"Kau tahu Michelle Scullys, bahwa kau itu wanita naif yang sok suci!!Kau pikir kami mau berteman denganmu selama ini, hah?! Cuuiihh!!Kalau saja otakmu itu tak encer aku dan Matt tak sudi berteman dengan yatim piatu sepertimu!!"Gillian menarik kasar rambut panjangku dan berkata dengan kedua matanya yang melotot sempurna dan aku hanya menatapnya tajam tak percaya, merintih menahan sakit akibat tarikan tangannya yang kasar di kulit rambutku."Kalian berdua, benar-benar pengkhianat!!" seruku keras.Kulihat Gillian mendengus kasar padaku dan Matt yang berdiri di depanku hanya menyeringai lebar seperti tanpa dosa."Selama aku dan Matt saling mencintai menjadi pengkhianat itu tak jadi soal, Michelle Scullys...karena tanpa kami berdua kau juga bukanlah apa-apa di mata sekolah dulu! karena dengan status sosial dan masa lalumu yang buruk itu siapa yang sudi untuk berteman dengan gadis berkasta rendah sepertimu ini?!!" ucapnya keras-keras begitu jelas di telingaku yang kini terasa panas mend
Setelah kepulanganku dari rumah sakit, Tim membujukku agar aku kembali ke villa miliknya. Tentu saja aku tak menolaknya, karena aku tak mau kembali ke flat itu lagi untuk saat ini karena hal itu sangat menyakitkan bagiku dan jika aku berada di sana sekarang aku akan selalu mengingat pengkhianatan dua manusia itu, Matt dan Gillian.Malam itu tak banyak yang kulakukan selain duduk termenung seorang diri di balkon villa yang ada di kamarku lantai dua. Kuambil minuman beralkohol yang ada di bar kecil villa milik Timothy Johnson ini.Entahlah aku tak tahu jenisnya karena ini untuk pertama kalinya aku minum dan rasanya tidak buruk juga. Tim ternyata cukup banyak memiliki berbagai jenis minuman yang berharga selangit ini.Kupandangi gelas berisi minuman berwarna merah maroon itu dengan tersenyum pahit. Tidak buruk juga malam ini, rasa kesepianku ditemani oleh minuman ini. Aku suka rasanya, karena ini membuatku sedikit tenang dan sejenak lupa akan masalah yang ada dalam hidupku selama ini."M
Tak terasa sudah hampir satu bulan kulalui hari-hari bersama dengan Timothy Johnson, kekasihku. Selama itu pun kami banyak menghabiskan waktu berdua walaupun di tengah-tengah kesibukkan Tim sebagai salah satu pengusaha besar dan sukses di Dallas.Kasih sayang yang diberikan Tim padaku begitu berlimpah, aku bukan tertarik pada kekayaannya selama ini namun sejauh ini yang kurasakan perasaan Tim begitu tulus padaku, dan aku dapat merasakan perbedaannya saat aku masih bersama dengan si bajing*n Mattew Steward.Namun menjadi kekasih seorang yang kaya raya tidak ingin membuatku terlena, karena itu aku memutuskan untuk kembali bekerja dan saat ini aku sudah melamar pekerjaan di salah satu perusahaan besar di Dallas, Alden Corporation.Seperti malam itu di villa, kami berdua, aku dan Tim menghabiskan waktu bersama dengan berbaring di sofa besar di dekat ruangan perapian. Dengan penuh sayang ia mengelus rambut kepalaku yang kini terbaring di dadanya yang bidang."Kau yakin akan kembali bekerja
"Aku akan mengajakmu dinner malam ini, Michelle sayang. Kau mau kan?" tanya Tim padaku di sambungan teleponnya malam itu sepulang dari kantor di hari pertamaku bekerja."Hmm, dinner? hari ini kau tidak sedang ulang tahun kan? Aku belum menyiapkan kado spesial untukmu, hihihii," kelakarku."Jika aku ulang tahun memang kado apa yang ingin kau siapkan, honey?" Tim bertanya menggoda."Apa saja yang kau inginkan, aku akan berusaha mengabulkannya," sahutku cepat."Benarkah?? Kalau begitu aku ingin kau selamanya bersamaku, bagaimana apa kau mau?" Tanya Tim dengan nada merayu."Tim! Kau pintar sekali menggombal ternyata!" Protesku malu."Hahahaa, Michelle sayang aku serius." "Sudah lah, kita sambung lagi nanti. Sampai ketemu nanti malam, Tim." Cepat-cepat aku menutup sambungan telepon itu karena rasa malu dan jantungku yang tak bisa berhenti berdebar karena ucapan Tim tadi.Kuhembuskan nafas ini panjang agar jantung ini bisa kembali normal. Tak berapa lama, ada notif pesan masuk di ponsel mi
( POV 3 )"Aku sudah melamarnya, Aidan," ucap Timothy Johnson pada sang adik di sambungan teleponnya pagi itu di ruang kerjanya."Apa kau sudah melamarnya?! Hebat sekali kakakku ini!!" puji sang adik, yang bernama Teddy Aidan Johnson."Lalu apa jawabannya padamu Tim?" Ted bertanya kemudian."Dia ingin bertunangan denganku terlebih dulu, dia tak mau buru-buru menikah karena dia masih trauma dengan hubungan sebelumnya." sahut Tim lirih."Itu tak tak masalah, bukan berarti dia menolakmu kan? dia hanya butuh waktu saja, Tim. Kau jangan terlalu terburu-buru," Ted memberikan dorongan."Ya, kau benar, aku pikir juga begitu, masih banyak waktu untuk kita lebih saling mengenal," ucap Tim."Aku jadi semakin tak sabar bertemu calon kakak iparku ini," goda Ted seraya terkekeh senang."Dia adalah wanita yang mandiri dan luar biasa, Ted," sahut Tim bangga."Aku percaya itu, kalau tidak mana mungkin kakakku yang sedingin es ini bisa tergila - gila padanya, hahaha!" Ted tertawa senang di sebrang sana
Malam ini Tim sengaja memerintah pelayan mansion keluarga Johnson untuk menyiapkan hidangan istimewa sebagai acara penyambutan kedatangan Teddy Johnson dan ia juga menyuruhku untuk datang ke mansionnya. Selama aku mengenal Tim, ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di mansion mewah milik keluarga Johnson. Keluarga Johnson yang ada di Dallas hanya tersisa Tim dan Ted saja, dan mereka berdua adalah pewaris utama dari segala aset peninggalan sang ayah.Namun, hanya Tim Johnson lah yang kini melanjutkan perusahaan, sedangkan untuk Ted lebih memilih menjadi pengacara karena seperti yang Tim katakan padaku semalam, adiknya itu adalah tipe yang tertutup.Dan kini seperti yang telah direncanakan kami berdua menyambut kedatangan Ted di mansion utama.Kulihat Tim begitu antusias menyambut sang adik, aku bisa memahami dan merasakan kasih sayangnya pada adik satu-satunya itu.Saat itu sekitar pukul 8 malam, aku yang sejak tadi tengah duduk di taman mansion, melihat keindahan pemandangan mala
Alden Corp. Dallas"Besok akan ada rapat direksi, kau harus menyiapkan semua berkas yang aku minta malam ini, Michelle," perintah Mr. James, atasanku siang itu padaku."Baik, Mr. Cameron. Segera akan saya siapkan," jawabku."Fuuhhh,, malam ini aku harus lembur, karena tidak mungkin aku bisa menyelesaikan berkas sebanyak ini dalam hitungan jam," ucapku dalam hati.Namun, sebelum aku memulai pekerjaanku, saat itu aku sempatkan mengirim pesan pada Tim kalau akan lembur malam ini, agar ia tak khawatir nanti.Beberapa jam pun berlalu tanpa aku sadari, hingga satu persatu dari karyawan kantor lainpun pulang dan kini hanya sisa beberapa."Kau akan lembur hari ini, Michelle?" tanya Peter teman satu kantorku saat aku tengah sibuk berkutat di depan komputer."Ah ya, Peter. Mungkin satu jam lagi selesai" sahutku seraya tersenyum tipis."Oh, hebat. Aku salut dengan semangatmu, Michelle! Baiklah, aku pulang dulu ya. Ini sudah hampir malam, kau jaga diri baik-baik ya," ucap Peter sebelum berlalu pe
"Aahh, kepalaku pusing sekali," keluhku saat baru membuka mata ini. Rasanya seluruh tubuhku terasa rontok dan tanpa tenaga. Kepalaku pusing dan terasa berat. Entah apa yang terjadi semalam aku tak ingat, hingga kini aku akhirnya menyadari sepenuhnya kalau aku terbaring di tempat yang asing dengan tubuh polos dan dengan seorang pria...."Astaga, Ya Tuhan?!! Apa yang terjadi sebenarnya?!!" pekikku syok seketika saat melihat seorang pria tidur di sebelahku dan pria itu tak lain adalah James Cameron, atasanku sendiri!!Mendengar teriakanku, James membuka kedua matanya dan kini dapat kulihat dengan jelas senyuman penuh arti mengembang di wajah tampannya yang kini tampak menakutkan bagiku sekarang."Hallo, Michelle sayang... Kau sudah sadar??" Tanyanya menyeringai padaku seraya bangun setengah badan dan baru aku menyadari kalau dia dan aku sama-sama telanj*ng!!"James Cameron bisa jelaskan padaku apa yang terjadi semalam??!" Tanyaku keras dengan wajah syok yang amat sangat."Tentu saja ber