"K-kamu baik-baik saja?" tanya si pria cukup kaget mendengar isak tangis Airyn. Di tengah kebingungan, pria itu tak sengaja mendapati Aldo dan dua temannya yang sedang menguntit. "Tiga cowok itu mengancam kamu?"
Airyn mengangguk cepat dengan tubuh bergemetar kecil.Pria itu menepuk-nepuk pelan punggung Airyn, memberi tatapan tajam pada Aldo yang sedang mengawasi mereka beberapa saat sebelum akhirnya memilih pergi. "Tenanglah. Kamu aman sekarang.""Mereka pergi?""Sudah."Airyn segera melepaskan pelukannya, menjaga jarak dengan wajah memerah padam sampai ke telinga. Dia malu, tapi tidak ada pilihan lain. Airyn takut Aldo menyekap dan nekat memerkosanya di toilet."Maaf.""Ambil ini." Pria itu memberikan sapu tangan, barulah Airyn mengangkat wajah untuk menatapnya."Enggak usah."Tidak membiarkan dirinya ditolak, pria itu mengambil tangan Airyn, meletakkan sapu tangannya di sana. "Kamu sedang membutuhkannya."Airyn mengeluarkan ingus yang sejak tadi membuat hidungnya padat. "Terima kasih.""Tidak usah dikembalikan, simpan saja."Harusnya memang tidak usah dikembalikan, apalagi bekas ingus dan air mata Airyn. Pikirannya kosong, alhasil Airyn semakin mempermalukan dirinya.Telepon dalam saku kembali berdering, pria itu segera meninggalkan Airyn untuk kembali mengangkat telepon dan melangkah lebar menuju ruang Rektor.Airyn menatapnya lagi, ingin membuka suara tetapi sudah terlambat."Dosen baru?"Airyn memejam cemas, menjambak rambutnya karena takut jika pria tadi adalah dosen baru di fakultasnya.Kenapa setelah pria itu pergi, Airyn baru menyadarinya?"Astaga Airyn, harusnya tadi kamu lebih hati-hati."Bagaimana jika kelancangannya tadi menjadi penilaian buruk untuk Airyn ke depannya? Bisa saja berpengaruh pada beasiswanya untuk semester depan dicabut?Airyn baru satu semester ini mendapatkan pembebasan Uang Kuliah Tunggal—setelah mengurus berkas yang cukup rumit, sementara kuliahnya masih ada tiga semester lagi.Oh, Tuhan!***"Airyn, kamu punya uang?" Jika tadi pagi papanya yang menodong uang, kali ini mamanya. Wanita itu tiba-tiba berada di kamar Airyn ketika dirinya baru saja tiba di rumah. Dia lelah sekali jalan kaki mulai dari kampus menuju daerah yang dilalui angkot, lalu dari terminal hingga ke rumah."Ma, kapan datang?""Kamu nggak suka kalau Mama pulang?""Enggak gitu. Mama udah makan? Aku belum masak, uang juga sisa lima ribu.""Papa kamu nggak kasih uang?""Ma, jangankan ngasih uang, papa aja tadi pagi ambil uang aku."Sera menggertakkan gigi dengan bibir menipis geram. "Nanti Mama carikan kamu pria kaya yang bisa kamu poroti. Kamu sudah besar, Airyn, setidaknya ada timbal balik buat Mama yang sudah besarin kamu selama ini. Jangan cupu dong, berani dan hidup bebas mulai dari sekarang. Memangnya kamu betah hidup miskin terus?""Ma, aku nggak mau jadi pelacur.""Terus mau kerja apa? Jaman sekarang serba susah, Airyn, kalau nggak nekat, kiamat hidup kamu. Jadi pelacur nggak ada salahnya, yang penting uang lancar. Nggak usah kebanyakan mikir, hidup juga cuman sekali."Airyn tidak mendengarkan, memilih beberes buku-bukunya. Dia sudah tekankan sejak dulu jika pelacur bukanlah pilihannya. Papa Airyn juga tak mengizinkan dia jadi salah seorang dari rumah susun Anggrek. Kalau papa Airyn dengar mamanya berkata demikian, mereka akan bertengkar hebat lagi."Masakin Mama sesuatu, Mama lapar.""Cuman ada mie. Mama mau?""Terserah. Jangan lama, nanti Mama dijemput kekasih Mama yang jauh lebih muda dan ganteng daripada Papa kamu. Mau pergi jalan-jalan, menikmati sisa hidup."Kenapa nggak makan di luar saja? Stok mie sisa beberapa bungkus, mungkin hanya cukup untuk Airyn dan papanya sampai besok pagi.Turun dari kamar yang berada di loteng, papanya datang bersama seorang wanita. Terlihat jika pria itu sedang memegangi botol alkohol yang menjadi minuman paling disukai sehari-harinya. Sungguh, Airyn lelah sekali. Dia bosan melihat kehidupan keluarganya seperti ini. Berantakan, tidak tertolong lagi."Airyn, ada mama kamu?""Iya.""Jangan dipinjamin uang kalau mama minta. Kebiasaan. Ini Papa ganti uang kamu yang tadi, simpan baik-baik jangan sampai diambil mama. Dihemat-hemat ya, nanti malam kalau dapat uang, Papa tambahin lagi buat tabungan kamu." Guntur menyerahkan dua ratus ribu, menyembunyikan dalam saku celana Airyn."Airyn, aku bawain nasi padang. Dimakan, ya." Wanita yang membersamai Guntur hari ini adalah Veroni, katanya dia kekasih papanya. Sejauh ini, wanita muda itu tak pernah membuat masalah dengan Airyn, hingga hubungan mereka bisa dibilang baik-baik saja.Veroni salah seorang pelacur kesayangan Guntur juga, tak heran jika keduanya bisa menjalin kasih karena memang sering bersama ke mana-mana."Nggak usah masak, kamu makan yang ada aja dulu. Papa juga sudah makan.""Mama minta buatin mie, Pa.""Kenapa nggak mama kamu saja yang buat sendiri, Ai? Dari dulu sibuk memerintah kamu terus, dia itu bukannya nggak bisa, tapi memang pemalas.""Pa, udah. Nggak usah bikin keributan. Bentar doang kok ini buat mie rebus.""Jangan mau disuruh-suruh sama mama, kamu juga capek habis kuliah dari pagi. Lagian ngapain dia ke sini lagi, bukannya kemarin udah nggak mau nemuin kita selamanya?""Biarin, Pa, 'kan aku masih anak mama.""Jangan terlalu nurut, Papa nggak suka sama sikap mama kamu. Dia selalu seenaknya sendiri. Kalau marah sama Papa, cukup ke Papa aja, nggak perlu tega ke kamu. Gimana pun kamu tetap darah dagingnya. Lihat sekarang, dia pasti lari ke kamu juga kalau butuh sesuatu."Airyn mengangguk saja untuk menghindari perdebatan lebih banyak. Dia tidak bisa memihak salah satunya, sebab ini antara papa dan mamanya. Sama-sama seseorang yang penting dalam hidup Airyn."Papa pergi dulu sama Oni, kamu baik-baik di rumah. Jangan sembarangan bukain pintu kalau nggak kenal orangnya. Lapor sama Papa bila ada yang macem-macemin kamu di daerah sini. Biar Papa kasih pelajaran mereka.""Iya, Pa. Papa juga hati-hati, jangan mabuk-mabukan di tempat umum, nanti ditangkap polisi lagi. Aku takut Papa di penjara, nanti aku sendirian."Guntur mengusap puncak kepala Airyn. "Iya. Belajar yang pintar, jangan sampai kuliahnya sia-sia. Kamu harus jadi orang sukses."Airyn tersenyum haru. Dia akan!"Sembunyiin nasi padang kamu, jangan sampai dimakan mama. Itu buat kamu." Pesan Guntur sebelum benar-benar pergi.Selesai memimpin rapat, dia memasuki salah satu ruangan khusus untuk mencari data diri seorang gadis yang memeluknya tadi. Hanya memerlukan waktu beberapa puluh menit, dia menemukannya secara lengkap.Airyn Gershon, gadis berusia dua puluh tahun yang saat ini sedang duduk di bangku perkuliahan semester lima. Dia berada di fakultas ekonomi, mengambil bagian manajemen bisnis. Sejauh ini perolehan nilai Airyn sangat bagus dengan indeks prestasi komulatif sementara di angka 3.97 dari 4.00.Saat membaca bagian beasiswa yang didapatkan Airyn, pria itu tersenyum miring."Pak Arion, ini dokumen yang Bapak perlukan tadi." Seorang dekan menghampiri pria bernama Arion ini, menyerahkan map berisikan beberapa dokumen penting yang harus dia tanda tangani."Terima kasih, Bu."Mengesampingkan tentang Airyn, Arion lebih dulu mendahulukan berkas pentingnya untuk di tanda tangani segera. Setelah ini dia harus secepatnya kembali ke kantor untuk mengurus kerjaan yang lain. Hari ini Arion hanya mewakili ay
"Arion, kamu baru pulang, Nak? Segera bebersih, Bunda punya tamu spesial buat kamu." Nyonya Harrison menyapa hangat ketika mendapati putra sulungnya datang. Masih sama seperti biasa ketika dia pulang ke rumah, selalu menerima kasih sayang yang tiada tanding meski usianya sudah kepala tiga.Biasanya Arion tinggal di Penthouse pada salah satu gedung apartemen paling mewah di Ibu Kota atas kepemilikan keluarganya, Harrison Group. Apartemen itu masih satu kawasan dengan kantor, sehingga memudahkan Arion untuk pulang pergi melakukan kewajibannya sebagai Direktur Muda penerus ayahnya kelak."Siapa, Bun?""Rahasia. Ada di ruang baca Mama, nanti kita makan malam bersama. Kamu bersiaplah seganteng dan serapi mungkin.""Andre datang bersama istri dan anaknya?" Arion bisa menebak dengan mudah, sebab tadi sempat dapat kabar jika si sulung akan datang sesuai pinta ayahnya yang sedang sakit. "Itu nggak salah, tapi masih ada kejutan lain."Arion tersenyum, mengecup pipi sang bunda dengan penuh kasi
Nyonya Harrison membuka gorden yang langsung menghadap pada tempat tidur Arion, membuat sang empunya silau. "Bangun, Nak, sudah jam sembilan."Arion menggeliat di bawah selimut tebal berwarna hitam, mengubah posisi kepalanya membelakangi gorden. Dia belum berniat bangun, masih mengantuk akibat semalam begadang hingga hampir subuh bermain poker bersama Andre.Tidak sia-sia, Arion yang menang hingga meraup puluhan juta rupiah."Ajak Fevita jalan-jalan sambil mengobrol lebih banyak, Arion, nikmati waktu libur kamu berkenalan dengan wanita."Fevita Adiyaksa, wanita cerdas dan mandiri berusia dua puluh lima tahun yang saat ini menduduki jabatan sebagai Co-Founder di perusahaan keluarganya, PT. Adiyaksa Utama."Berhenti jodohin aku, Bun, nggak bakal berhasil.""Belum kamu coba, jangan menyerah dulu. Umur kamu sudah berapa, Arion, nggak berniat menikah?" dumel Nyonya Harrison sambil merapikan buku-buku Arion di meja. Sejak semalam Nyonya Harrison gemas pada Arion, putranya itu tampak mendia
"Pa, kenapa malah mintain Pak Arion uang?" Airyn memejam jengah dengan sikap Guntur, tidak habis pikir jika berdebatan mereka malah berujung pemerasan.Guntur berhasil memeras Arion sebesar dua juta akibat perlakuan tidak baik dan pukulan yang diterimanya. Jika tidak, Guntur mengancam akan membawa masalah ini ke pihak berwajib."Sudah sepantasnya dia ganti rugi. Kamu pikir hidung dan bibir Papa nggak berdarah akibat pukul satpamnya yang gendut itu?" Guntur balas mengomeli Airyn yang sejak tadi juga lumayan menyulut emosi di hadapan Arion. Anaknya itu terlalu lemah, padahal Guntur memang sengaja memanfaatkan keadaan.Kapan lagi memeras orang kaya secara cuma-cuma? Uangnya bisa Guntur pakai untuk membeli minuman dan modal berjudi nanti malam.Sementra Airyn, dia hanya tidak ingin papanya semakin dipandang sebelah mata oleh orang lain. Namun, sikap Guntur sendirilah yang membuat dirinya tercela."Apa kata Pak Arion nanti, Pa? Aku nggak enak." Terlebih dia akan bersama Arion selama dua b
Airyn menganga, melihat sekitar mereka untuk mencari keberadaan seseorang yang lain. “Bapak ngapain ke sini?”“Ma, aku mau bicara sebentar. Tunggu dulu.” Dia cepat-cepat menarik tangan pria itu, membawanya agak menjauh dari Sera.“Bapak, jangan bilang aku orang sini sama siapa-siapa, ya?” Airyn berbisik cemas. “Aku juga nggak bakal bilang kok kalau Bapak main-main sama pelacur di sini. Aku janji.”“Kamu menuduh saya yang tidak-tidak,” balas Bagas tidak terima. “Saya hanya tidak sengaja lewat sini, lalu nyasar.” Jika kalian tanya siapa yang pintar membuat alibi, maka Bagas jagonya. Sekarang dia tiba-tiba menjadi detektif handal yang diutus Arion. Bagas mengakui dirinya serba bisa, asal jangan mencari berlian di lubang semut saja.Airyn menatap Bagas tidak percaya. “Ah, gitu, ya? Ya sudah, Bapak aja yang jaga rahasia aku.” Menangkup kedua tangan, meminta sangat serius.“Ai, ayo! Jangan bikin Mama makin murka.” Sera bersungut jengah menunggu Airyn.“Pak, aku harus pergi. Bapak sebaikny
Sekitar jam tujuh, Airyn terbangun dari tidurnya. Dia terlonjak ketika menyadari ruangan yang begitu asing. Buru-buru Airyn mengecek keadaannya, untunglah masih aman seperti semalam. Sementara itu, di nakas tersedia sepotong roti bakar cokelat, obat, air, dan kertas kecil yang menempel pada gelas. "Makan dan minum. Habiskan!”Airyn meminum obatnya untuk meredakan pusing, lalu memakan roti sambil berusaha mengingat kembali kejadian semalam. Dia ingat jika Arion datang mencoba menghentikan, namun bukannya melepaskan, pria tua itu justru semakin kasar mendorong Airyn ke kamar hingga harus bertengkar dulu dengan Arion yang tampak tak terima melihat perlakuannya.Tanpa sengaja di tengah keributan, Pak Sagara mendorong Airyn sampai terbentur pintu. Setelah itu semua gelap, Airyn pingsan.“Dasar om-om tua itu. Untung kepalaku nggak bocor.” Airyn bersungut sebal, lalu salah fokus pada jam kecil yang ada di nakas “Ya Tuhan, telat!” Dia melompat dari kasur, tetapi malah terjungkal karena terl
“Tolong, putus semua kerja sama kita bersama Pak Sagara dan istrinya. Saya tidak ingin mendengar nama maupun melihat wajahnya lagi. Pria itu di depan istrinya saja seperti kambing congek, di belakang berbisa daripada ular.” Arion memutuskan dengan tegas, tanpa pandang bulu. Pak Sagara hanya debu kecil yang sangat mudah Arion singkirkan. Bahkan jika masih saja mengganggu Airyn, Arion tak segan membuatnya gulung tikar.“Anda serius, Pak? Padahal lusa Anda ada pertemuan dengan mereka di hotel Dexonc untuk membahas lebih lanjut mengenai logo kopi dalam kemasan terbaru, bukan?”“Saya tidak peduli. Pria itu mengacaukan gadis saya.” Arion menaikkan bahu, menyeruput kopinya sambil membubuhkan tanda tangan pada beberapa dokumen penting.Bagas memutar bola mata malas. “Arion, dengarkan saya. Airyn juga pelacur kecil, sebenarnya mereka sama-sama cari untung. Mungkin ada beberapa faktor yang bikin Airyn takut, akhirnya semalam dia merasa terancam. Ayolah, jangan bodoh karena baru mengenal cinta.
Arion melangkah lebar meninggalkan lobi, menuju ruangannya untuk menetralkan amarah yang memuncak. Tidak disangka pada hari yang cerah siang ini, istrinya Pak Sagara mendatangi Arion dan berakhir membuat keributan. Wanita itu tidak terima karena Arion memutus kerja sama mereka sepihak tanpa ada konfirmasi apa pun. Dia merasa dirugikan dan meminta tanggung jawab.Arion awalnya tidak terlalu menanggapi serius, hanya saja ketika Pak Sagara muncul dan mulai menyulut, barulah Arion turun tangan untuk menghajarnya. Sudah sejak malam itu dia tahan, baru sekarang terlaksana. Rasanya benar-benar puas.Pak Sagara tidak terima kena pukul, ingin membalas, hanya saja Bagas dan satpam berhasil memisahkan mereka.Dengan perasaan kelewat murka, Arion memperingati istri Pak Sagara agar berhati-hati terhadap suaminya. Pria itu tidak bisa dipercaya dan sangat berbahaya.Arion juga menyuruh Bagas memperingati Pak Sagara. Jika pria itu masih ingin berurusan dengannya, Arion tak segan mempermalukan sekal