Tatapan remaja itu menajam bak elang yang sedang membidik mangsanya dari atas udara. Dalam diam, gadis yang menjadi objek tatapan remaja jangkung berponi naik itu paham benar kalau datangnya sang pujaan hati bukan sebab rindu menggebu yang menguasi dalam diri. Abian Malik Guinandra, datang kemari menemui dirinya dengan tatapan tajam, marah yang berapi-api serta segala helaan napas berat itu pasti dengan maksud dan tujuan yang mendasar. Entah kesalahan apa yang sudah dilakukannya hingga Malik, remaja yang sudah bertahun-tahun lamanya ada dan bersarang di dalam hatinya mau datang dan menghampirinya terlebih dahulu.
Dalam sejarah hidup seorang Hela Ileana menjadi ‘dewinya’ Sekolah Menegah Atas Cakra Binanta, Malik tak pernah mau datang dan menghampirinya untuk bersua dengannya terlebih dahulu. Harus Hela yang melakukannya. Selalu dirinya lah yang memulai segalanya terlebih dahulu. Bahkan, terkadang ketika Hela sedang berbicara pada remaja jangkung itu i
“Gue yang ngasih tahu,” sela
“Kenapa lo melakukannya?” Malik mulai berbicara. Nada tegas dengan tatapan mengintimidasi adalah caranya bercengkerama dengan dengan Daffa siang ini.“Melakukan apa?” tanya remaja itu berbasa-basi. Sukses membuat Malik membuang tatapannya dan menghela napasnya berat.Remaja itu kini berkacak pinggang dan kembali menatap Daffa dengan benar. “Gue akan langsung ke intinya karena gue tahu lo adalah orang goblok,” sarkasnya dengan nada melirih.Daffa hanya tersenyum miring sekarang ini. Menunggu kalimat dari Malik yang masiih fokus untuk menenangkan amarahnya sekarang. Hanya sebab ia datang dan menyela Malik yang sedang berbincang dengan Hela, remaja jangkung itu terlihat semarah ini sekarang? Daffa rasa tidak. Ia yakin benar bahwa Malik marah dan emosi saat ini sebab satu hal yang pasti.“Kenapa lo melakukan semua kebohongan untuk membantu Xena dan kenapa lo tele
Xena berjalan ringan menyusuri lorong sekolah yang akan menghantarkan dirinya masuk ke dalam kelas. Bersama dengan remaja jangkung yang baru saja membuat Nara kalah telak. Xena tak tahu kalau Bara adalah remaja yang pandai jikalau disuruh untuk bersilat lidah seperti tadi. Seakan bermain kata-kata adalah caranya untuk menjalani kehidupan remaja yang penuh dengan liku dan permasalahan. Remaja itu membantu Xena untuk memenangkan pertengkarannya dengan Nara. Membuat gadis itu bungkam dan pergi begitu saja tanpa berani untuk banyak berucap lagi."Makasih untuk bantuannya." Xena menyela langkah dengan memberikan kalimat singkat penuh keraguan dan rasa canggung yang mendominasi di dalam dirinya saat ini."Sama-sama." Bara menyahut. Sejenak menoleh pada gadis bermata indah yang masih saja canggung dengan terus mencuri-curi pandang ke arahnya. Bagi Xena ini adalah momen kali pertamanya berjalan dengan seorang laki-laki di lingkungan sekolah. Juga meningkat Bara adala
"Tentu karena yang tanya itu adalah lo." Deg! Kalimat itu terbayang-bayang di dalam pikiran Xena sekarang ini. Membuat langkah yang baru saja kembali tercipta itu tak tentu arah sebab fokusnya yang berubah. Xena tak mengerti, seperti apa Bara itu? Jikalau di lihat sekilas pandang saja, pemilik nama lengkap Haidar Bara Ivander itu adalah remaja yang berkharisma dengan ketenangan dan kedamaian yang ada di sekitarnya. Cara Bara menyikapi dunia tergolong tenang dan menguasai. Seperti layaknya Daffa Kailin Lim. Ia menemukan orang yang berbeda untuk kesekian kalinya. Jikalau Malik adalah remaja yang suka menanggapi 'dunia' dengan melucu dan melawak untuk mencairkan suasana, Bara dan Daffa adalah tipe orang dingin dengan penguasaan yang tenang dan berwibawa.Bedanya, Bara terlihat begitu misterius dari pada Daffa yang tergolong biasa tak ada yang ditutupi oleh remaja itu. Banyak orang mengetahui kehidupan Daffa. Namun dari semua fakta yang dimiliki remaja itu, tak satupun mampu
Xena melirik remaja jangkung yang baru saja meletakkan pantatnya duduk di atas kursi sisi kotak obat besar tempat Xena mengambil apapun yang ada di dalamnya. Dari sekian banyak tempat, Xena memilih UKS sekolah sebagai tempatnya memenuhi panggilan dari si saudara tiri. Xena masih tak mengerti mengapa Malik memanggilnya dan membuatnya mendustai Bara yang sudah baik menolong Xena dari Nara."Lo baik-baik aja?" Malik mulai membuka suaranya. Dengan lirih samar terdengar oleh Xena saat ini.Gadis itu menoleh. Kembali meneliti sekitarnya untuk memastikan bahwa yang ada di dalam UKS hanya dirinya bersama Malik. Tak ada yang sedang menguping atau sedang mendengarkan pembicaraan mereka."Tentu. Gue baik-baik saja." Xena menyahut kemudian. Ikut dengan nada lirih dan tenang agar tak menimbulkan suara yang mengganggu dan menyita banyak orang di luar UKS. Meskipun bel baru saja datang dengan lantang berdering, namun halaman dan lapangan sekolah tak pernah
"Kalian berdua ngapain di sini?" Gadis berambut pendek dengan poni yang jatuh tepat di atas kedua alis cokelat tua yang indah melengkung bak bulan sabit di tengah langit malam itu kini menyela. Tatapannya menelisik. Tajam mengarah pada jari jemari panjang milik Malik yang kini mulai perlahan melepas genggamannya dari ujung rok pendek yang dikenakan oleh Xena."Tangan itu ...." Nea ragu menunjuk pergerakan kecil yang dilakukan oleh Malik. Membuat Xena ikut menoleh dan menundukkan pandangannya. Ia terlalu terkejut dengan kedatangan Xena yang tiba-tiba saja menyela dan meneriakkan nama Malik dengan lantang bersama sisipan emosi yang sedikit menggebu hingga Xena lupa untuk membuat jari tangan Malik lepas dari ujung rok pendek miliknya."Lo mau mesum ke sahabat gue?!" pekik Nea sigap menarik tubuh Xena untuk berdiri di belakangnya. Menjauhkan di sahabat baik agar tak berjarak dekat dengan Abian Malik Guinandra.Remaja jangkung itu berdiri. Yang tadinya ia butuh untuk me
Xena menatap remaja jangkung yang ada di depannya. Tak acuh pada Nea, si teman sebangku yang masih sibuk memainkan pena hitam di dalam genggamannya. Gadis itu bimbang. Apa yang dikatakan Nea sebelum mereka datang dan masuk kembali ke dalam kelas untuk mengikuti pembelajaran yang berlangsung. Apa yang dikatakan oleh Nea sukses menjadi beban pikiran untuk Xena. Mengetahui fakta bahwa sang saudara tiri begitu memperdulikannya tentu menjadi tamparan tersendiri untuk seorang gadis cantik bermata mirip indahnya kacang almond itu. Dalam peringai yang ditunjukkan oleh Malik untuknya, remaja itu tergolong remaja yang tak acuh. Tak banyak memperhatikan Xena kalau sudah masuk ke dalam lingkungan sekolah. Bukan sebab Malik yang menginginkannya, akan tetapi ia hanya mengikuti perjanjian yang disepakati remaja itu bersama sang saudara tiri, Xena Ayudi Bridella."Menurut lo Daffa beneran bohong sama gue?" Nea menyela. Memecah fokus gadis yang ada di sisinya untuk menoleh dan menanggapi kalim
Langkahnya gontai menyapu jalan setapak yang menjadi alas pijakannya saat ini. Kelas telah usai, perjalan pulang pun sudah ditempuh gadis itu tanpa ada keraguan sedikitpun, kini saatnya ia menyambangi rumah tercinta. Dalam harap yang akan menyambutnya kali ini adalah sang mama atau kalau tak beruntung, boleh lah sang papa yang tersenyum membukakan pintunya. Mengingat ini adalah hari terakhir sebelum akhir pekan datang menyapa. Memungkaskan segala aktivitas dan lelah yang menjadi rutinitas warga Kota Jakarta dalam menjemput kehidupan dan mengikuti alur garis kehidupan.Xena melepas sepatunya. Melemparnya asal tak tentu arah dan tempatnya, yang terpenting untuk Xena sepatu lusuh itu pergi dari hadapannya sekarang. Masa bodoh dengan kemana perginya sepatu itu selepas ia melemparnya."Lo baru balik?" Seseorang menyela. Selepas pintu gerbang ditutup rapat kembali, perawakan tubuh jangkung berseragam cokelat muda identik dengan yang digunakan oleh Xena tertangkap jelas oleh se