MY WIFE'S SECRET
PART 1
"Sya, cukup, Mas tidak mau dengar lagi kamu menjelek-jelekkan Mbak Risna. Dia istri Mas," ujarku penuh penegasan pada Tisya-mantan kekasihku.
Dia datang ke tempat kerjaku dengan mengatakan hal yang tidak-tidak tentang istriku. Membuat emosiku bergejolak. Aku sudah memutuskannya sekian tahun lamanya. Namun, dia masih saja mencoba menganggu kedamaian rumah tanggaku.
"Mas, Tisya tidak menjelek-jelekkan Mbak Risna. Ini kenyataan, Mas. Buka mata Mas. Jangan mau ditipu mentah-mentah olehnya," ujar Tisya dengan penuh keyakinan.Wanita yang pernah mengisi hari-hari indahku mengarahkan tatapan tulus ke arahku. Tatapan yang dulunya meneduhkan. Namun, sekarang berubah benci. Semejak dekat dengan Risna. Semuanya tidak ada artinya bagiku.
"Sudah, Sya. Mas tahu, Tisya belum bisa terima dengan keputusan Mas memutuskan sepihak acara pernikahan kita, 'kan?" tanyaku padanya dengan tatapan tajam. Nada bicaraku seakan menyetil hatinya. Terlihat dari perubahan ekspresi wajahnya.Dia menunduk sekian detik. Menjalin jemari satu sama lain. Jenak-jenak kebisuan menghampiri. Lalu, mendonggakkan kepala menatapku lekat."Tisya sadar, Tisya tidak bisa melupakan Mas. Ini tahun ke sembilan hubungan kita kandas. Masih ada cinta di hati Tisya untuk Mas Ridwan. Perasaan ini akan tetap sama sampai kapan pun," jawabnya dengan kaca-kaca mulai terbentuk di bola mata indahnya.Aku terdiam, mengingat kesalahan fatalku padanya. Rancangan pernikahan telah hampir rampung. Namun, aku tergoda dengan janda dua anak-Risna yang berkerja satu kantor dengan Tisya. Aku meninggalkan Tisya dalam kesendirian dikalungi perih akibat perbuatanku.Alhasil, dia terpuruk. Sampai detik ini memilih sendiri. Bahkan, dia menolak banyak pria yang ingin meminangnya. Kehidupanku dengan Risna tidak semulus yang kubayangkan. Namun, gengsi untuk berpisah dengannya membuatku bertahan. Lagi pula, belum ada kesalahan fatal yang Risna lakukan. Meski, tak jarang Risna membuatku naik darah.Berbicara tentang Risna, wanita yang tatkala memandang wajahnya membuat hatiku bergetar. Melihat bola mata indahnya membuatku patuh melakukan segala hal untuk kebahagiannya.
Terkesan aneh. Namun, aku tak mampu mengungkap keanehan yang terjadi dalam hidupku. Risna selalu bersikap overacting, jika aku mengeluhkan tentang kesalahan atau pun hal yang tak aku suka darinya.
"Mas, sembilan tahun Mas menikah dengan Mbak Risna. Namun, Mbak Risna tidak hamil, 'kan?" tanyanya padaku dengan air mata yang mulai membasahi wajah cantiknya.Aku menarik napas dalam, jika masalah anak yang dia permasalahkan. Aku sudah cukup bahagia dengan kedua anak Risna yang sudah kuanggap anak kandung. Aku juga cukup tahu diri dengan hasil kesehatan yang Risna perlihatkan kepadaku. Aku divonis mandul.Sejak saat itu, aku tidak berani berbicara masalah anak pada Risna. Beruntung dia masih menerimaku dengan kekuranganku yang fatal.
"Nggak usah bahas masalah anak, kami sudah bahagia dengan keluarga kami. Lebih baik kamu pulang. Mas tidak ingin Mbak Risna salah paham." Cara halus untuk mengusirnya.Tisya bangkit seraya menyeka air matanya. Lalu berkata,"Mas ditipu oleh Mbak Risna, Mbak Risna memakai implan di lengannya. Jangan sampai Mas menyesal, seumur hidup tidak memiliki anak karena kebohongan istri kesayangan Mas."Tisya berlalu dari hadapanku. Meninggalkanku yang tergugu di tempat dengan berita yang belum jelas kebenarannya. Ucapannya sulit untuk kupercaya. Tidak ada rahasia yang Risna simpan dariku. Dia sangat manja dan menyayangiku.Pikiran berkecamuk, benarkah berita yang Tisya sampaikan? Lalu bagaimana dengan hasil kesehatan yang menyatakan aku mandul? Mungkinkah Risna tega membohongiku? Pertanyaan-pertanyaan yang mengitari kepala. Kepada siapa harus bertanya? Aku tahu Tisya tidak berbohong dengan ucapannya. Merajut kasih sejak SMA membuatku mengetahui segala gerak gerik dan perilakunya.Kutepiskan segala kemungkinan terburuk. Fokus kembali pada kerjaanku. Aku tidak boleh curiga pada istriku, bukankah itu hal yang tidak baik? Bisa jadi itu hanya akal-akalan Tisya untuk kembali kepadaku. Tak mampu kupungkiri ada penasaran dalam hati.****Aku sibuk dengan menghitung pemasukan dari beberapa toko yang disetor oleh orang-orang kepercayaanku.Langkah kaki terdengar mendekat. Aku menoleh sejenak, itu Risna. Dia berjalan cepat dengan wajah penuh amarah. Menatapku seakan meminta penjelasan padaku.
Dia menghempaskan tubuh seksinya atas sofa di hadapanku. Seperti biasa, lingerie hitam membalut tubuhnya. Meski, sudah melahirkan, body Risna masih aduhai. Membuat mata lelaki memandangnya tanpa kedip.
Berulang kali, aku mendapati lelaki asing curi-curi pandang ke arah istriku. Hanya bisa mengelus dada, tanpa berkata-kata. Penampilannya yang seksi menjadi penyebab utama mata jalang memandangnya penuh nafsu.
"Mas, tadi si perawan tua tak laku itu temuin Mas lagi, ya?" tanya Risna seraya menyandarkan kepalanya di dada bidangku. Tangannya meraba pipiku. Kelakuannya manja, membuatku semakin cinta.
"Siapa, Sayang?" tanyaku pura-pura tak tahu. Sebenarnya aku tahu betul, jika label perawan tua dia sematkan untuk Tisya. Risna sangat membenci Tisya. Berulang kali dia mewanti-wantiku untuk menjauhi dan tidak pernah menemui Tisya lagi.Risna bangkit dari duduknya, terdengar deru napas kasar mulutnya. Dia menatapku tajam, setajam tatapan elang yang ingin mematuk mangsa. Tangannya mencubit lenganku. "Mas, Risna nggak suka jika Mas masih berhubungan dengan perawan tua itu. Dia tu nggak laku makanya deketin Mas lagi. Pasti dia jelek-jelekin aku di depan Mas," ujar Risna dengan nada merajuk.Memulai drama seperti biasanya. Seolah-olah dia yang paling tersakiti. Kelakuannya tak ubah bak anak kecil. Tak jarang juga menyebalkan.
"Mana ada jelek-jelekin sayang, dia tadi cuma belanja sebentar di toko," jawabku menenangkannya. Menarik tubuhnya dalam pelukannya. Kubelai rambutnya yang tergerai sempurna."Bohong!" jeritnya.
"Sssst! Nanti anak-anak bangun," bisikku di telingannya. Semakin mengencangkan tanganku yang melingkar di pinggangnya.
Aku merayunya, memintanya melupakan tentang Tisya. Perlahan kulabuhkan kecupan hangat dibibir sensualnya. Aku memberikan sentuhan-sentuhan kecil di beberapa area tubuhnya dengan harapan dia kembali normal.
Namun, kali ini sama sekali tidak berhasil. Dia menepis tanganku kasar. Risna terus saja mengumpat kesal. Risna sangat membenci Tisya, hingga tak mampu dijabar dalam kata. Mendengar namanya saja membuat Risa dibakar api amarah.
"Mas ngebela dia!" teriak Risna lagi.
Aku membekap mulutnya. Sial, dia mengigit jemariku. Kemarahannya tak mampu dibendung. Arrghh! Ini semua karena Tisya. Kedatangannya menjadi musibah baru bagiku.
"Sayang, percayalah pada Mas. Tidak ada yang mampu mengantikan sayang di hati Mas," bisikku lembut di telinganya sembari menjalin jemariku dengan jemarinya.
"Nggak percaya, buktinya perawan tua itu masih datang ke tempat Mas. Satu hal yang membuatku kecewa. Mas tidak mengatakannya padaku," ketusnya dengan memasang wajah penuh amarah.
Aku kehabisan kata-kata setiap berhadapan dengannya. Kuusap wajah frustasi.
"Nggak bisa jelasin, 'kan? Aku tahu Mas masih menyimpan rasa pada wanita tua itu," tuduh Risna kejam. Aku mulai geram.
"Mas lelah, jika harus mengulang hal yang sama terus menerus. Intinya, Mas tidak melakukan apa yang kamu tuduhkan. Udah, itu aja. Mas malas bicara banyak," ujarku dengan harapan dia menghentikan kemarahan dalam dirinya.
"Pokoknya, aku tidak mau wanita itu datang ke toko Mas lagi. Ingat, kalau Mas tidak mendengar ucapanku. Aku akan membawa Kenzi dan Kenzo pergi jauh dari Mas," ancamnya dengan nada penuh emosi.Bersambung
MY WIFE'S SECRETPart 2Terpaksa menarik napas kasar, dada terasa sesak dengan ucapan Risna. Setiap ada masalah dia selalu menjadikan kedua anaknya sebagai ancaman untukku. Risna mengetahui jika aku sangat mencintai kedua anaknya yang sudah kurawat sejak umur dua tahun.Bahkan, aku sudah memindah namakan beberapa aset atas nama keduanya. Serta deposito pendidikan sampai mereka perguruan tinggi. Aku memang bukan orang kantoran. Namun, Bisnis toko yang kutekuni telah memiliki cabang di beberapa kota.Warisan Ayah berupa ladang, sawah dan tambak membuatku berada di jajaran orang terkaya di daerahku. Rumah mewah dengan mobil yang tak jarang mengikuti trend masa kini.Mengenai pekerjaan Risna, dia menjabat sebagai manager HRD di perusahaan tempat dia bekerja. Status itulah yang membuat Risna enggan untuk resign.Padahal, aku ingin dia menjadi Ibu rumah tangga seutuhnya. Rutinitasnya yang pergi pagi dan pulang sore terkadang membuatku kecil
MY WIFE SECRETPART 3Ibu menyambut kedatangan Risna dengan senyum bahagia. Kami dipersilahkan masuk. Belum sampai sepuluh menit Risna duduk manis. Ucapan Ibu membuatnya mendelik kesal ke arahku."Ris, bantu Luna sama Mia di dapur, ya," ujar Ibu lembut.Risna mengeleng pelan ke arahku. Dia tidak terbiasa dengan dapur. Hal yang membuatnya kesal jika bertandang ke rumah Ibu. Bermacam alibi dia keluarkan. Salah satunya, kukunya akan rusak jika harus mencuci piring atau semacamnya."Pergilah, bantu yang Adek bisa saja," ujarku pelan. Ibu tersenyum seraya membuang muka mendengar ucapanku.Risna berjalan ke dapur dengan terpaksa. Tertawa geli melihat tingkahnya. Beberapa kali dia menoleh ke arahku. Aku mengulas senyum manis untuknya. Memberi isyarat, bahwa semuanya akan baik-baik saja.Ibu mengajakku duduk dipondok depan rumah. Tempat yang sering aku habiskan untuk bersantai pada masa remaja. Suasana yang mengingatkanku pada almarhum
MY WIFE'S SECRETPart 4Aku terdiam, dari mana Luna tahu, jika Dhanu Bratayuda adalah sahabatnya Risna."Sepertinya," jawabku asal. Karena Risna yang mengajakku ke tempat Dokter Dhanu.Inisiatif Risna mengajakku ke praktik sahabatnya. Aku tidak tahu menahu perihal yang di lakukan oleh Risna dan dokter tersebut. Aku hanya mengikuti rangkaian yang dokter tersebut minta."Mas ketempat praktiknya, 'kan?" selidik Luna."Iya, benar," jawabku."Gawat," gumam Luna seraya meremas lenganku."Gawat kenapa, Lun?" tanyaku bingung."Mas, Luna saranin Mas tes di tempat lain. Ada desas-desus dokter Dhanu dipecat dari rumah sakit, karena membantu memalsukan hasil test kesehatan pasien," bisik Luna seraya melirik ke arah depan.Jenak-jenak kebisuan kembali tercipta. Aku berusaha mencerna dengan baik ucapan Luna. Dia juga menjelaskan tentang sepak terjang Dhanu juga sudah dipecat dari rumah sakit. Sekitar lima tahun yang lalu,
MY WIFE'S SECRETPart 5Semua terdiam. Sepertinya larut dalam pikiran masing-masing."Jadi makanannya dilihatin doang, nggak dimakan?" tanyaku untuk mencairkan suasana.Semua seakan tersentak dalam lamunan. Entah apa yang mereka pikirkan."Ya dimakan lah, Mas. Ayo semangat! Makan udah laper. Nggak usah ngurus hati dulu. Cacing udah memanggil," cerocos Luna. Dia mulai mengambil nasi untuk dimasukkan dalam piringnya."Semangat, timpal Mbak Mia."Mbak, ada soto kesukaan Mbak Risna," ujar Luna seraya meletakkan ke depan Risna. Adikku masih berusaha sopan dan menghargai Risna. Terlihat Luna lebih dewasa dibanding Risna.Risna hanya tersenyum tipis, terkesan dipaksakan."Ini ada air dari pak ustad untuk Mas Ridwan dan Mbak Risna. Sudah dibacakan do'a supaya cepat punya momongan," ujar Luna.Dia meletakkan dua gelas berisi air putih di hadapan kami."Kami nggak mau minum minuman yang di sembur sama ora
MY WIFE'S SECRETPart 6Mobil mewahku memasuki kediaman kami. Baru saja aku memarkir mobil, Risna turun tanpa sepatah kata pun. Sampai si kembar menanyakan perihal sikap Mamanya. Dalih kecapean menjadi alibi terbaik untuk anak-anak.Aku meminta mereka turun dan beristirahat. Firasat mulai tak enak. Aku yakin, Risna sedang emosi dengan ulah keluargaku hari ini. Kesulitan terberat bagi pria untuk tetap adil antara istri dengan keluarga. Terlebih, Risna bagai bocah kecil saat berhadapan denganku.Aku melangkah mengikuti anak-anak. Mempersiapkan jawaban terbaik untuk segala pertanyaan Risna. Tabiat buruknya senantiasa mempersulit hidupku.Melangkah memasuki rumah yang kubeli dengan hasil jerih payahku. Kusapu seluruh sudut ruangan dengan netraku. Sungguh, ini semua tidak ada artinya, jika hati tidak tentram.Menyeret langkah gontai menaiki tangga. Tujuan utama saat ini menuju kamar.Aku berdiri di depan pintu. Aku tahu, Ri
MY WIFE'S SECRETPART 7Kubaringkan tubuh atas sofa keong. Pikiran menerawang kembali dengan rentetan cerita yang terjadi di rumah Ibu. Teringat akan ucapan Luna tentang Dokter Dhanu yang telah dipecat lima tahun lalu. Hasil tes kesuburanku empat tahun lalu. Artinya dia sudah dipecat dari rumah sakit tempat dia bekerja.Keraguanku semakin menjadi. Risna membawaku ke klinik ilegal. Apa maksudnya semua ini? Logikaku mulai berfungsi. Aku tidak akan menyia-nyiakan tawaran Luna untuk tes kesuburan. Keraguan semakin merasuki relung jiwa.Kuraih gawai dalam saku celana. Iseng membuka aplikasi google untuk mencari tahu tentang implan yang Tisya katakan padaku tempo hari."Mas lagi ngapain, kok asyik kali sama gawainya." Suara Risna membuat gawai ditangan terjatuh ke pangkuan. Padahal, belum sempat aku membaca artikel yang baru saja aku buka.Sial, kenapa tiba-tiba dia bisa berada di belakangku? Bukankah dia sudah terlelap?Pertanyaan ya
MY WIFE'S SECRETPART 8"Mas!" teriak Luna seraya melambaikan tangan ke arahku di pojokan parkir. Seutas senyum manis dia perlihatkan padaku.Aku membalas lambaian tangannya. Melangkah mendekati adik kesayanganku. Ya memang, karena dia anak bungsu dalam keluarga."Mas kesini nggak ketahuan sama Mbak Risna, 'kan?" tanyanya seraya bergelayut manja dilenganku."Nggak, Mbakmu kerja. Baru saja mas antar ke kantornya," jawabku."Baguslah, Mas tahu nggak, kalau Dokter Dhanu sudah lari ke luar negeri?" Langkah Luna terhenti. Tentunya langkahku juga berhenti. Berita yang mengucang jiwa."Nggak, sejak kapan dan kenapa?" cercaku pada Luna."Ya, karena kebandelannya menipu orang," jawab Luna dengan napas berat.Aku terdiam, tak bisa membayangkan tentang sebenarnya yang terjadi dengan hasil tes kesehatanku empat tahun yang lalu."Ya sudah, nggak perlu dipikirkan lagi. Sekarang kita cari kebenarannya," ucap Luna dengan me
MY WIFE' SECRETPart 9Luna menoleh ke dalam ruangan. Melambaikan tangan pada Dokter Ferdinan.Aku menutup pintu pelan dan berlalu menyusuri koridor rumah sakit."Mas, cari makan, yuk!" ajak Luna manja."Ayo!" Aku mengandeng tangannya mesra. Puluhan pasang mata melihat heran ke arah kami berdua. Terlebih lagi, Luna masih mengenakan jas putih kebanggaannya.Aku tidak pernah ke rumah sakit ini selama Luna pindah tugas ke tempat ini. Tentunya mereka tidak mengenaliku sebagai saudaranya.Luna mengajakku berjalan kaki menuju restoran yang hanya berjarak 500 meter dari rumah sakit yang sedang kukunjungi. Luna tidak bisa pergi jauh, karena masih ada jadwal dengan pasien-pasiennya.Sepanjang perjalanan. Luna terus saja mengodaku. Kami tertawa lepas, tanpa beban.Tidak butuh waktu lama, kami memasuki restoran yang tidak terlalu ramai. Karena masih jam kerja. Luna memintaku duduk dipojokan, alasannya agar mudah berbica