Bab 36Ibu menatap Luna, sedetik kemudian beralih pada Mbak Mia. Seakan-akan meminta dukungan dari kedua anak perempuannya."Untuk sementara Ridwan kembali ke rumah Ibu ....""Aku bagaimana, Bu?""Huush! Ibu belum selesai bicara. Nggak sopan," desis Mbak Mia."Kamu di sini bersama anak-anak. Belajar memperbaiki diri. Jika pikiran kalian sudah tenang. Baru kita ambil keputusan terbaik. Tak perlu buru-buru," ujar Ibu disambut anggukan terpaksa dari Risna."Tuh ingat jangan main pelet lagi! Jangan sampai wajah Mbak rusak gara-gara kesalahan Mbak sendiri," ketus Luna."Benar, bertaubat lah, Ris. Minta ampun sama Allah. Perbuatan kamu selama ini musyrik," timpal Mbak Mia.Menimbang pernyataan Ibu ada benarnya. Kali ini lebih baik, mendengar nasehat Ibu. Buru-buru lepas dari Risna pun tak ada gunanya. Tisya sudah sah dalam dekapan Bintang. Melihat Risna dalam keadaan seperti ini juga sangat menyedihkan."Kalau begitu, kita pulang sekarang, Bu! Gerah di sini," ujarku tidak sabar keluar dari
Bab 37"Anak-anak bilang, Risna terkapar bersimbah darah di kamar, Wan. Ayo cepat!" Ibu terlihat sangat panik.Aku tak kalah panik membayangkan si kembar menghadapi kejadian mengerikan di depan mata mereka. Ibu memintaku tenang, fokus mengemudi.Sepanjang perjalanan menebak-nebak apa yang terjadi dengan Risna. Anak-anak tidak menjelaskan secara gamblang apa yang terjadi dengan Risna. Beberapa kali Ibu menghubungi mereka, tak ada jawaban sama sekali.Setengah jam perjalanan gawaiku berdering. Kenzo mengatakan Risna sudah di bawa ke klinik terdekat. Risna bukan bunuh diri seperti dalam bayanganku. Info baru yang kutemui semakin membuat kepala mereka-reka kejadian yang menimpa Risna.Sesampai di klinik yang di maksud, aku mencari keberadaan mereka. Keduanya memelukku erat, menangis tersedu-sedu."Pak!" panggil Bibi pelan."Iya, Bi. Ibu kenapa?" tanyaku pelan. Ibu mengambil alih kedua jagoanku untuk duduk bersamanya di depan kursi tunggu."Menurut prediksi dokter Ibu pendarahan, Pak." jaw
Bab 38"Bu, bagaimana ini?" tanyaku panik. Darah yang mengalir bagaikan kran air yang di buka. Jika dibiarkan Risna akan meregang nyawa.Ibu memintaku membaringkan Risna atas ranjang. Kemudian, berlari keluar memanggil suster jaga. Tak butuh waktu lama, dokter dan beberapa perawat memasuki ruang rawat Risna.Mereka berdiri kaku dengan keanehan yang terjadi. Menurut dokter, Risna sudah diberikan obat untuk menghentikan pendarahan."Pak, lebih baik Bu Risna kami rujuk ke rumah sakit yang lebih besar. Ini mustahil, obat dan suntikan sudah kami berikan. Ini diluar nalar." Dokter muda itu goyah dengan pernyataannya sejam yang lalu.Aku meminta rujukan ke rumah sakit tempat Luna bekerja. Meski, Risna berusaha menepis anggapan, jika dia tidak butuh pengobatan medis.Aku mengaruk kepala yang tak gatal. Berada di posisi yang serba salah seperti ini. Hatiku gamang, mempercayai dunia medis atau ucapan mistis Risna yang bisa juga dipercaya."Mas, percaya padaku. Yang aku butuh lelaki tua yang wak
"Mas, kamu sudah siap miskin, hah? Jangan tinggalkan aku! Kebahagiaanmu hanya padaku," racau Risna berusaha menyentuhku."Tidak! Kamu salah, kebahagiaanku tidak ada padamu. Mulai hari ini hubungan kita berakhir. Silahkan kamu ambil seluruh hartaku, tapi tidak lagi dengan harga diriku yang telah kau renggut sembilan tahun lamanya," ucapku penuh penekanan. Kutepis tangannya yang hendak menyentuhku. Sorot matanya merah menyala seakan api yang hendak menyambar tubuhku. Perasaan untuknya tak jauh berbeda dengan pertama kali bertemu dengannya. Aku tidak suka dengan Risna, kerja samanya dengan iblis mengubah hatiku."Sudahlah, Mbak. Mas Ridwan sudah mengutarakan keputusannya. Mbak pun aneh, diberikan kesempatan untuk taubat. Malah sempat-sempatnya melakukan hal buruk untuk Mbak Tisya," ujar Luna dengan nada menghakimi. Risna menoleh ke arah Luna dengan tatapan ganas."Bu! Tolong Risna!" Risna beralih pada Ibu yang berurai air mata. Luka yang kupersembahkan mengores hati wanita mulia dalam h
"Mas, kamu sudah siap miskin, hah? Jangan tinggalkan aku! Kebahagiaanmu hanya padaku," racau Risna berusaha menyentuhku."Tidak! Kamu salah, kebahagiaanku tidak ada padamu. Mulai hari ini hubungan kita berakhir. Silahkan kamu ambil seluruh hartaku, tapi tidak lagi dengan harga diriku yang telah kau renggut sembilan tahun lamanya," ucapku penuh penekanan. Kutepis tangannya yang hendak menyentuhku. Sorot matanya merah menyala seakan api yang hendak menyambar tubuhku. Perasaan untuknya tak jauh berbeda dengan pertama kali bertemu dengannya. Aku tidak suka dengan Risna, kerja samanya dengan iblis mengubah hatiku."Sudahlah, Mbak. Mas Ridwan sudah mengutarakan keputusannya. Mbak pun aneh, diberikan kesempatan untuk taubat. Malah sempat-sempatnya melakukan hal buruk untuk Mbak Tisya," ujar Luna dengan nada menghakimi. Risna menoleh ke arah Luna dengan tatapan ganas."Bu! Tolong Risna!" Risna beralih pada Ibu yang berurai air mata. Luka yang kupersembahkan mengores hati wanita mulia dalam h
MY WIFE'S SECRETPART 1"Sya, cukup, Mas tidak mau dengar lagi kamu menjelek-jelekkan Mbak Risna. Dia istri Mas," ujarku penuh penegasan pada Tisya-mantan kekasihku.Dia datang ke tempat kerjaku dengan mengatakan hal yang tidak-tidak tentang istriku. Membuat emosiku bergejolak. Aku sudah memutuskannya sekian tahun lamanya. Namun, dia masih saja mencoba menganggu kedamaian rumah tanggaku."Mas, Tisya tidak menjelek-jelekkan Mbak Risna. Ini kenyataan, Mas. Buka mata Mas. Jangan mau ditipu mentah-mentah olehnya," ujar Tisya dengan penuh keyakinan.Wanita yang pernah mengisi hari-hari indahku mengarahkan tatapan tulus ke arahku. Tatapan yang dulunya meneduhkan. Namun, sekarang berubah benci. Semejak dekat dengan Risna. Semuanya tidak ada artinya bagiku."Sudah, Sya. Mas tahu, Tisya belum bisa terima dengan keputusan Mas memutuskan sepihak acara pernikahan kita, 'kan?" tanyaku padanya dengan tatapan tajam. Nada bicaraku seakan m
MY WIFE'S SECRETPart 2Terpaksa menarik napas kasar, dada terasa sesak dengan ucapan Risna. Setiap ada masalah dia selalu menjadikan kedua anaknya sebagai ancaman untukku. Risna mengetahui jika aku sangat mencintai kedua anaknya yang sudah kurawat sejak umur dua tahun.Bahkan, aku sudah memindah namakan beberapa aset atas nama keduanya. Serta deposito pendidikan sampai mereka perguruan tinggi. Aku memang bukan orang kantoran. Namun, Bisnis toko yang kutekuni telah memiliki cabang di beberapa kota.Warisan Ayah berupa ladang, sawah dan tambak membuatku berada di jajaran orang terkaya di daerahku. Rumah mewah dengan mobil yang tak jarang mengikuti trend masa kini.Mengenai pekerjaan Risna, dia menjabat sebagai manager HRD di perusahaan tempat dia bekerja. Status itulah yang membuat Risna enggan untuk resign.Padahal, aku ingin dia menjadi Ibu rumah tangga seutuhnya. Rutinitasnya yang pergi pagi dan pulang sore terkadang membuatku kecil
MY WIFE SECRETPART 3Ibu menyambut kedatangan Risna dengan senyum bahagia. Kami dipersilahkan masuk. Belum sampai sepuluh menit Risna duduk manis. Ucapan Ibu membuatnya mendelik kesal ke arahku."Ris, bantu Luna sama Mia di dapur, ya," ujar Ibu lembut.Risna mengeleng pelan ke arahku. Dia tidak terbiasa dengan dapur. Hal yang membuatnya kesal jika bertandang ke rumah Ibu. Bermacam alibi dia keluarkan. Salah satunya, kukunya akan rusak jika harus mencuci piring atau semacamnya."Pergilah, bantu yang Adek bisa saja," ujarku pelan. Ibu tersenyum seraya membuang muka mendengar ucapanku.Risna berjalan ke dapur dengan terpaksa. Tertawa geli melihat tingkahnya. Beberapa kali dia menoleh ke arahku. Aku mengulas senyum manis untuknya. Memberi isyarat, bahwa semuanya akan baik-baik saja.Ibu mengajakku duduk dipondok depan rumah. Tempat yang sering aku habiskan untuk bersantai pada masa remaja. Suasana yang mengingatkanku pada almarhum