam sebelas gue ke rumah susun Anggrek. Lo mau kita di sana atau ke hotel?"Airyn menggenggam erat tasnya, lalu nekat melewati Aldo dan mendobrak pintu secara paksa hingga terjatuh di hadapan teman-teman. Airyn tidak memedulikan tatapan orang-orang yang menyadari tangis dan ketakutannya, dia segera menuju toilet yang berada tepat di ujung lorong kelas.Airyn melangkah sambil menunduk, tidak nyaman jika tangisnya menjadi pemandangan yang lain. Dia tidak bisa berhenti menangis, karena suasana hatinya pun sudah terlanjur kacau.Belum sampai toilet, Airyn tidak sengaja menabrak seseorang hingga membuatnya hampir saja terjatuh lagi andai tidak ditahan oleh dia yang saat ini berada di hadapannya. Pria bertubuh jangkung yang sedang mengangkat telepon.Bukannya meminta maaf pada pria itu, Airyn malah dengan lancang memeluknya tanpa tahu malu. Menjadikan dada pria yang tak dikenal sebagai sandaran untuk meluapkan tangis.Airyn mondar-mandir di ruang tengah, sebab hingga jam delapan Arion belum juga pulang. Makan malam sudah siap, seketika rasanya tidak tenang, terlebih nomor pria itu tidak bisa dihubungi. Sebal, karena Arion tidak mengabari apa pun sebelumnya."Aneh. Kenapa rasanya nggak enak gini? Apa karena udah jadi suami istri?" Airyn menggigit kuku, memegangi dadanya yang berdebar lebih kencang. "Atau ini perasaan gugup karena kepikiran ancaman Mama tadi?""Aish! Sejak kapan khawatir banget gini sama Pak Arion? Padahal sebelumnya kamu sendiri yang nggak rela nikah sama dia, Ai."Airyn bermonolog sendiri. Tatapan dan gerak-geriknya memang menunjukkan kecemasan, tidak tenang sebelum memastikan Arion baik-baik saja. "Setidaknya kalau pulang telat, bilang!" gerutunya sebal. "Aku bisa makan dan tidur dengan tenang tanpa harus khawatir gini. Senang banget bikin merasa bersalah."Airyn mengambil ponselnya di meja, mencoba menghubungi Bagas sekali lagi. Nomor pria itu aktif, hanya saja tidak diangkat. K
Ketika jam makan siang, tiba-tiba Airyn kedatangan tamu. Sebelumnya dia tidak mengira jika yang datang adalah ibu mertua. Airyn baru saja bangun tidur, belum sempat menyiapkan apa pun karena Arion juga membebaskan Airyn untuk istirahat sepanjang hari ini. Airyn ingin menyapa sebagai basa-basi agar kelihatan tetap sopan, namun urung karena merasa sungkan. Terlebih Megan juga langsung masuk dan meninggalkannya. Wanita itu terlihat membawa sekotak kue."Kamu baru bangun jam segini?"Megan melihat sekitar ruangan tersebut. Kebetulan di wastafel masih ada piring kotor, bekas Airyn menyiapkan sandwich untuk bekal Arion tadi. Keranjang pakaian kotor mereka juga terlihat penuh karena belum dijemput jasa laundry. Niatnya memang setelah ini baru akan Airyn bereskan semuanya."M—maaf, Bun, tadi aku ketiduran. Setelah ini baru beres-beres. Bunda mau aku bikinkan minum apa?" Airyn memainkan ujung tali bathrobe-nya, gugup. Mimik Megan tidak seramah biasanya, Airyn tahu wanita itu sudah terlanjur t
Katanya Arion punya hadiah spesial untuk Airyn. Ternyata benar. Usai Airyn berendam dan menghabiskan banyak waktu untuk merawat diri, dia dikejutkan dengan sebuket mawar di kasur. Tidak lupa, ada kertas kecil yang terselip di sana juga membuat Airyn terkekeh kecil.—Untuk cintaku yang baik hati—Airyn suka aroma mawar segar, menciptakan senyum kecil yang mewakili isi hatinya. Masih menggunakan jubah mandi, Airyn turun ke bawah sambil memanggil Arion beberapa kali. Terdengar suara kecil dari ruang makan, lagi-lagi senyum Airyn merekah."Wow!" pujinya menutup mulut sambil menatap dengan binar takjub. Di meja makan tersedia menu makan malam mereka, Arion yang memasak. "Wangi, pasti enak. Aku laper banget, dari luluran tadi perut aku bunyi."Arion selesai memotong buah, kemudian menghampiri Airyn dan mencium pipinya. "Duduk, Sayang, waktunya isi tenaga."Dengan riang, Airyn duduk ketika Arion menarik kursi untuknya. Kenapa tiba-tiba Arion semanis ini? Airyn sampai keheranan."Kamu juga wa
"Pak Arion, ngapain?" Airyn terkesiap ketika melihat sang suami itu berdiri tak jauh dari posisinya dan Aldo. Bahkan mereka baru saja ingin memulai obrolan, seketika sungkan. "B—boleh tinggalin kami dulu, ada yang mau dibicara sebantar?""Bicara saja, anggap saya tidak ada." Arion memasukkan kedua tangannya ke saku celana, menatap dengan sorot setajam belati—seolah sedang memperingati Aldo agar tidak macam-macam pada miliknya. "Lima menit, setelah ini kamu harus mengantarkan surat ke atas. Pak Abimayu sudah menunggu."Airyn menganga, lantas terpaksa senyum karena tahu mimik Arion tengah kesal. Jangan sampai dia mendebat, nanti malah muncul masalah baru."Ada apa, Aldo? Kamu repot-repot ke sini. Lain kali bilang ya kalau mau ketemu, jangan di sini. Aku posisinya lagi magang, nggak boleh seenaknya terima tamu sembarangan di luar kepentingan dengan Pak Arion." Aldo menatap Arion sekali lagi, dia juga melempar tatap permusuhan. "Lo serius menikah dengan pria aneh ini, Ai?" tanyanya senga
Arion mengusap puncak kepala Airyn ketika wanita itu diam lagi saat dia meminta bantuan memasang dasi. Sejak mereka mandi bersama, Airyn tampak malu dan pendiam, Arion sangat memahami situasi ini untuk mereka yang baru saja menjalani kehangatan sebagai pengantin baru. Bagi Arion, Airyn justru semakin lucu dan menggemaskan.“Ini dasinya, Ai. Apa kamu masih merasa nggak nyaman? Kalau pegal, nanti aku panggil jasa pijat ke sini, kamu nggak usah ke kantor.”Airyn menggeleng cepat, menegak saliva cukup sulit. Dia juga kesusahan mengumpulkan kata yang tercekat di kerongkongan. Wajah Airyn tidak berhenti memanas, rasanya masih tidak sanggup memandangi pria di hadapannya ini.“E—enggak usah. Aku baik kok, aku nggak pa-pa. K—kamu agak nunduk dikit, badan aku nggak sampe.” Dengan pipi kemerahan paham, Airyn berusaha tetap waras. Dia tahu Arion terus saja memandanginya, sesekali berusaha memberi perhatian dengan kecupan hangat dan kalimat manis penuh kekhawatiran. Padahal Airyn baik, dia tidak k
"Ayah tidak percaya akhirnya kamu akan jatuh cinta." Abimayu tersenyum singkat. "Hanya saja, Ayah tidak bisa bohong, kami terkejut mengetahui siapa sebenarnya Airyn. Kamu dan Bagas sejak awal yang membuat kebohongan ini, Arion. Kamu kasih data diri Airyn yang berbeda ke Bunda, tidak salah jika Bunda juga kecewa dengan perbuatan kamu."Arion mengangguk, menyadari dosanya. Memang benar, selama-lamanya menyimpan dusta pasti akan ketahuan juga."Aku tahu aku salah, Yah. Aku juga awalnya terlalu takut memberi tahu siapa Airyn. Takut Ayah dan Bunda nggak setuju. Maaf kalau sikap aku masih kekanak-kanakan sekali.""Tunggu Bunda kamu lebih tenang dulu, lalu datanglah ke sini lagi untuk bicara padanya. Jangan sekarang, Ayah juga tidak bisa memaksakannya saat ini. Biarkan Bunda sendiri dulu, sambil belajar menerima.""Iya, Yah. Aku berharap Bunda bisa memahami pilihan aku. Percaya, aku tahu siapa yang terbaik untuk hidupku."Abimayu menghela panjang, memijat pangkal hidungnya. "Untuk saat ini,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments