Siapa sebenarnya Jennie, benarkah Erlangga selingkuh. Yuk ikuti terus ceritanya baca juga cerita saya yang lainnya. 1. ISTRIKU MINTA CERAI SETELAH AKU TAGIH HUTANGNYA (Tamat) 2. KUNCI BRANGKAS RAHASIA SUAMIKU(tamat). 3. Bawa Anak Lelakimu pulang, Bu. (ongoing)
Maaf, Aku Pantang Cerai! (153)Erlangga mendesah kesal, sembari menatap ruangan sang istri yang terlihat kosong. Wanita itu benar-benar marah hingga tak mau bicara dengannya, bahkan dia rela pindah ke kantor agar ayah dan ibunya tak curiga. Kalau anak dan menantunya sedang ribut, tapi begitu di kantor dia menutup ruangannya dan menghabiskan waktu dengan kedua anaknya. Pintu semua terkunci, jadilah Erlangga tak bisa masuk. Kalau Erlangga tidur di kamarnya, Alea dan kedua anaknya tidur di ruangan Alea, mengunakan tilam lantai."Bos, makan siang sudah siap."Dani berkata pelan sembari menatap kaca pembatas ruangan yang sudah tertutup gorden. Kemudian dia berbalik dan menatap si Bos yang terlihat kacau, jangankan makan, minum saja si bos tak mau."Dan, aku tunggu di ruanganku. Tetap di tempatmu." Melihat Alea muncul di pintu ruang istirahat. Erlangga hendak menemuinya, tapi Alea segera memberinya peringatan untuk tidak bergerak.Dani hanya bisa menggaruk kepalanya. Setelah melihat pintu
Maaf, Aku Pantang Cerai! (154)"Selamat siang Bu Alea, bisakah kita bicara sebentar. Saya ada hal penting untuk dibicarakan dengan Bu Alea."Alea menatap wanita yang ada di depannya. Wanita yang baru-baru ini membuatnya pusing, sekarang dengan berani dia mengajak bicara. Apakah pelakor memang tak takut lagi dengan kuasa istri sah."Apa yang ingin anda katakan? Silakan saya akan mendengarkan."Alea memberi kesempatan pada Jennie untuk bicara. Dia ingin tau apa yang wanita ini inginkan, dia juga ingin tau sampai mana kebohongan Erlangga."Sebelumnya saya minta maaf, karena telah membuat Bu Alea dan pak Erlangga menjadi salah paham. Sebenarnya saya memang tak mengenal pak Erlangga sebelum saya pergi ke kantornya, kebetulan saat itu kami bertemu dan satu lift."Alea tersenyum tak menyela penjelasan Jennie. Jari tangannya mengetuk pelan meja, membuat Jennie sedikit gelisah. Ketukan jari Alea berhenti saat pelayan kafe datang membawa pesanan mereka."Silakan nikmati dulu minuman yang anda pe
Maaf, Aku Pantang Cerai! (155)"Apa yang kau lakukan perempuan sialan? Kau menghancurkan perusahaan papaku!"Jennie berteriak seperti orang gila. Dia berusaha menyerang Alea, namun di saat yang tepat seseorang mendekap erat Alea."Jangan berani menyentuh istriku. Kalau tidak kau akan bernasib sama seperti perusahaan papamu, coba saja jika kau ingin membuktikannya."Jennie terkejut mendengar suara dingin di depannya. Dia tak menyangka Erlangga akan datang tepat waktu, dia sudah merencanakan penyerangan pada Alea, tapi tetap saja ketahuan."Dia hanya seorang janda beranak satu, Angga. Kenapa kau begitu mencintainya bahkan mengabaikan aku dan Aino."Jennie benar-benar tak habis pikir pada otak Erlangga. Dia sudah begitu lama berada di sisi Aino, tapi tak membuatnya ingat pada dirinya yang selalu ada ketika Erlangga bertemu Aino."Kau pasti tak bisa melihatnya karena matamu sudah buta. Wanita itu tak hanya cantik wajahnya tapi juga hatinya, sesuatu yang tak kau miliki begitu juga dengan Ai
Maaf, Aku Pantang Cerai! (156)"Mama pasti tidak lupa di mana tempat itu? Lihat kain yang di kenakan Aino. Mama tidak lupa kan dengan hadiah istimewa itu?"Erlangga tertawa puas hingga menangis. Alea semakin mengeratkan pegangan tangannya, dia tau Erlangga tengah kembali ke masa paling menyedihkan dalam hidupnya."Siapa jalang yang sebenarnya, Ma. Aku kasihan melihatmu tapi kau sendiri yang menginginkannya, gadis yang kau puja setinggi langit justru wanita mainan suamimu. Dia di puaskan sebelum memuaskan dirimu, mereka bahkan bercinta di tempat tidur yang kau persiapkan untuk acara ulang tahun mu, bahkan mengunakan baju yang sama seperti milikmu. Saat kau mengerang di atas tubuh pria ini, dia tengah membayangkan bercinta dengan Aino buka dengan wanita tua sepertimu."Erlangga menuding jarinya pada sang mama. Terlihat kurang ajar jadi Alea menarik tangan itu dan mengecupnya, membuat Erlangga segera mengusap wajahnya dengan kasar."Rekaman ini yang suamimu minta sebelum mengirim ku ke pe
Maaf, Aku Pantang Cerai! (1)"Cantik saja tak cukup untuk menjadi seorang istri, Jeng. Lihat tuh si Alea! Dia memang cantik, tapi itu tak berguna sama sekali. Hanya jadi benalu dalam hidup anakku Wisnu. Kerjanya menghabiskan uang anakku. Ingat, hanya mengangkang saja tak bisa langsung menghasilkan anak,” ucap ibu mertuaku di depan teman-temannya.Ibu mertuaku ini memang senang berkumpul bersama teman-temannya sambil menghidangkan banyak makanan. Dan, aku—sebagai menantunya—diminta suamiku untuk membantunya. Tapi, lihatlah! Suamiku itu tak akan pernah percaya kalau ibunya memperlakukanku seperti ini.“Kalau saja Wisnu tak bodoh dan cinta mati sama perempuan itu, mungkin sekarang aku sudah menimang cucu—anaknya Wisnu." Lagi—dia menghinaku di depan orang lain.Aku meremas kain lap yang aku pegang. Lihatlah mulut wanita itu, tak ada baiknya diriku ini sama sekali sang menantu di matanya."Alea, buruan kerjanya! Mana makanannya? Kok dari tadi tak siap-siap?!" teriaknya memerintahku seperti
Maaf, Aku Pantang Cerai! (2)"Auw ....!" Aku terkejut saat mas Wisnu menginjak rem mendadak. Kepalaku terjedot kaca depan. Walau tak keras, tapi lumayan sakit juga."Mas, apa-apaan sih? Kau mau membunuh kita berdua?""Kau yang apa-apaan? Kalau marah pada ibu, jangan memfitnahnya. Mana mungkin ibu bicara seperti itu pada menantunya.""Kalau tak percaya padaku, ada 20 orang, bahkan lebih di rumah ibumu. Mereka tak tuli sampai tak mendengar apa yang ibumu bilang."Brak ....Aku keluar dari dalam mobil dan berjalan ke rumah kami. Rumah yang sudah ada di depan mata, mas Wisnu melajukan mobil tanpa memintaku naik lagi. Percuma juga aku naik, karena beberapa langkah lagi sampai rumah."Mau ke mana lagi sekarang?"Aku tak menjawab pertanyaan mas Wisnu. Sehabis mandi, aku langsung pergi—tentu meminjam mobilnya. Tak mungkin mau pijat relaksasi harus naik ojek online? Bisa ngamuk dia nanti. Dia itu cemburuan sekali."Selain mobil, aku juga pinjam kartu debit-mu Mas. Mau santai di salon mami Mawar
Maaf, Aku Pantang Cerai! (3)Mendengar itu, aku semakin geram. Bisa-bisanya Mas Wisnu bicara seperti itu?! Mengapa begitu mudah berbicara tentang kesehatannya?"Sebelum itu terjadi, aku minta ceraikan aku. Mana mungkin kita hidup bahagia kalau kau menderita? Ayolah, Mas! Sekali saja, Mas. Kau coba katakan tidak pada ibumu."Mas Wisnu menggelengkan kepala.Aku semakin gusar kalau begini. Mas Wisnu tahu dia tak mampu, tapi tetap memaksakan dirinya."Mas," bujuk ku."Cukup, Al! Kita sudahi pembicaraan ini. Aku kepala keluarga. Jadi, biar aku yang berpikir. Kau cukup bantu doa agar aku bisa membahagiakanmu dan ibu."Mas Wisnu tak mengizinkan aku bicara. Inilah salah satu yang membuatku kesal padanya—dia memendam sendirian masalahnya, bahkan tak mau meminta tolong meski dia butuh bantuan."Mas.""Tidurlah, Al!" Mas Wisnu menarik kepalaku. Dia meletakkan di lengannya lalu mencium keningku. Dia mencoba memejamkan matanya, namun tak lama dia kembali membuka mata dan menatap wajahku."Berjanjil
Maaf, Aku Pantang Cerai! (4)"Kau tenang saja, Nu. Biar ibu yang pikirkan semua masalah ini, kau hanya perlu mengatasi Alea. Ingat jangan sampai dia tau sebelum kau sah menikah lagi, ibu tak mau dia menggagalkan rencana kita, kalau sudah sah dia tak akan bisa berbuat apa-apa lagi."Aku menelan ludah, ternyata mereka sudah merencanakan semuanya. Jadi, benar mereka keluar kota untuk membicarakan tentang pertunagan mas Wisnu--bukannya Citra?"Baiklah Mas, ternyata kau sudah memilih untuk menuruti semua permintaan ibumu. Kau belum tau apa yang bisa aku lakukan nanti," lirihku.Aku segera bersembunyi. Jangan sampai mas Wisnu dan ibunya tau aku tengah menguping pembicaraan mereka. Sepertinya, mas Wisnu akan segera pulang ke rumah, sebaiknya aku juga pulang agar dia tak curiga."Mbak Alea dari mana? Kok, jalan kaki?"Aku tersenyum mendapat pertanyaan ibu- ibu rempong. Sebaiknya, aku membuat alasan sebelum wanita itu banyak bertanya."Tadi, niatnya mau ke warung Bu, tapi uangnya terjatuh entah