Rani menarik lenganku untuk duduk. Memintaku tenang, tanpa memikirkan ocehan mereka."Ran, mana berkas yang harus kukerjakan?" tanyaku pada Rani pelan.Rani memandang heran ke arahku. Lalu dia bertanya,"berkas apaan lagi? Tidak ada pekerjaan untukmu. Kamu sudah minta cuti, 'kan?""Besok mulai cuti, tadi pagi Risna kirim pesan. Katanya ada pekerjaan untukku," ujarku heran."Tanya noh sama dia! Asyik pamer saja. Nggak berubah sikapnya dari dulu. Mudah aja nerima laki, giliran bunting, ditinggal, nangis guling-guling," cerocos Rani dengan nada pelan. Paling malas berurusan dengan Risna. Dia terkadang terlihat kejam, tapi dia selalu ada untukku selama dua tahun ini.Benar dengan apa yang dikatakan oleh Rani. Risna hamil di luar nikah. Sekarang, dia memiliki sepasang bayi kembar tampan dan bikin gemes. Usia mereka dua tahun. Cerita tentangnya kami ketahui, karena dia sendiri yang bangga mengumbar aibnya.Risna hanya dinikahi beberapa bulan. Setelah itu ditinggalkan, sampai sekarang suaminy
Ibu menatap Mas Ridwan dengan tatapan tak suka. Aku yakin, jika Ibu merasakan perubahan pada diri Mas Ridwan. Dia cenderung kasar dalam beberapa hari ini."Ibu tidak pernah mengajarkan Wan berbuat tidak adil seperti ini. Wan menzamini Tisya. Ini perbuatan tidak baik, Wan. Apa pun ceritanya Ibu tidak setuju kamu membatalkan pernikahan kalian. Persiapan sudah siap seratus persen. Kamu tidak hanya menyakiti Tisya, tapi Ibu, Luna dan Mbak Mia akan tersakiti dengan sikap egois kamu." ungkap Ibu panjang lebar."Assalamualaikum!" Suara Luna terdengar nyaring di ambang pintu. Pandangan terarah pada Luna. Tubuhnya berbalut seragam kampus kedokteran ternama. Luna sedang menjalani kuliah tahap akhir.Luna melangkah mendekat, diletakkan tas di atas sofa. Beralih menatapku, sedetik kemudian. Beralih menatap Kakaknya."Mas apain Mbak Tisya?" selidik Luna kejam."Masmu mau batalin pernikahan dengan Mbakmu, Nak," jawab Ibu cepat.Luna terperanjat. Wajah kagetnya terlihat jelas."Kenapa, Mas? Salah Mb
Sepuluh hari aku berdiam diri di rumah. Selain karena penyakit yang menyerang. Selama itu pula masa cuti yang kuambil untuk acara pernikahanku. Kebaya putih itu masih tergantung rapi di dinding.Beberapa kali Ibu dan Luna menjengukku. Membawakan makanan dan obat-obatan. Rasanya enggan menjauh dari keluarga Mas Ridwan. Meski, yang kupuja tak mengharapkanku lagi.Hari ini, aku kembali harus bekerja. Rani juga beberapa kali mengunjungiku. Memberiku semangat untuk bangkit. Ini bukan akhir dari segalanya.Kuraih Kebaya akad dan resepsi. Melipatnya pelan, lalu Kumasukkan ke dalam tas besar. Aku akan menjual kembali ke butik. Berharap mereka bisa menerimanya. Kebaya pernikahanku adalah pure hasil jerih payahku.Berdiri mematung di depan cermin. Wajahku terlihat kusam dari biasa. Lingkar mata menghitam. Pipi terlihat lebih tirus. Jujur nafsu makanku menurun sepuluh hari ini.Kusapu bedak agak tebal untuk menutupi wajah kusamku. Aku harus mampu menyambung hidup. Mas Ridwan sudah menikah dengan
Part 28Bintang Memperingatkanku, jika sekali lagi Risna menyakiti Tisya. Maka dia tidak akan segan membawa Risna ke kantor polisi.Kami keluar dari rumah Tisya. Di dalam hanya tinggal Tisya dan Bintang. Cemburuku meronta membayangkan hal yang terjadi di dalam sana.Luna menarik paksa Risna masuk ke dalam mobil. Ibu mengikuti dari belakang. Aku kembali ke rumah mengunakan motor. Hanya beberapa menit kami sampai di rumah. Risna turun dan berlari menuju ke dalam."Mbak Risna dan Mas kembali ke rumah Ibu si kembar menjadi urusanku. Bawa istri Mas ke Ustaz Irsyad. Perbuatannya tak wajar lagi. Bisa membahayakan nyawa orang lain," titah Luna seenaknya. Dia tak menerima bantahan atau interupsi."Ibu setuju, kemasi barangmu, segera!" perintah Ibu tak kalah menakutkan."Bu, Lun! Kalian tidak bisa seenaknya main perintah begini. Wan harus berembuk dulu dengan Risna," jawabku sembari melangkah masuk.Luna tertawa lebar, melirikku tajam dengan ekor matanya. Akhir-akhir ini Luna terlihat bar-bar d
Part 29"Istighfar, Ris. Mohon ampun pada Allah. Ibu sudah berusaha tidak mencampuri urusan rumah tangga kalian. Akan tetapi, semakin hari kamu semakin blingsatan. Jalan yang kalian tempuh itu tidak benar. Ibu tak rela anak lelaki Ibu gila karena ulahmu," ujar Ibu dengan tatapan lurus ke depan."Manusia sok suci!" Risna meludah ke kaca mobil. Luna menekan gas lebih kuat, emosi menguasainya."Aku tak sabar melihat tingkah Mbak setelah bertemu Ustaz Irsyad," gumam Luna pelan. Bahkan, Aku yakin Risna tak mendengarnya. Risna sibuk memaki tak jelas.Setelah perjalanan panjang dan melelahkan. Akhirnya Luna mengehentikan mobilnya di depan rumah Ustaz Irsyad. Macet menjadi penyebab utama keterlambatan kami.Risna meronta tak mau turun. Aku terpaksa mengendongnya. Menaikkan ke rumah panggung Ustaz Irsyad.Ibu sudah turun terlebih dulu. Ada hal penting yang harus disampaikan kepada Ustaz Irsyad. Mata Risna seakan melotot saat memindai seluruh isi ruangan."Lepasin! Kalian tidak bisa memperlakuk
Part 30"Karena di tubuh istrinya masih ada susuk pemikat. Wanita itu mengunakan susuk emas pada bibir, dahi, dan di beberapa area sensitif lainnya. Kamu lihat ruam-ruam merah di kulitnya. Itu bisa diakibat karena dia sering berkata kotor dan menyakiti hati orang lain. Konon, itu pantangan para pemasang susuk. Bagi mereka yang percaya. Lama-lama susuk itu akan hancur menyatu dalam darah. Membawa akibat buruk bagi penggunanya," jelas Ustaz Irsyad. Aku mempertajam pendengaranku."Maksud Ustaz, apa?" tanyaku cepat. Luna beralih menatapku."Istri tercinta Mas mengunakan susuk di seluruh tubuhnya," sahut Luna cepat.Aku menatap Risna yang terkulai lemas dalam pangkuan Ibu. Wajahnya menarik, menyedot perhatian dan kasih sayangku saat melihatnya. Namun dibalik itu semua ada hal keji yang dia lakukan. Seburuk itukah wanita pilihanku? Apakah ini karma dari kejahatanku pada Tisya?"Apakah benar yang Luna katakan?" tanyaku dengan tatapan penuh harap. Ustaz Irsyad mengangguk pelan. Pertahanku han
Part 31"Dengerin, tu. Ada yang cemburu," celutuk Luna."Wan, hargai istri kamu. Tisya masa lalu kamu dan Risna pilihan kamu menjalani masa depan." Ucapan Ibu terkesan membela Risna.Aku menjelaskan kepada mereka semua. Jika aku merasa tidak suka dengan Risna. Rentetan kebohongannya membuatku illfeel dengannya."Risna kembali ke kamar!" titahku cepat. Aku butuh waktu bicara dengan Tisya."Tidak akan! Aku tidak akan kembali ke kamar. Jika Mas masih merayu wanita itu." Risna berdiri di belakangku dengan bersedekap."Jangan membantah, kembali ke kamar!" tegasku tanpa melihat wajahnya yang mulai membosankan."Jangan kasar pada wanita. Kamu yang memilih Risna menjadi istri kamu. Sudah kewajiban kamu untuk menasehati dan mengarahkannya ke arah yang lebih baik. Tidak sehat lho, jika menjilat kembali ludah yang sekian tahun terjatuh ke tanah," tutur Tisya lembut. Suaranya mengalun merdu memanjakan gendang telingaku.Luna dan Mbak Mia membenarkan ucapan Tisya. Ibu juga turut mengiyakan ucapan
Bab 32"Gila! Tisya itu sudah gila. Buat peraturan sesuka hati dia. Sok kaya, gerutuku kesal."Peraturan gila khusus buat istri Mas tercinta. Yang duluan berbuat gila pada Mbak Tisya. Udah yuk, Mas. Mandi sana, kita pergi bareng," ajak Luna dengan mata yang tak berhenti berkedip-kedip.Aku kembali membenamkan wajahku ke sofa. Menutup kedua telinga agar suara Luna dan Mbak Mia tidak bisa kudengar."Mas, dengerin Luna! Bangun, kita pergi bareng. Luna janji nggak julid lagi sama Mas. Ayo!" Entah angin apa yang merasuki Luna. Dia terlihat lebih lembut kepadaku.Aku melangkah menuju kamar, Luna membawakanku dan Risna baju untuk pergi ke acara pernikahan Tisya dan Bintang. Gejolak senantiasa menguasai hati. Akankah aku sanggup melihat Tisya menjadi milik Bintang."Mas!" panggil Risna pelan. Sejak kebohongannya terbongkar, Risna menjadi lebih pendiam. Namun, perubahannya tidak memberi dampak apa-apa untukku. Perlahan hatiku mulai membatu untuknya."Jangan bicara apa-apa, aku nggak mau moodku