Tanpa terasa setahun telah berlalu dan tepat hari ini adalah kelulusanku di sekolah North High School Dallas. Aku merayakannya bersama dengan teman dekatku, Gillian Moore dan tentu saja Mattew Steward.
Malam itu kami bertiga berkumpul bersama di flat kecilku di pinggir kota.Minum bersama dan tertawa penuh canda seakan melepaskan penat setelah beberapa bulan disibukan dengan jadwal sekolah yang melelahkan.Hingga saat itu Gillian menerima telepon dari ibunya agar ia cepat kembali ke rumah, keperluan mendesak itu alasan yang Gillian katakan pada kami. Setelah Gillian pergi kini hanya aku dan Matt di rumahku sendiri, suasana tiba-tiba menjadi canggung karena tak ada Gillian diantara kami berdua, hal itu memang jarang terjadi.Gillian selalu ada di tengah-tengah kami, sifatnya yang ceria membuat siapapun cepat akrab dan menyukainya. Berbeda dengan aku yang cenderung lebih tertutup dan pemalu."Apa kita akan masih sering berjumpa Michelle setelah kita lulus dan tak satu sekolah lagi?" tanya Matt memecah keheningan diantara kami."Ah, tentu saja. Kau kan sudah tahu rumahku dan kau bisa berkunjung kapan saja Matt" sahutku tersenyum samar."Benarkah? Tapi jika lebih dari itu, apa kau juga mau?" tanyanya kembali.Saat itu juga aku terkejut dengan ucapannya yang bagiku adalah sebuah kode."A-pa maksudmu Matt?" tanyaku lirih."Kau, Michelle...Aku tak mau berpisah denganmu, aku tak sanggup walaupun satu hari saja tanpa melihat wajahmu. Aku mencintaimu Michelle, kau tahu itu. Kali ini aku memohon untuk yang terakhir kalinya, apakah kau mau menerima cintaku ini?" ucapnya penuh keyakinan, kedua tangannya menggenggam erat jemari tanganku.Lama aku diam dan berpikir, hatiku gelisah seperti tak tentu arah.Matt memang pria yang baik, dia selalu menolongku di saat aku membutuhkan bantuan selama ini.Dan selama lebih dari satu tahun dia mendekatiku dan memberikanku banyak perhatian. Berapa kali pun dia mengungkapkan cintanya padaku namun aku selalu menolaknya halus, dengan alasan aku ingin fokus sekolah dan bekerja hingga kelulusan karena hanya diriku sendirilah yang bisa diandalkan untuk menghidupi hidupku sendiri selama ini."A-ku hanya seorang yatim piatu, Matt dan tak memiliki siapapun. Hanya rumah ini yang aku punya dalam hidupku, berbeda denganmu yang memiliki banyak kelebihan. Kita sangat berbeda Matt, a-ku merasa hubungan ini akan sulit jika kita bersama," sahutku lirih, aku menatapnya lemah dan kulihat Matt menggelengkan kepalanya sebagai ucapan penyangkalan."Tidak, tidak. Itu tidak benar Michelle, aku mencintaimu apa adanya, jangan kau permasalahkan status sosial kita dan jangan jadikan itu sebagai halangan untuk kita membina sebuah hubungan, Michelle.Aku mohon padamu," sahutnya meyakinkan."Benarkah?" tanyaku memastikan dan Matt mengangguk penuh keyakinan seraya mengecup lembut tanganku di genggamannya."Jadi, apa kau mau menerimaku, Michelle Scullys?" tanyanya sekali lagi dengan tatapan penuh harap.Aku tersenyum dan mengangguk yakin."Ya, Matt aku mau," ucapku malu-malu dan seketika itu pula, Matt langsung memelukku erat dan mencium keningku."Terima kasih Michelle, terima kasih," ucapnya dengan senyum mengembang.Kemudian sebuah suara mengejutkan kami berdua, suara dari pintu luar.Kami saling bertatapan dalam diam dan segera aku beranjak bangkit membuka pintu luar yang letaknya hanya beberapa meter dari tempat kami duduk bersama. Kubuka pintu dan pandanganku menyapu seluruh tempat di luar halaman rumahku."Tak ada siapa pun," pikirku dalam hati.Namun pandanganku berhenti tepat dibawah kakiku, sebuah buket bunga mawar merah tergeletak begitu saja di bawah pintu tepat aku berdiri sekarang.Bunga? Milik siapa ini dan bagaimana bisa ada di depan rumahku?Mungkinkah tadi suara yang kami dengar adalah orang yang membawa bunga ini?Pertanyaan demi pertanyaan terus bergema di dalam pikiranku saat ini. Tak ada jejak dari siapapun."Siapa Michelle?" tanya Matt menyusul di belakangku."Ah, aku tak tahu Matt...," sahutku"Ada seseorang yang meninggalkan bunga ini di depan pintu," tambahku bingung seraya menunjukan buket bunga mawar cantik itu pada Matt."Mawar? Mungkinkah kau punya penggemar di belakangku Michelle?" Matt bertanya penasaran, kedua matanya menyempit menunjukkan ketidak sukaan.Seketika aku tertawa pahit mendengar ucapan Matt."Itu tidak mungkin, aku tak punya teman laki-laki selain kau, Matt. Aku rasa bunga ini hanya salah kirim dan tak sengaja ditinggalkan di depan rumahku," sahutku asal.....( POV 3 )Ia merasa lemah dan putus asa.Langkahnya lunglai dan terasa tanpa arah, hatinya hancur dan remuk saat ia mendengar pembicaraan Michelle Scullys bersama dengan Mattew Steward tadi, pernyataan cinta saingan cintanya.Ia kalah telak dan kalah cepat mendapatkan cinta Michelle Scullys, gadis pujaannya selama ini, yang ia kagumi diam-diam.Ya, siapa lagi kalau bukan Teddy Johnson.Dialah pria yang pembawa buket mawar itu.Malam ini, malam disaat kelulusan, ia berencana mengungkapkan isi hatinya selama ini dan sekaligus berpamitan.Karena ia akan bersekolah di luar negeri hingga S2 nanti.Michelle Scullys adalah gadis yang ia cintai dalam diam, ia menyimpan rapat perasaannya sendiri selama ini. Sejak pertemuannya yang pertama saat insiden di perpustakaan itu, hati dan pikirannya tak bisa berhenti memikirkan Michelle Scullys dan ia meyakini perasaan itu sebagai cinta, namun ia terlambat untuk menyadarinya.Ia tak berani mendekati gadis itu, karena ia tahu Michelle memiliki dan mencintai pria lain bukan dirinya yang hanya kebetulan Michelle tolong waktu itu. Selama ini Ted Johnson hanya mengagumi Michelle dan memilih memendam perasaannya pada gadis itu.Menjaga dan mengawasi semua yang Michelle lakukan selama ini tanpa gadis itu sadari, karena dirinya bukanlah pria yang mudah mengekspresikan perasaannya pada siapapun terutama pada gadis yang ia cintai.Karena ia tahu di belakang Michelle Scullys banyak para siswa di sekolah yang selama ini mengunjingkan masa lalu Michelle yang terkenal buruk dan berasal dari status sosial yang berbeda.Michelle Scullys hanya memiliki kecantikan dan kecerdasan yang dimilikinya sehingga ia bisa bertahan di sekolah itu namun di belakang itu semua banyak para siswa yang membicarakan asal usul Michelle, terutama orang-orang di sekolah yang membenci Michelle Scullys dan Ted Johnson yang memberikan mereka semua pelajaran dengan caranya sendiri selama ini.Oleh sebab itu baginya hanya melihat senyum dan kebahagiaan Michelle sudah lebih dari cukup membuatnya tenang dan bahagia dan ia bertekad untuk mengubur cintanya hingga sampai saat ini."Biarlah ini menjadi bagian dari kisah cintaku yang berakhir menyedihkan.Cinta pertamaku yang bertepuk sebelah tangan," ucapnya dalam hati.******( POV 1 )Kulihat Gillian menangis terisak di depan parkiran restoran, kedua matanya menatap sendu mobil milik Michael yang melaju begitu saja tanpa memperdulikannya. Melihatnya seperti itu aku semakin yakin jika Gillian begitu mencintai Michael Rouis, hal itu membuatku semakin puas karena berhasil membuatnya merasa menyesal. Rasa cintanya begitu besar pada pria sebaik Michael Rouis namun sifat picik dan serakahnya tetap tak berubah.Ya, pria bernama Alex Miles adalah orang suruhanku yang kuperintahkan untuk menggodanya. Jika ia wanita yang setia, ia tidak mungkin menerima ajakan pria yang baru dikenalnya bukan? Namun, seperti yang aku tahu, sifat Gillian yang serakah itulah yang telah menghancurkan dirinya sendiri. Dengan kata lain ia gagal menjadi wanita yang setia hanya dengan iming-iming pria tampan dan kaya, sungguh ironis."Apa sekarang kau merasa menyesal Gillian Moore? Akan aku pastikan Michael Rouis tak akan mau kembali dengan wanita serakah dan picik sepertimu," sindirku saa
Siang itu di butik milik Gillian Moore kedatangan seorang pria tampan dengan penampilan perlente yang luar biasa. Gillian dapat menebak jika pria itu mungkin seorang CEO di sebuah perusahaan besar, karena mobil yang pria itu kendarai adalah mobil sports edisi terbatas berharga fantastis. Tahu mendapatkan calon pelanggan dan mangsa empuk yang rupawan, Gillian Moore pun melayani pria itu dengan memasang penampilan sebaik mungkin di depannya sekarang."Selamat siang, Tuan. Selamat datang di butik saya, apa ada yang bisa saya bantu?" sapa Gillian dengan senyuman ramah dan paling cantiknya.Pria itu melepas kacamata hitam yang dipakainya dan itu membuat Gillian semakin terpesona dengan mata biru pria di depannya sekarang."Carikan aku jas dan kemeja yang terbaik untukku, Miss," sahut sang pria."Oh, tentu. Silakan, Tuan. Di sebelah sini! Banyak pilihan yang cocok untuk anda pilih dan bisa anda coba," tawar Gillian penuh semangat.Gillian pun sibuk mempromosikan koleksi jas dan kemeja terba
( POV 3 )Sepulangnya dari apartemen Judith Hills, Michael Rouis tak bisa berhenti berpikir dengan semua cerita yang wanita cantik berambut merah itu ceritakan. Tentang kisah pilu sebuah pengkhianatan hingga berujung kehilangan. Dan yang paling membuatnya terkejut adalah nama kekasih tercintanya disebut dalam cerita Judith Hills. Apakah Judith berbohong dengan ceritanya? Dan apakah Judith hanya mengarang cerita saja agar ia bersimpati padanya?Namun mungkinkah itu? Lalu jika iya apa motifnya? Hati kecil Michael menyangkal itu semua, jika Judith Hills tak mungkin berbohong dengan semua yang baru saja ia ungkapan padanya. Wanita itu berkata jujur, karena sebodoh apa pun dirinya, Michael tahu orang yang berkata jujur atau tidak. Semua terlihat di mata Judith Hills, jika wanita itu memang memiliki trauma atas masa lalu buruk yang pernah ia alami. Jika semua yang Judith Hills ungkapan adalah benar, lalu berarti benar jika Gillian Moore adalah sahabat sekaligus pengkhianat yang ada dalam ce
( POV 3 )Michael Rouis melajukan mobilnya cukup kencang, ia menuju ke alamat yang dikirim Kelly. Sebuah apartemen di pusat kota Dallas. Entah kenapa ia merasa cemas pada Judith Hills, wanita yang belum lama ia kenal dan pastinya tak ada hubungan apapun antara dirinya dengan wanita cantik berambut merah itu. Apa penyebabnya Michael sendiri tak tahu pasti, kenapa Judith Hills begitu istimewa di matanya? Dan keluarganya pun seperti merasakan hal yang sama seperti dirinya. Sungguh berbanding terbalik dengan Gillian sang kekasih, Michael sendiri tak tahu apa penyebab adiknya Kelly dan putrinya, Lizzy kurang menyukai dan tidak bersimpati pada sang kekasih? Apakah ada yang salah dengan pilihannya? Namun, untuk saat ini Michael tak ingin peduli, ia akan memperjuangkan Gillian agar putri semata wayang dan adiknya mau menerima pilihan hatinya.Ia sendiri tak menyangka tindakan impulsif dirinya pada Judith Hills, hingga ia sampai meninggalkan sang kekasih dan lebih memilih untuk menemui wanita
( POV 3 )Di sebuah apartemen, tampak sepasang kekasih sedang memadu cinta bersama. Mereka berdua saling memagut dan bermain bibir dengan panas. Sang wanita berambut blonde yang duduk di atas pangkuan sang pria tampak agresif dan mendominasi. Suara deru nafas yang saling beradu pun terdengar jelas di dalam apartemen itu. Sang wanita kini tampak dengan tak sabaran melepas kancing kemeja yang dikenakan sang pria sedangkan sang pria hanya pasrah di bawah kendali wanitanya yang kini telah berhasil melepas kemeja kekasihnya dan melemparkannya ke sembarang tempat, sang pria kini hanya mengenakan celana panjang saja, dadanya yang bidang terekspos dengan jelas membuat suasana malam itu menjadi panas karena dilingkupi gairah dari sepasang kekasih yang tengah di mabuk asmara itu.Mereka melepaskan ciumannya dan kini kedua netra mereka saling bertemu satu sama lain dalam diam. kedua bibir mereka merekah dan berkilau karena saling bertukar saliva sejak tadi dengan panas. Tatapan mereka bertemu, t
( POV 1 )Pagi itu aku sengaja bangun lebih pagi dari biasanya, setelah mandi dan berganti baju dengan pakaian yang aku bawa dan kupersiapkan sebelum aku sampai di sini, di rumah Michael Rouis, aku pun turun ke lantai bawah dan menuju ke dapur. Di sana kulihat Kelly sedang sibuk memasak di dapur seorang diri, dan karena itu aku berinisiatif untuk mendekatinya."Ada yang bisa dibantu, Kelly?" tawarku padanya saat kulihat wanita berambut pirang itu tengah sibuk meracik sayuran."Ah, Judith. Anda sudah bangun? Bagaimana tidurmu semalam? Apakah nyenyak?" Kelly bertanya perhatian."Nyenyak, bahkan sangat nyenyak. Mana mungkin aku tidak tidur nyenyak di rumah keluarga Rouis yang hangat dan menyenangkan seperti ini?" sahutku dengan tersenyum tulus."Terima kasih, syukurlah kalau begitu," Kelly menjawab dengan tersenyum lebar."Biar saya bantu menyiapkan sarapannya ya?" tawarku sekali lagi."Ah, tidak perlu Judith. Anda adalah tamu, tidak perlu repot membantu di dapur seperti ini." Tolak Kell